Ibu mana yang tak panik saat si kecil sakit? Saya sendiri pernah merasakannya. Kepanikan itu terkadang membuat kita sulit berpikir rasional. Belum lagi, adanya desakan orang-orang sekeliling untuk segera meminumkan obat pada buah hati, memeriksakannya ke dokter, atau cek darah. Padahal, tidak semua gejala penyakit membutuhkan terapi obat maupun pemeriksaan penunjang. Namun, bila kita memahami pentingnya observasi saat anak sakit, Ibu akan lebih hati-hati dalam bertindak.
dr. Windhi Kresnawati, SpA, mengimbau orang tua untuk mengutamakan observasi tanda gawat darurat dan fokus mencari penyebab ketika anak sakit. Bukan sebaliknya, yakni berupaya menghilangkan gejala penyakit seperti demam, batuk, dan sebagainya. Perilaku dan kondisi anak sangat penting dijadikan patokan untuk menilai ada atau tidaknya kegawatdaruratan. Tanda-tanda gawat darurat yang dimaksud, antara lain sebagai berikut.
Sesak napas
Ketika anak sesak, napasnya tersengal-sengal, misalnya saat sedang tidur atau menysusu. Ayah atau Ibu bisa juga bisa menilainya dari upaya anak bernapas. Perhatikan lehernya, tertarik atau tidak? Apakah seperti ada usaha luar biasa untuk bernapas? Jika ya, orang tua bisa mencurigai gejala tersebut mengindikasikan infeksi di paru-paru dan sampaikanlah ke dokter.
Tanda lainnya adalah bibir yang membiru karena kekurangan oksigen.
Dehidrasi
Menurut dr. Windhi, ginjal adalah organ yang pertama kali mendapatkan efek samping dari dehidrasi. Untuk mengetahui anak dehidrasi atau tidak, perhatikan warna urine dan frekuensi buang air kecilnya. Jika warna urine lebih pekat dan popok sekali pakai anak sering kali ringan, bisa jadi ia mengalami dehidrasi. Demam maupun sumber penyakit bisa menjadi pemicunya.
“Misalnya anak saya demam, hal yang saya takutkan nomor satu seharusnya dehidrasi, bukan kejang. (Tubuh) sudah pasti dehidrasi kalau suhunya naik karena itu minumnya harus tambah banyak. Kalau ada ibu yang masih menyusui, perbanyak ASI atau kasih minum air putih (untuk anak di atas 6 bulan),” jelas dr. Windhi.
Penurunan kesadaran
Dehidrasi pun berpengaruh pada kinerja otak. Karena itulah, anak yang dehidrasi cenderung loyo dan sering mengantuk. Kalau umumnya anak mengamuk ketika dibangunkan, anak yang dehidrasi justru bereaksi sebaliknya, yakni lemas.
“Anak yang tadinya ceria dan bisa ngobrol, ketika mengalami penurunan kesadaran, kelihatannya ngantuk terus. Makanya saya bilang, kalau ada anak di IGD (Instalasi Gawat Darurat) teriak-teriak, sementara anak satu lagi enggak bisa nangis, itu dokter IGD-nya akan pergi ke arah anak yang tidak sadar,” jelas dr. Windhi saat mengisi sesi tentang demam di acara PESAT.
Kejang demam kompleks
Tanda kegawatdaruratan lainnya adalah kejang lama dan berulang. Namun, bedakan dengan kejang demam sederhana, ya. Kejang demam kompleks berlangsung lebih dari 15 menit, berulang dalam 24 jam, dan terbatas pada satu sisi tubuh. Misal, tangan kirinya saja yang kejang. Sementara kejang demam sederhana tidak berulang, lebih singkat, dan kekakuan tubuh menyeluruh.
Jika ada salah satu atau lebih tanda gawat darurat di atas, segera bawa buah hati ke fasilitas kesehatan terdekat, ya.
(Febi/ Dok. Pixabay)