Beberapa waktu lalu ada yang request ke Bumin, “Ke depannya bahas mengenai plasenta previa dong,” kata pemilik akun @dian_tjipto. Sebenarnya apa itu plasenta previa? Ternyata, plasenta previa enggak bisa dianggap remeh. Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2012, 28% penyebab kematian ibu adalah terjadinya perdarahan, yang diantaranya disebabkan oleh plasenta previa. Tapi asalkan kondisi ini ditangani sejak dini, keselamatan ibu dan bayi tetap bisa diupayakan.
Apa itu plasenta previa?
Plasenta atau ari-ari berfungsi untuk menyalurkan oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin. Selain itu, membuang zat sisa dari janin di dalam rahim. Pada kondisi plasenta previa, plasenta yang normalnya berada di sisi atas rahim justru menutupi seluruh atau sebagian mulut rahim, yang merupakan jalan lahir bayi.
Jenis plasenta previa
Dalam buku 9 Bulan yang Menakjubkan karya Boni, dkk., disebutkan empat tipe plasenta previa. Masing-masing tipe berpengaruh pada proses melahirkan yang kemungkinan bakal Ibu lalui.
Pertama, plasenta previa totalis yaitu plasenta menutupi seluruh jalan lahir. Bayi tidak mungkin dilahirkan lewat vagina karena Ibu beresiko mengalami perdarahan hebat.
Kedua, plasenta previa partialis dimana plasenta menutupi sebagian jalan lahir. Biasanya bayi juga tidak dilahirkan secara normal karena resiko perdarahannya masih besar.
Ketiga, plasenta previa marginalis. Pada kondisi ini, hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Bayi bisa dilahirkan secara normal tapi tetap ada kemungkinan perdarahan.
Keempat, low-lying placenta. Seperti namanya, plasenta terletak rendah hanya berjarak beberapa sentimeter atau milimeter dari jalan lahir. Bayi dapat dilahirkan lewat vagina. Tapi biasanya dokter tetap berjaga-jaga untuk melakukan transfusi jika terjadi perdarahan.
Gejala plasenta previa
Menurut situs AloDokter, plasenta previa bisa terdeteksi melalui pemeriksaan USG di trimester kedua, yaitu di minggu ke 18-21 kehamilan. Biasanya ibu hamil yang mengalami plasenta previa juga menunjukkan gejala berupa perdarahan tanpa rasa sakit. Banyaknya darah yang keluar bisa banyak atau sedikit, tergantung kondisi tiap orang. Ada juga ibu yang mengalami kontraksi dan nyeri di sekitar punggung serta perut bagian bawah.
Siapa yang beresiko mengalaminya?
Penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti. Tapi ada beberapa kondisi yang beresiko mengalaminya, antara lain:
- Ibu yang pernah mengalami plasenta previa 12 kali lebih beresiko mengalami lagi di kehamilan berikutnya.
- Ibu dengan kehamilan kembar, karena besarnya plasenta maka beresiko terjadi perdarahan baik saat hamil atau melahirkan.
- Menjalani operasi caesar di kehamilan sebelumnya (semakin sering menjalani caesar, maka resikonya makin besar).
- Kehamilan tidak sehat, misalnya wanita dengan kebiasan merokok dan konsumsi alkohol.
- Pernah menjalani operasi pada rahim seperti kuretasi atau pengangkatan miom.
- Ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, terutama kalau sudah 3 kali melahirkan.
- Ibu dengan kelainan bawaan bentuk rahim atau ada tumor rahim.
Jika di tengah kehamilan terdeteksi ada plasenta previa di tubuh Ibu, sebaiknya kamu tetap tenang ya. Dalam BabyCenter dijelaskan, seiring bertambahnya usia kehamilan, umumnya plasenta tidak lagi menutupi jalan lahir. Bukan karena plasentanya bergerak. Melainkan karena bentuk leher rahim makin memipih sehingga plasenta seolah bergeser menjauhi mulut rahim.
Biasanya sebelum memasuki minggu ke-28 (7 bulan), plasenta previa bisa dibiarkan, asalkan tidak terjadi perdarahan. Tapi pemeriksaan USG secara rutin tetap perlu dilakukan untuk mengecek posisi plasenta yang tentunya bakal memengaruhi proses persalinan.
(Dyah/ Dok: Shutterstock)