Sikap pasangan yang bisa mengambil hati orang tua pas zaman pacaran dulu mungkin salah satu alasan kita makin cinta padanya. Ia juga selalu berusaha membaur dengan keluarga besar. Tapi, si dia malah berubah setelah menikah. Sekarang kok sering menghindar? Belum lagi, pihak keluarga mengeluhkan sikapnya tersebut. Pas tanya ke pasangan, ternyata ia enggak nyaman berada di tengah keluarga besar karena menemukan banyak ketidakcocokan.
Terkadang, kita pusing juga ketika pasangan enggan membaur dengan keluarga besar. Beruntung, Psikolog Keluarga dan Pernikahan Nadya Pramesrani dari Rumah Dandelion punya tips untuk menghadapinya!
DON’Ts
Meminta pasangan menerima karakter keluarga
Menurut Nadya, penurunan kualitas hubungan antara pasangan dan keluarga besar setelah sekian lama pasti ada pemicunya. Jadi, kamu perlu menanyakan dan membicarakannya baik-baik dengan pasangan.
Tapi, ketika memang ternyata ada ketidakcocokkan atau rasa tak nyaman, jangan minta pasangan untuk nerimo kondisi bawaan keluargamu.
“(Misalnya) saat mengalami kesulitan untuk masuk ke keluarga suami, aku pasti akan ngomong sama dia. ‘Mama, adik ipar, atau kakak ipar kok gini?’ Ketika suami saya reaksinya itu cuma sebatas, ‘Ya… Mereka memang gitu orangnya, kamu terima aja,’ itu kan tidak membantu kita bisa menentukan cara berinteraksi dengan lingkungan keluarga pasangan. Jadi, sebenarnya bagaimana pasangan bisa masuk ke keluarga kita kunci utamanya itu di kita,” jelas Nadya kepada Parentalk.
Angkat tangan
Enggak berbuat apa-apa saat pasangan kesulitan membaur dengan keluargamu? Jangan, dong. Kalau kamu saja sudah angkat tangan, bagaimana pasangan belajar cara menghadapi keluarga besar? Justru kamu harus bisa menjembatani perbedaan-perbedaan antara keluarga asal dengan pasangan.
DOs
Menghargai perasaan dan kepribadian pasangan
Kamu saja yang hidup lebih dari dua puluh tahun dengan keluarga kandung sering ada gesekan. Bagaimana dengan pasangan yang baru masuk ke keluarga asal beberapa tahun belakangan? Karena itulah, kamu perlu memahami perasaan pasangan sembari memberikan solusi.
“Misalnya, ada miskomunikasi antara pasangan dan ibu kandung. Kita dapat membantunya dengan mengakui hal-hal kecil seperti (dengan berkata), ‘Iya, aku tahu posisinya tadi pasti enggak nyaman, ya, ibu ngomong kayak gitu. Untuk lain waktu, kita coba gini atau aku coba bantu begini, ya,” jelas Nadya mencontohkan.
Pahami pula kepribadian pasangan. Menurut Nadya, bedakan antara pasangan yang tidak bisa bersosialisasi dengan pasangan yang menolak untuk berhubungan dengan keluarga.
“Mungkin kita ketemu dengan orang-orang yang beneran enggak mau ke rumah mertua. Kalau sama pasangan yang pendiam atau memang dia socially awkward (canggung), di situ kita sebagai mediator,” ungkap Nadya.
Berperan sebagai mediator
Kalau pasangan ternyata bukan tipe orang yang pandai berbasa-basi dan bersosialisasi, kamu bisa menyampaikan ke keluarga tentang sifat bawaannya itu dan ia tidak bermaksud bersikap sombong.
Sementara ke pasangan, kamu juga perlu mengajaknya untuk memahami sudut pandang keluarga besar. Ingatkan pula akan pentingnya membaur dengan keluarga besar.
Berikan tips membaur dengan keluarga besar
Misalnya, tips mengajak bicara ayah atau ibu kamu di situasi tertentu. Dengan harapan, pasangan bisa menjalin komunikasi dengan baik dengan orang tua kandung.
“Kalau kamu mau ngobrol sama mama, pas Beliau lagi masak di dapur atau makan malam aja.”
Ayah atau Ibu juga bisa memberikan informasi tentang anggota keluarga tertentu yang memiliki minat sama dengan pasangan. Siapa tahu si dia bisa lebih nyaman ngobrol dengannya saat kumpul keluarga besar.
“Bisa juga bilang, ‘Kalau aku lagi di sini mungkin kamu bisa melakukan ini.’ Kita menginformasikan hal-hal seperti itu pada pasangan karena kita yang tahu keluarga kita sendiri dan pasangan sukanya apa. Dengan begitu, kita tahu cara menyatukan keduanya,” jelas Nadya.
Ajak pasangan untuk berusaha bersama
Menurut Nadya, pada dasarnya masalah hubungan dengan mertua adalah kondisi yang akan selalu ada dari zaman ke zaman. Jadi, hal itu bukanlah situasi unik yang hanya dirasakan satu atau dua orang tertentu. Dengan begitu, semua orang yang mengalami pernikahan harus bisa menyelesaikannya.
“Ini (hubungan menantu dan mertua) memang membutuhkan komitmen dari kedua belah pihak (suami dan istri). Ketika terjadi hambatan atau konflik, suami dan istri menghadapinya bersama-sama,” kata Nadya.
Ingatkan pula ke pasangan bahwa setiap keluarga memiliki budaya, kebiasaan, dan pola pikir dan berbeda-beda.
Harapannya, hal-hal yang sudah menjadi rahasia umum ini membuat kamu dan pasangan mau berusaha membaur di keluarga besar masing-masing.
(Febi/Dok. Shutterstock)