Beberapa ahli psikologi merekomendasikan pemberian hadiah untuk mendorong perilaku baik anak. Hadiah yang dimaksud tidak melulu mengeluarkan banyak uang. Bentuknya dapat berupa stiker, pelukan, ciuman, stempel, dan hal lain yang dapat meningkatkan harga diri anak.
Namun, ada juga pakar lainnya yang menyarankan orang tua untuk tidak menjadikan pemberian hadiah sebuah kebiasaan. Salah satunya adalah Psikolog Najelaa Shihab.
Menurut Najelaa, reward/hadiah/sogokan tidak mendukung kemandirian anak, malah membuatnya tergantung. Dukungan lebih baik ketimbang hadiah.
“Disiplin positif diterapkan dengan cara memberikan dukungan. Orang tua perlu paham perbedaannya,” tulis Najelaa dalam bukunya yang berjudul Keluarga Kita Mencintai dengan Lebih Baik.
Perbedaan hadiah dan dukungan
Menurut Najelaa, perbedaan hadiah dan dukungan adalah sebagai berikut.
- Hadiah dijanjikan sebelum perilaku untuk mengontrol/memanipulasi anak, sedangkan dukungan bersifat spontan dan mengekspresikan perasaan orang tua.
- Dukungan menciptakan kenikmatan yang berhubungan dengan diri anak (internal), sementara hadiah membuat anak fokus pada faktor di luar dirinya.
- Hadiah diukur dan ditetapkan orang tua. Dukungan disesuaikan dengan tingkat antusiasme anak.
- Hadiah diberikan saat anak sukses, sementara dukungan diberikan dalam berbagai situasi, termasuk kesulitan.
Pengkategorian ini berbeda dari pendapat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat pada artikel sebelumnya yang mengklasifikasikan dukungan sebagai bagian dari hadiah.
“Banyak juga yang mengatakan bahwa reward dibutuhkan di tahap awal dan usia dini karena anak membutuhkan pengalaman belajar yang konkret. Perlu dipahami bahwa dukungan sudah cukup untuk anak karena melibatkan emosi dan emosi adalah hal yang konkret dirasakan,” jelas Najelaa.
Motivasi diri anak sebenarnya tumbuh secara alamiah
Pendiri Keluarga Kita ini menekankan pentingnya dukungan untuk memupuk motivasi diri anak agar terus tumbuh secara alamiah. Ini karena sesungguhnya setiap anak terlahir dengan motivasi diri. Tidak ada yang mengancam atau mengimingi anak untuk belajar berjalan, misalnya.
“Saat anak berada dalam lingkungan yang tidak membatasi, ia mempunyai dorongan untuk mencoba dan mengembangkan potensi diri,” tulis Najelaa dalam bukunya.
Orang dewasa yang membiasakan memberikan hadiah maupun sogokan akan mematikan motivasi dalam diri anak dan menggantikannya dengan motivasi dari luar yang tidak akan langgeng.
Sementara, dukungan menumbuhkan kesadaran karena cinta tak bersyarat, bukan kepatuhan sementara lantaran mengharapkan ganjaran atau ketakutan kehilangan kesenangan.
Hadiah boleh saja diberikan asalkan bukan sebagai syarat
Pemberian hadiah boleh-boleh saja asalkan tidak menyebabkan ketergantungan dan bukan menjadi syarat atas perilaku maupun alat manipulasi. Hadiah sepatutnya diberikan dengan spontan sebagai tanda sayang karena orang tua memiki rezeki lebih, namun bukan satu-satunya cara mengekspresikan rasa sayang. Orang tua juga dapat menunjukan rasa sayang lewat kehadiran, permainan, pesan, dan berbagai pengalaman bersama orang tua.
Lalu, bagaimana dengan program pemberian hadiah seperti menggunakan stiker dan sebagainya?
Menurut Najelaa, pemberian stiker dapat dikategorikan sebagai reward/hadiah karena orang tua memberikan stiker untuk setiap perilaku baik anak. Di awal orang tua juga menjanjikan hadiah yang lebih besar untuk ditukarkan jika anak mengumpulkan sekian banyak stiker. Selain memanipulasi/mengontrol perilaku anak, pemberian stiker juga membuat anak hanya fokus pada faktor eksternal di luar dirinya (hadiah).
Kamu sudah mendapatkan dua sudut pandang pro dan kontra tentang pemberian hadiah untuk mendorong perilaku baik anak. Pilihan pengasuhan kembali lagi pada keputusan dan kecocokan masing-masing orang tua. In reality, there’s no ‘right’ or ‘wrong’ way to be a parent, just your way. ☺
(Febi/Dok. Shutterstock)