Setelah menjadi orang tua, kita mungkin bertransformasi menjadi sosok baru. Misalnya saja, saya sendiri. Ketika masih lajang, saya termasuk orang yang cuek. Namun, cara pandang saya berubah setelah hamil dan memiliki anak. Berikut hal-hal yang menunjukkan transformasi diri saya sebelum dan sesudah menjadi orang tua. Coba Ayah dan Ibu bandingkan, apakah kita mengalami transformasi serupa?
Lebih peduli dengan sekeliling
Dulu: terkadang saya cuek-cuek saja saat ada ibu hamil atau ibu dengan anak yang tidak kebagian tempat duduk di bus maupun kereta.
Sekarang: setelah merasakan hamil dan berpergian dengan anak, kini saya cenderung ‘gatal’ untuk menawarkan tempat duduk kepada ibu hamil dan mereka yang membawa anak.
Begitu juga untuk hal simpel seperti menahan pintu maupun mendahulukan mereka di lift. Ini karena saya tahu betul kerepotan mengajak anak saat berpergian atau betapa letihnya berdiri dengan perut besar. Pengalaman menjadi orang tua memang mendorong diri kita untuk lebih peduli dengan orang-orang sekitar.
Lebih mudah berempati pada orang tua
Dulu: sebelum punya anak, saya pernah kesal dengan orang tua yang tak bisa mendiamkan anaknya saat tantrum atau pecicilan. Begitu juga terhadap orang tua yang tidak bisa mengontrol emosi menghadapi polah si kecil.
Saya pun berpikir dalam hati, “Pokoknya, kalau nanti sudah punya anak, saya akan menjadi orang tua yang lembut bak malaikat. Anak-anak saya juga harus berperilaku manis dan penurut.”
Sekarang: kenyataannya, pengalaman menghadapi anak balita tak semudah yang diharapkan! Kini saya justru iba pada orang tua yang membutuhkan kesabaran ekstra untuk menenangkan buah hati mereka.
Apalagi, Ayah dan Ibu harus konsisten menerapkan disiplin, sementara kita harus piawai mengelola emosi menghadapi polah anak-anak.
Pre-kids: I feel bad for that crying child
Post-kids: I feel bad for the parent of that crying child
Tak mudah menghakimi orang tua
Dulu: saya pernah menganggap gaya dan keputusan pengasuhan orang tua tertentu enggak asik, keliru, dan sebagainya.
Sekarang: prinsip saya adalah “always put yourself in other’s shoes” ketika gaya pengasuhan yang dianut berseberangan dengan orang lain.
“Oh, mungkin dia lebih cocok menerapkan gaya pengasuhan tersebut karena faktor tertentu.”
“Mungkin dia terlalu banyak beban atau kurang mendapat perhatian sehingga sulit mengontrol emosi.”
“Mungkin dia belum tahu atau kurang mendapatkan edukasi.”
“Menjadi ibu rumah tangga maupun perempuan bekerja punya tantangannya masing-masing.”
Saya pun berusaha menghormati perbedaan tersebut dan hanya berkomentar bila diminta atau ditanya.
Membiasakan bersopan santun
Dulu: ungkapan “tolong,” “maaf,” dan “terima kasih” terkadang luput ketika saya meminta bantuan atau saat menerima kebaikan.
Sekarang: sebagai orang tua, saya ingin memberikan teladan bagi buah hati. Di antaranya dengan membiasakan mengucapkan ketiga kata pamungkas tadi pada anak maupun orang lain untuk mengajarkan pentingnya sopan santun dalam keseharian.
Masih banyak contoh-contoh transformasi yang ingin saya bagikan dengan Ayah dan Ibu. Pembahasannya berlanjut di artikel Jadi Orang Tua, Cara Pandang Berubah, ya!
(Febi/Dok. Pixabay)