Ada kalanya Ibu ingin berhenti bekerja agar bisa mengasuh anak, namun terganjal kondisi tertentu. Sebut saja, benturan dengan keuangan alias banyak kewajiban cicilan, atau belum ikhlas melepaskan karier yang dirintis dengan jerih payah.
Nah, kebetulan saya merangkum beberapa tips dari para IRT inspiratif soal pertimbangan-pertimbangan yang perlu dipikirkan Ibu ketika ingin berhenti bekerja. Yuk, pertimbangkan hal ini dulu sebelum resign!
Pengembangan diri setelah resign
Bagaimanapun, sebagai manusia biasa, kita tetap membutuhkan aktualisasi diri, bukan? Inilah hal yang dipikirkan dengan cermat oleh Lita Hapsari. Sebelum memutuskan resign, ibu dari anak berusia 3,5 tahun ini justru getol membaca buku-buku pengembangan diri dan pembinaan karier (career coach). Hal itu ia lakukan bukan untuk berburu peluang kerja baru. Lita merefleksikan kontribusi yang bisa ia berikan kepada keluarga maupun kehidupan sosialnya setelah melepaskan pekerjaan terakhir. Hal itu ia sebut sebagai “self check.”
Perpaduan self check dan keyakinan menjalani tugasnya sebagai ibu rumah tangga sembari bekerja lepas membuat Lita siap menghadapi tantangan finansial. Berkat self check pula, hati maupun pikirannya menjadi lebih tenang dan rutinitas bekerja lepas terasa menyenangkan. Lita pun mengimbau para ibu yang hendak melepaskan pekerjaannya untuk melakukan hal yang sama.
“Kalau perlu, bisa kok, konsul ke psikolog yang fokus ke sumber daya manusia atau career coach. Aku tetap yakin dengan kata-kata René Canoneo yang bilang, your job is not your career,” jelas Lita.
Yap, pekerjaan yang terkait jabatan dan tanggung jawab tertentu itu adalah milik perusahaan. Pekerjaan bisa hilang, berubah, dan berganti. Sementara, karier adalah rangkaian kehidupan profesional kita. Karier dapat dikembangkan kembali ketika anak-anak sudah lebih besar nanti atau bersifat lepasan sembari menjalankan tugas utama sebagai IRT.
Dana darurat aman
Kondisi finansial keluarga tak dipungkiri menjadi salah satu hal yang membuat para ibu galau berhenti bekerja. Karena itulah, kamu dan suami perlu memastikan dana darurat keluarga aman agar kekhawatiran finansial setelah resign malah semakin menjadi.
Penghasilan Lita sebagai pekerja lepas memang tidak sebesar dulu saat menjadi pekerja kantoran. Namun, ia merasa lega karena dana daruratnya aman terkendali.
“Selama penghasilan freelance masih ada, dana darurat bisa dipakai untuk hal lain,” jelas Lita.
Perhitungkan lagi untung rugi bekerja
Pada sebagian ibu bekerja, besarnya pemasukan dan pengeluaran bisa berbeda tipis karena biaya tertentu. Sebut saja, biaya pengasuh atau penitipan anak di kota besar semakin tinggi saja. Apalagi, kalau Ibu anaknya sudah dua atau lebih. Jangan-jangan, gaji hanya menumpang lewat di rekening. Belum lagi, ketika pulang ke rumah, Ibu sudah terlalu lelah untuk ikut bermain dengan Si Kecil. Jadi, penghitungan detail seperti ini diperlukan sebelum memutuskan menjadi IRT.
Tak jarang, pilihan menjadi IRT lebih bermanfaat bagi sebagian ibu. Salah satunya Irna Nurul Fatimah, ibu dari empat orang anak yang tengah hamil anak kelima. Selain Irna dapat menuntaskan pekerjaan rumah tangga sesuai harapan, keputusan menjadi IRT juga membuat anak-anaknya dapat menjalani homeschooling. Ia juga tidak pernah menggunakan jasa asisten rumah tangga untuk membantunya mengurus keluarga. Artinya, Irna dan suami dapat menghemat pengeluaran.
Kuncinya, menurut Irna, adalah manajemen waktu dan pahami kebutuhan anak meski down time terkadang tak terelakkan.
“Dulu awal resign, aku berkomitmen banget bahwa ibu sebagai madrasah pertama anak. Mereka bakal tahu banyak hal dari aku. Tapi dalam perjalanannya, ternyata saya struggling berat. Ada masa-masa malas atau sibuk dengan pekerjaan rumah tangga,” jelas Irna kepada Parentalk.
Walau begitu, Irna berusaha untuk tetap santai dan enggan terlalu memikirkannya agar tidak membuat diri terlalu lelah.
Keberadaan sampingan
Adanya kerjaan sampingan tak dipungkiri dibutuhkan oleh sebagian ibu setelah berstatus ibu rumah tangga. Tak sekadar aktualisasi diri, adanya sedikit penghasilan dari usaha kecil-kecilan atau sampingan membuat hati Ibu lebih bahagia (baca: bisa jajan), kan?
“Teringat teman yang memilih menjadi IRT saat kariernya sebagai dokter sedang baik. Awalnya, ia galau lalu suaminya balik tanya, lebih nyaman kerja atau jadi IRT. Mengingat anaknya mau homeschooling juga, akhirnya ia menjadi IRT sembari menjalani usaha kedai kopi yang lagi nge-top di Bogor. Ia juga menjadi konselor laktasi jika diperlukan, tapi sudah hampir enggak pernah praktik dokter umum,” jelas Lita.
Refleksi masa kecil
Tak jarang, sebagian perempuan kurang berkenan dengan pengalaman masa kecilnya sehingga memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Hal tersebut dialami oleh Wita Dewi Widiastuti, ibu dari anak berusia 5 dan 3 tahun.
“Dulu masa kecil saya kesepian karena orang tua saya bekerja. Nah, saya enggak mau anak-anak saya menderita seperti saya dulu. Saya mau selalu ada di sisi mereka baik suka maupun duka. Momen ini saya jadikan ladang ibadah saya. Jadi, saya mohon sama Allah agar keputusan ini dimudahkan dan diberkahi karena anak adalah amanah yang Dia kasih langsung kepada kita,” terang Wita.
Sejatinya, keputusan untuk menjadi ibu rumah tangga haruslah berlandaskan keikhlasan dan kemantapan hati. Jangan sampai keputusan tersebut justru membuat Ibu kurang bahagia. Ingat, kebahagiaan Ibu ikut andil dalam kebahagiaan Si Kecil.
(Febi/Dok. Shutterstock)