Pilihan metode kontrasepsi, banyak jenisnya di luar sana. Tak jarang, Ibu maupun pasangan menjadi kebingungan sampai membuat penerapannya tertunda.
Hati-hati, jangan sampai kebobolan. Soalnya, jarak ideal kehamilan anak pertama dan kedua adalah empat sampai lima tahun. Menurut banyak pakar, kehadiran dua anak balita dalam keluarga sebaiknya dihindari untuk mengoptimalkan peran orang tua juga tumbuh kembang anak. Supaya enggak bingung, saya rangkum tips memilih kontrasepsi ya, #MillennialParents.
Pikirkan tujuan perencanaan keluarga
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Dinda Derdameisya berpendapat, suami dan istri perlu memikirkan baik-baik tujuan perencanaan keluarga seperti:
- mencegah kehamilan,
- menunda kehamilan,
- menjarangkan kehamilan, atau
- menghentikan kehamilan.
Misalnya, seorang perempuan menikah di usia 36 tahun. Menurut Dinda, lebih baik ia memiliki dua anak dulu baru menggunakan kontrasepsi.
“Soalnya, kehamilan di atas 36 tahun risikonya semakin tinggi buat kesehatan ibunya,” jelas Dinda saat menjadi narasumber talkshow peluncuran sebuah situs perencanaan keluarga.
Selain itu, Dinda berpendapat, pasangan muda sebenarnya bisa menerapkan metode keluarga berencana (KB) dengan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan hingga dua tahun. Inilah hal yang diterapkan oleh Blogger Tania Ray Mina dan sang suami.
“Pada saat menikah, kami sudah membicarakannya sejak awal tahun pertama. Kami berdua kerja dulu sampai pada posisi yang diinginkan juga supaya bisa pacaran dulu lebih lama. Sampai akhirnya, kami memutuskan untuk punya anak ketika kondisi secara fisik dan ekonomi sudah siap. Saat ini, anakku sudah dua. Anak pertama memang direncanakan, begitu juga anak kedua,” ujar saudara kandung Zaskia Adya Mecca ini.
Tujuan perencanaan keluarga juga akan mempengaruhi pilihan metode KB. Sebagai contoh, bila suami dan istri ingin menghentikan kehamilan, mereka bisa mempertimbangkan metode vasektomi atau tubektomi. Meski begitu, Dinda menegaskan bahwa keputusan tersebut sebaiknya sudah dipikirkan matang-matang dan hanya disarankan untuk:
- perempuan di atas 35 tahun,
- memiliki lebih dari tiga anak, dan
- si sulung sudah lewat dari masa balita.
Pemerintah pun memperbolehkan kontrasepsi tubektomi dan vasektomi, namun tidak semua rumah sakit mendukung penerapannya.
“Hal yang saya tahu, di salah satu rumah sakit Jakarta, ada yang tidak mau melakukan tubektomi karena agama. Suatu agama tertentu tidak memperbolehkan melakukan vasektomi atau tubektomi,” jelas Dinda.
Kenali diri sendiri
Ketika ibu atau calon ibu ingin menggunakan kontrasepsi, ia perlu mencari tahu dulu jenis kontrasepsi yang cocok dan nyaman untuknya.
Apakah kamu tipikal orang yang mudah lupa? Jika ya, kontrasepsi pil tidak cocok buatmu. Namun, jika kamu tergolong disiplin dan sedang menyusui, kontrasepsi pil laktasi bisa menjadi pilihan.
Konsultasikan dengan ahli
Selain mengenali diri sendiri, kamu juga perlu mengonsultasikan pilihan kontrasepsi ke dokter atau bidan. Keduanya akan memastikan kecocokan alat kontrasepsi berdasarkan riwayat kesehatan Ibu. Menurut dr. Dinda, jika keluarga memiliki riwayat kanker payudara atau rahim, pilihan KB hormonal perlu ditinjau kembali. Misalnya, pil, suntikan, dan implan.
Perempuan yang berpotensi darah tinggi juga perlu waspada dengan penggunaan pil estrogen karena dapat mempengaruhi kesehatannya.
Kalau kamu sudah memiliki lebih dari satu anak, gunakanlah alat kontrasepsi jangka panjang seperti implan dan intrauterine device (IUD) atau biasa dikenal sebagai KB spiral.
“Pilih yang sesuai dan konsultasikan ke ahli. Kembali lagi ke karakter ibu, dia tipe yang disiplin atau tidak,” tambah Dinda.
Selain itu, manajer produk sebuah merek kontrasepsi, Norina Veronica, menganjurkan para istri datang bersama suami saat mengonsultasikan maupun menjalani prosedur KB.
“Meski begitu, hak memutuskan jenis kontrasepsi yang diinginkan ada pada perempuan,” jelas Norina.
(Febi/Dok. Pixabay)