Siapa tak suka hadiah? Orang dewasa saja suka hadiah, apalagi anak-anak. Salah satunya, anak saya yang sangat suka diberikan stiker kalau ia bisa buang air kecil di kamar mandi tanpa mengompol. Ini trik andalan saya di masa toilet training.
Banyak pakar psikologi yang menyarankan pemberian hadiah untuk mendorong perilaku baik anak. Namun, ada juga pakar lainnya yang menyarankan orang tua untuk tidak menjadikan hadiah sebuah kebiasaan. Parentalk mau mengulas pro dan kontra seputar pemberian hadiah untuk perilaku anak, nih. Kali ini kami bahas pendapat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat yang beranggapan bahwa hadiah mendorong perilaku baik anak, ya!
Bentuk-bentuk hadiah
Cara orang tua merespon perilaku anak akan membuat perilaku tersebut terulang kembali atau justru sebaliknya, kecil kemungkinan untuk terjadi lagi. Perilaku anak cenderung terulang lagi ketika diikuti konsekuensi positif seperti hadiah. Kondisi ini berlaku bagi semua perilaku, termasuk perilaku yang tak diinginkan oleh orang tua (misal, ‘hadiah’ bernuansa suap untuk mendiamkan anak).
Tak hanya mainan, menurut CDC, hadiah juga dapat berupa perhatian, ajakan ke taman, dan hal lainnya yang disukai anak seperti pelukan atau ciuman. Kehadirannya membantu anak untuk melakukan lebih banyak hal yang orang tua inginkan.
Hadiah sebaiknya segera diberikan
Waktu terbaik pemberian hadiah adalah sesaat anak melakukan perilaku baiknya. Memang, sebagian hadiah tidak bisa diberikan langsung, namun pada prinsipnya ganjaran perlu diberikan sesegera mungkin. Ini karena pesan tentang hadiah tidak bekerja dengan baik jika diberikan dalam durasi lama setelah orang tua mendapati anaknya berperilaku baik. Hal ini sangat berlaku pada balita dan anak prasekolah yang memiliki keterbatasan memori dibandingkan anak-anak yang lebih tua.
Sampaikan hal yang diharapkan dari anak
Berikan hadiah untuk perilaku yang orang tua sukai setiap kali terjadi. Sampaikan kepada anak bahwa hal yang ia lakukan orang tua sukai beserta alasan ia mendapatkannya. Jika ayah atau ibu tidak memberitahukan hal yang diharapkan darinya, ia tidak akan tahu hal yang harus dilakukan selanjutnya untuk kembali mendapatkan hadiah.
Orang tua dapat mengatakan, “Ayah/Ibu sangat senang kamu membereskan mainanmu tanpa diminta. Sekarang kita bisa baca dua buku lagi sebelum waktunya tidur!”
Hadiah meningkatkan harga diri anak
Hadiah sangat penting untuk beberapa alasan. Pertama, hadiah dapat meningkatkan harga diri si kecil. Balita dan anak prasekolah mendapati banyak sekali kata “tidak,” “jangan,” dan “berhenti” seharian. Hal wajar yang menjadi ajang belajar konsep benar dan salah. Namun, ketika anak mendengarkan kata-kata tadi berulang-ulang, ia dapat mengalami krisis harga diri karena merasa selalu salah. Ketika anak mendapatkan hadiah, ia paham telah melakukan hal baik dan sesuatu yang orang tuanya sukai.
Hadiah mendekatkan orang tua dan anak
Kedua, hadiah juga dapat meningkatkan hubungan orang tua dan anak. Ketika kamu memberikan hadiah kepada anak, kalian berdua akan sama-sama senang. Orang tua senang karena anak melakukan hal yang mereka sukai, sementara si kecil senang mendapatkan hal yang ia sukai.
Pada artikel Najelaa Shihab: Dukungan Lebih Baik Ketimbang Hadiah, Parentalk membahas sudut pandang kontra seputar pemberian hadiah. Jika kamu tertarik mengenal metode pemberian hadiah lebih jauh, simak artikel Jenis-jenis Hadiah yang Disukai Anak.
(Febi/ Dok. Pixabay)