Tak dipungkiri, kehadiran pengasuh memberikan ‘kemewahan’ tersendiri bagi Ayah dan Ibu. Sebut saja, keleluasaan untuk me time dan istirahat sejenak, bisa diandalkan saat harus bekerja lembur, dan sebagainya. Tapi, drama di baliknya ternyata banyak juga, lho. Yuk, kita simak lebih jauh risiko mempekerjakan pengasuh dari segi ekonomi dan tumbuh kembang anak!
Biaya di luar gaji
Bila Ayah dan Ibu mempekerjakan seorang pengasuh, bersiap-siaplah dengan biaya tak terduga lainnya. Pernah suatu ketika, pengasuh anak saya tersiram minyak panas dan harus segera dibawa ke instalasi gawat darurat. Saya juga pernah harus menanggung biaya pengobatannya di rumah sakit saat ia mengeluh sakit perut tak tertahankan. Biayanya pun cukup menguras kantong, yakni sekitar Rp 500.000.
Tapi, itu memang risiko mempekerjakan seorang pengasuh. Kita harus siap soal biaya kesehatan sampai ongkosnya untuk pulang kampung. Bahkan, ada juga teman saya yang membiayai pulsa dan perlengkapan mandi bulanan pengasuhnya.
Risiko anak kurang stimulasi
Bila dalam sehari anak lebih banyak berinteraksi dengan pengasuhnya, waspada kurangnya stimulasi pada si kecil. Ini karena kebanyakan pengasuh yang baru mulai bekerja kurang mendapatkan wawasan tentang pendidikan anak usia dini. Berdasarkan pengalaman saya diasuh nanny sewaktu kecil, sih, mereka suka menggendong saja atau menyambi menjaga saya dengan menonton sinetron, mendengarkan musik dangdut, atau telepon-teleponan dengan pacarnya. Tak disangka, saya pun jadi hafal beberapa lagu dangdut atau ikutan nonton sinetron saat masih balita. Duh!
Karena itulah, Ayah dan Ibu perlu rajin memberikan arahan tentang kegiatan bermain anak selagi kalian tidak di rumah. Tekankan juga aturan-aturan khusus, seperti batasan screen time, hal-hal yang boleh dan dilarang ditonton oleh anak, dan sebagainya.
Perlu pembekalan seputar parenting dan pendidikan anak usia dini
Berkenaan dengan poin sebelumnya, pengasuh perlu mendapatkan dua wawasan ini dalam berinteraksi dengan anak. Maka dari itu, orang tua tak perlu ragu mengikutkan Si Mbak pada berbagai babysitter class, bahkan seminar parenting. Selain mengarahkan kinerjanya, cara ini juga dapat membuat pengasuh diperlakukan profesional oleh Ayah dan Ibu. Mudah-mudahan, hal itu bisa menjadi nilai tambah buatnya dan bikin ia makin betah bekerja pada kalian.
Rentan mengalami penurunan kinerja
Terutama saat si Mbak jenuh, kecanduan gadget, sedang kasmaran bila pengasuh masih lajang, atau tengah menghadapi konflik keluarga jika nanny sudah menikah. Dampaknya, mulai dari pasang wajah cemberut saat dimintai bantuan, malas-malasan saat mengasuh anak, sampai hal terburuk, kelalaian saat menjaga anak.
Bila Ayah atau Ibu mendapati gerak-gerik tersebut, sebaiknya bicarakan baik-baik dengan pengasuh. Jangan sampai ia memendam sesuatu yang nantinya malah merugikan anak.
@teekoreo: Alhamdulillah, dua asisten yang saya titipkan untuk kedua anak enggak hanya bisa gendong. Mungkin karena dari sisi usia mereka memang sudah senior. Jadi, sudah benar-benar seperti nenek ke cucu sendiri. Saya memang enggak mau punya asisten yang umurnya belia karena cenderung asal jaga, gendong, dan kebanyakan main handphone.
Ayah dan Ibu sudah siap dengan berbagai risiko di atas serta punya strategi agar si Mbak dapat bekerja sesuai ekspektasi? Kalau jawabnya ya, pilihan mempekerjakan pengasuh dapat menjadi keputusan yang tepat, kok.
Artikel ini merupakan lanjutan dari Drama Pengasuh Anak.
(Febi/ Dok. Pixabay)
1 comment
Anakku diasuh oleh neneknya (mama suamiku) ia juga keseringan nonton sinetron dan juga kadang ngerumpi dgn ibu2 tetangga,bahkan sering main hp juga .. Duh, jadi khawatir , mau bayar baby sitter takut ibu mertuaku tersinggung ??
Dilema bangett ini