Saat menimbang-nimbang menjadi ibu rumah tangga (IRT), saya sempat khawatir. Mulai dari post power syndrome, ketergantungan finansial, sampai takut mengecewakan orang tua. Beruntung, segala ketakutan tadi akhirnya ditepis. Ragam masukan saya dapatkan dari sesama IRT yang telah bertahun-tahun menjalankan perannya dengan suka cita dan penuh keikhlasan. Semoga kutipan-kutipan mereka di bawah ini turut memantapkan hati Ibu yang lagi galau dengan pilihan menjadi IRT, ya!
Sadari setiap ibu rumah tangga juga berproses
Kamu tidak sendirian, Ibu! Ketahuilah, para perempuan yang telah mengenyam pendidikan tinggi dan berkarier sekian lama pernah merasa galau saat memutuskan maupun menjalani peran sebagai IRT. Salah satunya, Wita Dewi Widiastuti, ibu dari anak berusia 5 dan 3 tahun.
“Itu lumayan lama prosesnya sampai bisa ikhlas dan legowo. Tapi percaya, deh, setiap detik kita bersama anak adalah ibadah,” jelas perempuan berusia 32 tahun itu.
Hal senada juga diutarakan Ummi Kaltsum alias Mia, ibu dari empat orang anak.
“Buatku sih berat, ya, transisi dari kerja ke SAHM (stay at home mom) karena banyak perubahan. Seperti ganti status, berpindah tempat tinggal, dan hamil pula. Semakin tua, saya semakin nerimo kalau ada prioritas yang harus kita pilih. Konsekuensinya telen aja,” ungkap Mia yang kini berusia 37 tahun.
Momen anak bertumbuh dan berkembang
“Kalau kita di rumah bersama anak, tentu ada bedanya dengan kita enggak bareng mereka. (Yaitu) enggak seindah anak selalu lucu dan menggemaskan,” jelas Mia.
Sementara itu, Wita selalu terngiang akan sebuah petuah yang memantapkan langkahnya kini.
“Katanya, masa kecil cuma sebentar. Nanti kalau sudah besar, anak-anak enggak akan butuh kita lagi,” ujar Wita.
Ikatan dengan anak
Mia menyadari, tugas sebagai ibu rumah tangga tidak menghasilkan uang maupun pengakuan.
“Tapi, kasih sayang, kebahagiaan, dan kedekatan mereka lebih dari cukup buatku,” tambah Mia.
Yap, bonding (ikatan) inilah tiket emas bagi para ibu rumah tangga. Ibu menjadi satu-satunya sosok bagi anak untuk bertumpu, bukan orang lain.
“Sekarang aku senangnya anak-anak enggak ada yang ketergantungan sama asisten rumah tangga. Kan ada ya, anak yang sampai menangis atau sakit kalau ART-nya pulang kampung,” ujar Wita.
Percaya bahwa rezeki selalu ada
Mia bersyukur, suami dapat menafkahinya dan keluarga dengan baik meski ia sudah tak lagi bekerja. Selain nafkah dari suami dapat memenuhi kebutuhan keluarga, ia juga tetap bisa menabung dan bersenang-senang.
“Alhamdulillah, rezekinya berkah,” kata Mia.
Sementara Lita Hapsari, ibu dari seorang anak berusia 3,5 tahun berpesan, perempuan tidak perlu takut susah makan dengan menjadi ibu rumah tangga.
“Buktinya, saya bisa bertahan sampai sekarang. Banyak rezeki tidak terduga. Allah pasti membantu masalah finansial ini walaupun gali lobang tutup lobang. Hal yang penting, kita enggak punya utang dan enggak banyak maunya,” jelas perempuan yang menjadi IRT empat tahun belakangan.
Meluruskan cara pandang terhadap uang
Tentunya tabungan Ibu tidak lagi sebesar dulu ketika bekerja. Tapi, menurut Mia, hal tersebut sebenarnya tak menjadi masalah karena pengeluaran juga berkurang.
“Makan di luar dan beli-beli barang menjadi jarang. Belanja untuk rumah tangga lebih terkontrol karena kita yang mengatur inventaris. Sejujurnya, walaupun sulit, dapat dilakukan, kok. Tapi, memang berat di masa awal,” jelas Mia.
Yes, nilai plusnya adalah kita belajar menjadi pribadi yang berhemat. Dengan begitu, kita akan berusaha menabung untuk hal-hal yang esensial saja.
“Kemarin habis masukin anak sekolah dengan biaya lain-lain, tabungan reset nol. Ya, enggak apa-apa. Menabung kan memang buat bekal untuk digunakan di masa depan,” tambah Mia.
Anak adalah amanah
Tak dipungkiri, Mia pernah mengalami masa-masa ia kelelahan dan down selama menjalani perannya.
“Kalau pas lagi down, capek, dan sebagainya, hal yang bikin sadar adalah anak-anak ini amanah Allah, tanggung jawab dunia akhirat. Aku akan ditanya tentang mereka nanti,” terang Mia.
Selain itu, menurut Wita, amanah dan tanggung jawab membesarkan anak-anak itu tidak main-main.
“Bukan juga berarti IRT lebih oke daripada ibu yang bekerja. Kalau ibunya marah-marah terus dan melakukan penyiksaan, kan enggak benar. Jadi, apapun peran ibu, jadilah ibu yang terbaik buat anak-anaknya,” tambah Wita.
Setelah menyimak pendapat ibu-ibu di atas, gimana, kamu masih galau memutuskan menjadi ibu rumah tangga?
(Febi/Dok. Shutterstock)