Sering kali saya menemukan Instagram post keluarga Andien Aisyah, @andienippekawa, kebanjiran komentar. Isi komentarnya mulai dari pujian untuk buah hatinya, Anaku Askara Biru (Kawa), sampai kritik bernuansa cyberbullying yang ditujukan pada Andien beserta sang suami, Irfan Wahyudi.
Penyanyi jazz ini memang sering kali posting foto maupun video yang mencerminkan gaya pengasuhan yang dianutnya seperti penerapan metode makan baby led weaning dan kecerdasan naturalis.
Menuai kritik sampai menonaktifkan fitur komentar
Namun, tampaknya netizen Indonesia masih begitu reaktif dengan gaya pengasuhan Andien. Seperti pada foto Kawa yang diunggah 31 Oktober 2017. Dengan hanya mengenakan jumper warna putih, Kawa duduk di atas meja lipat pesawat.
Ratusan komentar pun meramaikan unggahan fotonya. Terakhir kali saya menyimak post tersebut 1 November lalu, banyak pengguna Instagram mengomentari kondisi Kawa yang didudukkan pada meja lipat pesawat. Ada pula yang menyinggung tipisnya pakaian yang dikenakan Kawa. Meski suami Andien sudah memberikan klarifikasi bahwa Kawa hanya didudukkan sekian detik, komentar masih saja terus bermunculan.
Hal menarik, ada beberapa akun Instagram yang mengritik dengan komentar panjang. Namun ketika saya membuka profilnya, akun tersebut tidak punya post dan hanya diikuti segelintir orang, bahkan ada juga yang tidak punya followers sama sekali.
“Wah, niat sekali jadi pelaku cyberbullying dengan bersembunyi di balik akun anonim,” pikir saya.
Sampai akhirnya pada 3 November lalu saya mengecek kembali foto Kawa yang didudukkan di meja lipat pesawat. Fitur komentar pada post tersebut sudah tak tersedia lagi. Mungkin Andien atau sang suami telah menonaktifkannya.
Cyberbullying dapat berujung pada hukum
Apakah kamu salah satu dari netizen yang reaktif tadi? Hati-hati, cyberbullying bisa berujung pada risiko yang lebih serius.
“Pada dasarnya masyarakat perlu menghindari cyberbullying. Ini karena ada ancaman pasal hukumnya, terutama jika korban merasa terganggu dan hatinya terluka karena cyberbullying tersebut,” jelas Psikolog Klinis dan Forensik A. Kasandra Putranto pada Parentalk.
Seperti aturan dalam Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 45B: “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000.”
Meski sudah ada aturannya, masih saja banyak netizen yang tergelitik untuk mengomentari post para figur publik. Tak terkecuali Andien sebagai ibu baru yang memperkenalkan ragam metode pengasuhan tergolong anti-mainstream. Menurut Kasandra, ada sejumlah faktor yang mendorong seseorang menjadi pelaku cyberbullying.
Tingkat kematangan dan pengendalian emosi yang terbatas
Kalau mampu mengendalikan emosi, kamu pasti akan berpikir dua kali tentang konsekuensi dari komentar yang dipublikasikan. Siapa tahu kerabat, teman, atau kenalan menemukan komentar pedas kamu pada unggahan post artis terkemuka.
Dari kecil terbiasa dengan perilaku kekerasan
“Karena proses tumbuh kembang otaknya justru menghasilkan kelemahan daya pikir, emosi negatif, dan dorongan perilaku kekerasan tanpa kemampuan mengendalikan diri,” tambah Kasandra.
Gaya hidup masyarakat menyuburkan praktik kekerasan
Menurut Kasandra, perilaku suka meledek, bercanda konyol, dan membicarakan orang lain sudah tergolong praktik kekerasan verbal, lho.
Nah, alangkah bijaknya bila kamu bisa menyimpan sendiri kesan tentang post siapapun di media sosial yang dianggap bertentangan dengan prinsip pribadi. Sebatas ngedumel dalam hati atau senyum-senyum sendiri masih cukup bijak lah. Jadi bahan introspeksi diri sendiri atau sekadar menambah wawasan baru? Itu sikap yang lebih ‘super’ lagi!
(Febi/Dok. Pixabay)