Tahukah Millennial Parents bahwa anak-anak dengan tahun lahir 2011-2020 termasuk Generasi Alfa? Hal tersebut diungkapkan oleh McCrindle, lembaga peneliti dan ahli komunikasi di Australia. Menurut McCrindle, karakteristik anak-anak Generasi Alfa, antara lain sebagai berikut.
- Generasi paling terdidik.
- Jumlah saudara kandung sedikit karena rata-rata orang tua memiliki sedikit anak.
- Mendapatkan fasilitas paling lengkap.
- Digital native.
- Semua mudah dicari di internet sehingga kemungkinan besar memiliki daya juang rendah.
- Komunikasi verbal terbatas dan kurang berkembang dengan baik.
Karena itulah, Millennial Parents memiliki tantangan tersendiri dalam membesarkan dan mendidik Generasi Alfa. Tapi, jangan khawatir. Psikolog Anak Ratih Pramanik punya beberapa tips mendidik Generasi Alfa, kok.
Hadirkan nilai-nilai ini dalam keseharian anak
Pertama-tama, orang tua harus menjadikan keenam nilai di bawah ini bagian dari visi dan misi pengasuhan anak. Menurut Ratih, nilai-nilai tersebut dapat menjawab tantangan Millennial Parents dalam membesarkan Generasi Alfa.
- Rasa aman dan disayang orang tua (modal dasar bagi perkembangan kepribadian yang sehat)
- Rasa percaya diri
- Kemandirian
- Ketangguhan
- Rasa bahwa anak makhluk sosial
- Rasa cinta terhadap lingkungan (tanaman, binatang, kebersihan dan kelestarian lingkungan)
Keenam nilai tersebut pun harus menjadi landasan orang tua mendidik anak dalam menjalani kesehariannya.
Melibatkan anak pada aktivitas sosial
Meski menjadi anak tunggal atau memiliki saudara kandung yang sedikit, orang tua tetap dapat mengoptimalkan kemampuan sosial anak, kok. Orang tua bisa sering mengajak anak bertemu orang lain dalam konteks sosial. Contohnya, terlibat dalam play date, sekolah, acara keluarga, dan kegiatan lainnya agar ia terbiasa dengan kehidupan sosial.
Terapkan gaya pengasuhan yang berwibawa
Orang tua juga harus lebih bijak memperlakukan anak. Perlakuan orang tua yang memiliki anak tunggal tentu berbeda dengan orang tua yang mempunyai lebih banyak anak.
Terapkan gaya pengasuhan berwibawa (authoritative parenting) dalam mendidik anak. Gaya pengasuhan ini menuntut dan mengeset standar tinggi, tapi juga responsif serta mendukung disiplin diri anak. Authoritative parenting juga bersifat demokratis karena anak diberikan kesempatan untuk mempertanyakan aturan dan orang tua responsif memberikan penjelasannya. Dengan begitu, anak dapat benar-benar menerapkan dan menghargai aturan.
Meningkatkan daya juang
Orang tua dapat membiasakan beberapa hal pada anak untuk meningkatkan daya juangnya. Misalnya, sejak anak mulai bisa berjalan sendiri, ia harus diberi kesempatan merawat diri sendiri dan ikut melakukan kegiatan rumah tangga.
Merawat diri sendiri: makan sendiri, memakai baju dan celana sendiri, mengambil minuman sendiri, dan memakai sepatu sendiri.
Melakukan kegiatan rumah tangga: membereskan mainan dan barang-barangnya sendiri, membantu menyiram tanaman, menyapu tumpahan makanan yang disebabkan oleh anak, membereskan kamar, menata meja makan, dan lain-lain.
Ratih mengungkapkan, semua kegiatan di atas akan memberi kesempatan kepada anak melatih koordinasi tangan, mata, dan otaknya. Semakin baik koordinasinya, anak akan semakin terampil dan sanggup mengontrol gerakan tubuhnya sendiri. Selain melatih tanggung jawab dan membangun konsentrasi, kegiatan-kegiatan tersebut juga membantu anak menjadi mandiri, gigih, dan percaya diri, lho.
“Perlahan namun pasti, bila kesempatan ini terus diberikan, maka anak akan membangun kontrol diri yang membantunya mengontrol dorongan yang ia rasakan. Ia pun akan bertindak berdasarkan hasil berpikirnya, bukan atas dasar impuls sesaat. Inilah yang disebut membangun disiplin diri karena ia sudah sanggup melakukan aktivitas yang selaras dengan perintah otaknya,” jelas Ratih kepada Parentalk.
Perbanyak komunikasi verbal
Sejak bayi, orang tua harus rajin dan senang mengajak anak bercakap-cakap, membacakan cerita, menceritakan dongeng, juga membawa anak berjalan-jalan di alam sambil mengenalkan berbagai benda berikut sifatnya. Dengan begitu, anak mempunyai pembedaharaan kata yang banyak sehingga memudahkannya ketika harus belajar membaca dan menulis.
Pertajam pancaindra anak
Menurut Ratih, pancaindra merupakan jendela anak bersentuhan dengan dunia di luar dirinya. Pancaindra yang terasah baik akan mendukung perkembangan kecerdasan anak. Alhasil, kelak ia akan dapat mengikuti pelajaran di sekolah dengan optimal.
Referensi lain: The Danish Way of Parenting oleh Jessica Joelle Alexander dan Iben Dissing Sandahl
(Febi/Dok. Shutterstock)