Dunia seakan runtuh ketika harus menerima kenyataan bahwa buah cinta kamu dan pasangan telah wafat dalam kandungan. Betapa menyakitkan fisik dan jiwa istri saat melalui prosedur kuretase atau proses persalinan janin yang tak bernyawa. Belum lagi, kram dan pendarahan yang harus ia hadapi setelahnya.
Sebagai suami, kamu juga merasakan kesedihan yang mendalam. Namun di sisi lain, kamu tak ingin kesedihan memperburuk kondisi pasangan. Berikut adalah dukungan suami untuk istri yang keguguran.
Tegakkan kenyataan
Diskusikan dengan dokter penyebab keguguran sampai tuntas. Tujuannya untuk menegakkan kenyataan dan membantu kamu beserta pasangan menjalani proses kehilangan.
Berikan kesempatan istri beristirahat total
Beberapa hari pascakuretase ataupun persalinan, istri akan merasakan kram dan mengalami pendarahan. Biarkan ia beristirahat total dan akomodasi segala kebutuhannya. Jika ada pekerjaan rumah tangga yang harus ditangani, ambil alih dan kerjakan hal-hal yang menjadi prioritas. Jangan sungkan untuk meminta pertolongan keluarga maupun kerabat bila diperlukan.
Sekali lagi ingatlah, istri telah melalui perjuangan yang melelahkan.
Selesaikan emosi sendiri
Kerap kali suami berusaha untuk tampak lebih tegar ketimbang istri. Tapi, kamu sebenarnya juga perlu menyalurkan emosi yang dirasakan. Akui ini adalah masa yang berat dan jalanilah apa adanya. Jika khawatir membuat kondisi istri semakin buruk, carilah bantuan pihak lain seperti keluarga atau psikolog.
Jika tak nyaman bercerita dengan orang lain, tuliskan hal-hal yang dirasakan lewat secarik kertas atau e-mail kosong yang kemudian disimpan berbentuk draft. Kamu juga dapat beribadah dan mengadu pada Sang Pencipta terkait musibah yang tengah dihadapi.
Dengan menyelesaikan emosi sendiri, suami pun dapat bersikap lebih tegar di depan istri dan hal itu akan sangat membantunya.
Dampingi istri
Sebagian perempuan yang mengalami keguguran merasa bersalah atau marah terhadap diri sendiri atas peristiwa yang ia alami. Jika ada komunitas ibu yang dapat memfasilitasi istri mencurahkan emosinya, kamu bisa menawarkan diri untuk menghubungkannya dengan mereka. Perasaan senasib sepenanggungan tentu akan membantu seseorang bangkit dari permasalahan yang dihadapi.
Selain itu, jangan biarkan istri sendirian. Bila ia enggan bertemu orang lain karena kesulitan menjawab pertanyaan, jadilah ‘juru bicara’-nya. Peran ini juga berlaku saat istri memerlukan konsultasi dengan tenaga profesional.
Bila istri membutuhkan waktu sendiri, sampaikah kondisi tersebut pada keluarga maupun kerabat yang hendak menjenguknya.
Terus semangati pasangan
Hari-hari setelah peristiwa keguguran, istri mungkin akan menjadi seperti anak kecil yang ingin dipeluk dan dihibur. Kondisi itu tentu saja normal. Jadilah sosok yang siap kapan saja untuk mendengarkan keluh-kesah dan memeluknya saat menangis. Tunjukkanlah empati dan hiburlah hatinya.
Namun, hindari mengucapkan hal yang menyiratkan pesan, “Nanti kamu bisa hamil lagi.” Bagi seorang ibu, setiap bayi yang dikandungnya memiliki keistimewaan tersendiri. Memiliki lebih banyak anak secara kuantitas bukan berarti ia lantas dapat menghapus kesedihannya.
Komunikasikan juga pantangan tadi pada keluarga dan kerabat yang akan menemuinya bila dirasa perlu.
Utarakan juga perasaanmu
Tak hanya istri, kamu juga butuh mengutarakan perasaan terkait musibah yang dihadapi kepada pasangan. Diskusikan hal tersebut setelah istri sudah lebih tenang. Dengan begitu, kalian akan berusaha memahami satu sama lain bahwa
- kebutuhan dan perasaan pasangan tidaklah sama denganmu,
- kalian memiliki cara masing-masing untuk mengekspresikan duka, serta
- segala perbedaan itu bukan berarti salah satu dari kalian lebih merasa kehilangan.
Fokuslah untuk saling mendukung satu sama lain pascakeguguran. Selain itu, sadari pula waktu kelak mengobati duka yang kalian hadapi.
Referensi:
- Artikel “Dealing with Miscarriage as a Father” pada The Spruce
- “Dads: coping with loss” pada BabyCenter UK
- “After a Miscarriage: What Happens and How to Cope” pada What To Expect
(Febi/ Shutterstock)