Parents, adakah yang punya hubungan baik dengan mertua? Asik ya, bisa rukun sama orang tuanya pasangan, sayang nggak semua mantu bisa akur sama mertuanya, apalagi mantu perempuan. Hmm.. kayaknya ada aja deh gesekan sama ibu mertua.
Memang terdapat penelitiannya konflik mertua-menantu lebih sering terjadi daripada mantu lelaki. Menurut psikolog klinis Ega Alfath, M.Psi, ada banyak penyebab yang bikin istri dan ibu mertua nggak akur mulai dari cara pengasuhan anak sampai ada rasa takut tergantikan.
Nah, kan, jadi makin penasaran sama konflik yang nggak pernah ada habisnya ini, bisa ngalah-ngalahin episode sinetron 😀 Yuk, kita liat penyebab terjadinya kedua pihak ini sering bertengkar, berdasarkan penjelasan psikolog.
Finansial dan pengasuhan
Perbedaan pengasuhan dan cara mengelola finansial sering menjadi pemicu konflik. Nggak dipungkiri, istri lebih sering berperan sebagai koordinator keuangan dan pengasuhan. Mertua yang merasa lebih berpengalaman ini, biasanya akan mencoba mengajarkan apa yang dia terapkan. Ketika terjadi perbedaan, maka konflik mungkin terjadi.
Peran yang tergantikan
Hadirnya istri dianggap menggantikan kedudukan ibu pada anak lelakinya. Hal ini memunculkan rasa cemburu, anak dianggap lebih memilih istri dibanding ibunya yang sudah lama bersama dan berkorban untuknya. Jadi ada rasa bersaing untuk mendapat peran perempuan utama dalam keluarga. Biasanya, ini lebih sering terjadi pada ibu yang single parent atau ibu yang merasa kesepian dalam hidupnya.
Kesamaan gender
Ibu mertua dan istri sama-sama perempuan yang mempunyai kepekaan emosional. Hal ini membuat mereka cenderung responsif terhadap ketidaknyamanan yang mereka alami. Ketika responnya terlalu jelas, maka akan memicu konflik antar keduanya.
Gimana, Parents? Bener semua nggak nih yang dijelasin Mbak Ega? Kalau bener semua, Mammin mau ingetin buat sabar, sabar, dan sabar sambil kerjasama dengan suami untuk meminimalisir konflik.
Dalam penjelasan Mbak Ega, konflik ini sebaiknya dimediasi oleh suami. Biasanya ibu mertua akan lebih mendengarkan anaknya (suami) daripada menantunya, demikian juga sebaliknya. Maka dari itu, penting bagi suami untuk bersikap netral dan menenangkan satu sama lain, serta melihat pemicu konflik dengan perspektif yang lebih positif.
Bergantungnya suatu keluarga, pada keluarga besar yaitu mertua atau orang tua akan menimbulkan rasa mempunyai hak untuk mengatur rumah tangga anaknya. Adanya dua kontrol ini akan memicu konflik berkepanjangan. Jadi sebaiknya, membangun keluarga yang mandiri menjadi cara yang bisa ditempuh untuk membuat batasan dengan mertua, sehingga potensi konflik menjadi lebih rendah.
Sudah makin paham ya, Parents untuk menghadapi kondisi ini. Walaupun omongan dan sikap mertua kadang bikin nyelekit, usahakan untuk nggak terlalu baper, ya 🙂 solusinya komunikasi ke suami dan membangun kemandirian dalam berkeluarga.