Pre-teen atau biasa kita sebut dengan pra-remaja adalah fase perkembangan anak yang tidak kalah menantang dari fase-fase sebelumnya.
Penyebutan istilah pre-teen secara global juga bisa dengan tweens. Istilah tweens ini berasal dari peralihan antara children ke teenagers.
Tapi, kita sepakat dulu akan menyebut subjek ini dengan istilah pra-remaja saja ya. Coba, di sini absen dulu yang sudah punya anak di fase pra-remaja.
Salah karakter unik yang dimiliki anak pra-remaja adalah mereka berusaha untuk mandiri, tapi juga masih butuh bantuan banyak dari orang tua. Hihi, kadang merasa lucu sendiri ya melihat tingkah mereka.
Tapi, ini hal normal ya. Kita sebagai orang tua, pun ingin anak yang bertambah usianya, juga semakin mandiri. Perubahan seperti ini yang kerap menimbulkan pergesekan antara anak dan orang tua. Selisih paham, karena anak merasa sudah tahu dan orang tua merasa yang paling tahu segalanya.
Tenang, Parents, dinamika seperti ini kerap terjadi dan hal ini normal kok. Eh iya, sampai lupa menyapa Parents, nih.
Hai hai semuanya! Apa kabar hari ini? Semoga selalu dalam kesehatan dan segala urusan diperlancar ya.
Parents, seperti judul dan prolog yang sudah dibaca di atas, bahasan kali ini akan mengulas tentang perubahan apa saja yang kerap terjadi dari anak gemoy kita yang beranjak ke fase pra-remaja. Walau pun sudah pra-remaja, tetap gemoy kok. Hihi.
Pre-Teen, Tweens, Pra-Remaja
Sudah naluri alami kalau kita sebagai orang tua pasti ingin anak terjaga dan baik-baik saja. Tetapi, perkembangan anak yang begitu pesat, rasa ingin tahu yang tinggi, dan mengutip salah satu lirik lagu dari Tulus dengan judul Tujuh Belas – “batas naluri bahaya…dulu tingginya lebih logika” – anak dengan naluri yang mereka punya, juga kerap mencoba batasan yang ada.
Yah, kok kita yang jadi was-was, ya?
Tenang Parents, semua hal tersebut wajar terjadi karena rasa ingin tahu anak yang begitu tinggi. Kita hadir di perjalanan mereka, sebagai pemandu agar anak tidak terjerumus atau berbelok terlalu jauh dari jalurnya.
Faktanya, manusia berubah, kita sebagai orang tua mengalami perubahan dan anak yang beranjak dewasa juga akan berubah. Perubahan itu pasti terjadi.
Lalu, apa saja sih yang berubah dari anak-anak kita yang sedang di fase pra-remaja ini? Parents, secara garis besar akan ada empat sektor yang akan mengalami perubahan cukup signifikan. Perubahan di empat sektor tersebut yang juga kerap menjadi faktor-faktor penentu hidup anak.
Empat sektor perubahan yang dimaksud, adalah:
- Perubahan secara fisik
- Perubahan secara kognitif
- Perubahan secara sosial
- Perubahan dan perkembangan emosi
Nah, kita bahas satu per satu ya, Parents.
Fisik Anak Berubah, Parents Tidak Perlu Gegabah
Salah satu faktor biologis yang memengaruhi perubahan fisik pada anak adalah Pubertas. Parents, kita semua mengalami pubertas, jadi kita tidak perlu gegabah menanggapi berbagai perubahan fisik yang terjadi pada anak.
Anak perempuan saat mengalami pubertas, misalnya sudah mulai menstruasi dan payudaranya tumbuh. Lalu, anak laki-laki yang tinggi badannya tumbuh signifikan, sampai suaranya yang berubah, kerap menjadi lebih berat.
Parents, perubahan fisik ini bisa mulai dari umur 9, 10, atau 11 tahun, dan hal ini normal terjadi. Menurut Laura Kirmayer, PhD, seorang Psikolog Klinis, mengungkapkan bahwa perubahan fisik yang terjadi pada anak, kerap membawa kebingungan bagi mereka.
Nah, di sinilah saat yang begitu tepat kehadiran Parents diperlukan. Pandu mereka saat melewati perubahan fisik ini. Misalnya, saat mulai di wajah tumbuh jerawat. Tingkat kepercayaan diri anak biasanya goyah, sampai bisa merasa salah ke diri sendiri – padahal, ini memang efek dari pubertas.
Sehingga, cukup fundamental buat Parents dan kita semua untuk mengenalkan pubertas pada anak-anak kita yang masuk ke fase pra-remaja. Beritahu secara perlahan, jelas, dengan segala kemungkinan atau konsekuensi yang terjadi saat pubertas. Semua perubahan fisik tersebut normal terjadi.
Kognitif Berkembang, Anak Punya Pola Pikir Sendiri
Selain perubahan fisik yang mudah terlihat, perubahan selanjutnya adalah pola pikir. Kita sama-sama mengetahui bahwa anak mempunyai daya serap yang begitu cepat. Nah, dari daya serap yang tinggi ini, menurut Dr. Kirmayer, anak tengah membangun “meta-cognitive state” yang berarti mereka mulai memiliki kemampuan untuk sadar akan pikiran mereka sendiri.
Kemudian, kondisi ini juga membuat anak sadar akan adanya pendapat atau perspektif lain yang juga mempunyai nilai yang dapat memengaruhi keberadaan mereka. Kognifitif yang tengah berkembang ini, juga akan memengaruhi perubahan secara sosial.
Anak Mulai Bersosialisasi
Pola pikir anak pra-remaja memang kadang suka bikin geleng-geleng kepala. Tapi, tenang Parents, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, hal ini kerap lumrah terjadi – asal tidak keluar dari kaidah-kaidah dan nilai baik pada umumnya ya.
Pola pikir pra-remaja cenderung mengarah ke kemandirian, di mana hal ini normal dan baik, tetapi suka bikin gemas karena mereka tahu mereka belum mampu, tapi ingin melakukannya. Hal ini bisa kita sikapi perlahan ya, Parents.
Namun, salah satu hal fundamental yang bisa kita ketahui dari anak pra-remaja kita yang mulai bersosialisasi adalah kemampuannya untuk bercerita tentang dirinya sendiri dan kesadaran mereka akan lawan jenis.
Nah, soal kesadaran akan lawan jenis bisa bikin Parents kembang kempis, nih. Hihi. Tapi, hal ini lumrah kok, Parents. Seperti yang sudah kita ketahui bersama kalau pra-remaja adalah fase di mana anak bertemu dengan pubertas. Menyadari akan keberadaan lawan jenis jadi hal normal yang terjadi.
Mulai Drama Deh, si Kakak…
Tidak kalah terlihat dari beberapa perubahan yang sudah disebutkan sebelumnya, perubahan emosi juga terlihat jelas di anak pra-remaja.
Drama? Pasti. Tapi, lagi dan lagi, hal ini normal, Parents. Perubahan rasa, emosi, kesadaran akan perasaan orang lain begitu dinamis terjadi di fase pra-remaja. Sehingga, wajar jika mereka terlihat drama.
Validasi emosi yang diajarkan dari kecil akan begitu berguna di perubahan ini, Parents. Pun akan seterusnya berguna, sih. Tapi, poinnya adalah validasi emosi akan terus bergulir. Anak pra-remaja akan semakin mempunyai emosi yang kompleks, di mana ada emosi atau rasa yang sebelumnya tidak ada, dan jadi muncul saat anak di fase pra-remaja dan dewasa nantinya.
Mereka kerap kesulitan untuk membagi fokus soal emosi yang dirasakan. Di sini, kehadiran Parents tentunya menjadi fundamental untuk anak. Kita mesti temani mereka untuk memaparkan emosinya satu per satu.
Nah, bagaimana Parents? Cukup panjang ya bahasan dan ulasan kali ini. Tapi, kita jadi sama-sama mengetahui bahwa ada empat sektor perubahan yang terjadi pada anak pra-remaja dan begitu terlihat oleh kita sebagai orang tua.
Menjadi orang tua, menjadi teman, menjadi sahabat, atau bahkan jadi teman curhat – sepertinya jadi deretan peran yang akan Parents dalami selama anak tumbuh dewasa. Satu poin yang tidak kalah penting dari insight lainnya adalah, kita perlu nikmati semua ini, Parents.