Susah-susah gampang menemani pre-teen dan remaja tumbuh semakin dewasa. Banyak hal-hal yang akan mereka counter dengan mudah, termasuk nasihat orang tua. Memang sih, zaman terus berubah dan berbagai kemajuan terus terjadi.
Lingkungan menjadi salah satu jarak antara orang tua dan anak. Terkadang, para orang tua merasa diri mereka sudah tidak lagi bisa mengejar berbagai kemajuan yang terjadi pada era tersebut, di mana anak – sedang semangat-semangatnya mengejar semua kemajuan itu.
Salah satu kemajuan yang dianggap oleh banyak pihak sebagai pisau bermata dua adalah media sosial. Kita sama-sama mengetahui bahwa media sosial atau media digital, membawa dampak positif, seperti demokratisasi ide dan cepatnya penyebaran informasi.
Sayangnya, media sosial atau digital juga kerap membawa dampak negatif, seperti tidak adanya filtrasi tayangan, yang akhirnya dengan mudah dikonsumsi oleh anak-anak. Sebagai peniru ulung, anak-anak dengan mudah meniru apa yang mereka lihat.
Salah satu hal yang mereka tiru dan kerap mereka lakukan adalah self harm.
Halo Parents, apa kabar hari ini? Semoga hari selalu dalam kesehatan yang baik dan segala urusannya diperlancar dan dipermudah, ya.
Dari judul dan prolog di atas – bahasan kita kali ini sedikit lebih serius, Parents. Self harm menjadi hal yang harus diperhatikan secara serius. Istilah ini dengan cepat menyerbak ke berbagai kalangan lewat arus media sosial dan digital.
Sebenarnya, Apa Itu Self Harm?
Dilansir dari Kompas, Klonsky et al dalam Tarigan & Apsari 2021 – menjelaskan bahwa self harm atau self injury adalah perilaku melukai diri sendiri. Menurut mereka yang melakukan self harm kegiatan menyakiti diri sendiri dinilai bisa mengatasi tekanan emosional.
Tetapi, self harm atau self injury ini tidak dimaksudkan untuk sampai ke tingkat yang lebih parah – yaitu bunuh diri.
Kalau menurut American Psychiatric Association (APA), self harm ini termasuk ke dalam Non-Suicidal Self Injury – di mana artinya adalah perilaku melukai diri sendiri yang disengaja dan dapat menyebabkan pendarahan, memar, atau rasa sakit yang ditujukan untuk kerusakan tubuh yang ringan, tanpa disertai niat untuk bunuh diri.
Pertanyaan selanjutnya, kenapa ya ada yang melakukan seperti ini?
Menurut Studi…
Jika kita melihat hasil studi dari Miller et al (2021) – Sembilan remaja perempuan di rentang usia 13-17 tahun, menunjukan beberapa alasan melakukan self harm, seperti:
Jadi Pengalihan
Self harm untuk sebagian dari mereka dilakukan untuk mengalihkan perhatian dari rasa sakit emosional yang dialami.
Dorongan Kekuatan Fisik dan Mental
Biasanya, dorongan ini cenderung bersifat kompulsif. Artinya dorongan ini bersifat internal dan kuat, serta berulang-ulang.
Sarana Bertahan Hidup
Mereka merasa melukai diri sendiri adalah cara mereka bertahan hidup. Alih-alih melukai diri sendiri, tapi mereka tidak ingin bunuh diri.
Parents, melihat beberapa alasan untuk melakukan self harm, bisa kita asumsikan bahwa regulasi emosi dan keterbukaan kepada orang tua atau anggota keluarga lain menjadi hal yang begitu penting atau fundamental untuk dikuasai.
Terlebih soal keterbukaan.
Parents, terkadang, disadari atau tidak – kita sebagai orang tua suka melewati waktu-waktu atau momen di mana anak butuh kita sebagai orang paling dekat dengan mereka, untuk mendengar, mengerti, dan memahami keadaan mereka.
Jika anak kita yang beranjak remaja tidak nyaman cerita dengan kita sebagai orang tuanya, ada kecenderungan yang bersifat negatif bisa terjadi. Semua orang tua, tentu tidak ingin hal ini terjadi ya, Parents.
Sehingga, salah satu langkah preventif yang Parents bisa lakukan adalah meluangkan waktu untuk mendengarkan keluh-kesah atau cerita anak remaja kita, dan jadikan hal ini sebagai kebiasaan.
Kita juga sebagai orang tua, perlu sesekali mengikuti isu sosial yang ada di universe remaja. Misalnya, masalah hubungan dengan lawan jenis, atau bahkan perundungan, serta isu sosial lainnya – hal ini perlu lho kita cari tahu sesekali. Hal ini akan berguna sekali ketika kita mengobrol dengan anak remaja, Parents. Kita jadi paham sedikit-banyaknya tentang topik yang mereka bicarakan.
Jadi, kita tidak ketinggalan zaman, gitu.