Saat ini saya tinggal bersama mertua juga adik ipar yang duduk di bangku SMA. Kalau saya hitung-hitung, sudah tiga tahun lebih kami tinggal bersama.
Saya pun tak pernah menyangka, tinggal bersama adik ipar butuh penyesuaian yang begitu besar. Awalnya, hubungan saya dengan adik ipar baik-baik saja. Sampai akhirnya, saya menjaga jarak untuk menghindari konflik. Mungkin kepribadian saya tidak cocok dengan adik ipar. Soalnya, saya kerap tidak sreg terhadap tindak-tanduknya. Kondisi itu lantas memaksa saya menerapkan sejumlah prinsip demi menghindari konflik saat serumah dengan ipar.
Jaga jarak ketika sering menemukan ketidakcocokkan
Tepatnya dengan berkomunikasi seperlunya saja. Soalnya, sebelum saya menerapkan prinsip ini, saya merasa sering direpotkan oleh adik ipar. Mulai dari pinjam smartphone hanya untuk membuka media sosial pribadinya sampai minta dibuatkan pekerjaan rumah. Saya pun merasa perlu menjaga jarak untuk mengurangi kecenderungannya meminta bantuan yang tak penting.
Ceritakan keberatan dengan santun kepada pasangan
Ketika tinggal dengan saudara kandung saja, berbagai perbedaan dalam hal kebiasaan di rumah menuai perdebatan. Apalagi, saat tinggal dengan orang yang bukan saudara kandung? Tantangannya lebih besar karena kita harus bersabar dan tetap santun.
Tapi, ada kalanya kebiasaan adik ipar memancing emosi negatif hingga menimbulkan dorongan untuk mengadukannya ke ibu mertua. Beruntung, godaan itu tak pernah terwujud. Soalnya, saya sadar bahwa masalah baru justru dapat muncul sebagai dampaknya. Akhirnya, saya hanya menceritakan uneg-uneg tentang adik ipar kepada suami. Kebetulan, ia cukup netral dan terbuka jika saya mengungkapkan keberatan terkait keluarganya. Suami biasanya menyarankan saya untuk bersabar dan memberikan solusi praktis. Saya pun merasa lebih lega lantaran bisa mengungkapkan kekesalan saya dan merasa dipahami.
Sikap terbuka pada suami juga membuatnya tidak pernah menuntut apapun terkait interaksi saya dengan ipar. Meski begitu, saya berusaha untuk menyampaikan keberatan tentang adiknya secara baik-baik. Misalnya, saya menekankan keberatan terhadap perilaku adik ipar saja dan menghindari pemberian label tertentu tentang pribadinya.
Tanamkan kesadaran bahwa miskomunikasi wajar terjadi
Inilah kesadaran yang perlu ditanamkan ketika menyatakan siap tinggal serumah dengan mertua beserta anak-anaknya. Keputusan itu pun membawa saya pada konsekuensi bahwa saya siap berbagi banyak hal dengan mereka dalam menjalankan keseharian. Mulai dari berbagi hidangan, air, sampai listrik yang dipakai sehari-hari. Tentu saya berhutang budi terhadap mertua yang bersedia ditumpangi selama ini. Nah, ketika saya menghadapi masalah miskomunikasi dengan adik ipar, saya berusaha membawa lagi kesadaran itu. Tujuannya agar saya bisa berpikir jernih dan tidak terpancing melakukan hal-hal yang menimbulkan masalah baru.
Memangnya apa sih, miskomunikasi ketika tinggal serumah dengan ipar? Beberapa waktu lalu saya mendapati bagian belakang sepatu baru saya diinjak dan ternyata adik ipar baru saja memakainya tanpa izin. Kejadian serupa sebelumnya adalah sepatu olahraga saya dipakai hingga berlumuran tanah di bagian bawah. Ketika saya konfirmasi, ia berdalih tidak tahu bahwa sang pemilik sepatu adalah saya. Peristiwa seperti itu sudah terjadi beberapa kali, lho. Tapi, berbekal kesadaran tadi, Alhamdulillah, saya bisa mengendalikan diri untuk tidak melibatkan mertua atau mengomel pada sang oknum. Ketidaksengajaan menggunakan hak milik orang lain menjadi sulit terhindarkan ketika berbagi tempat tinggal, bukan?
Sampaikan langsung keberatan jika telah mengganggu kenyamanan diri
Kesabaran seseorang tentu ada batasnya. Saya juga tak ingin kenyamanan menjalani hari terus-menerus terganggu dengan perilaku orang lain yang tak menyenangkan. Ada kalanya saya menegur secara singkat, padat, dan jelas kepada adik ipar ketika ia mengulangi kebiasaannya. Usai menegur, saya tak ungkit-ungkit lagi apalagi menyindir. Kecuali, ia mengulangi perbuatan yang sama lagi, saya tentu menegurnya kembali.
Mind your own business
Sering kali saya kesal sendiri menyaksikan interaksi adik ipar dengan orang-orang terdekatnya di rumah. Pernah menonton sosok antagonis dalam sebiah sinetron? Gemas, kira-kira seperti itu rasanya. Tapi, saya berprinsip agar rasa gemas itu berhenti di diri saya sendiri saja. Saya enggan mengomentari atau memberikan masukan apapun padanya. Saya juga tak mau membicarakan perilakunya dengan orang-orang serumah apalagi mertua. Selain tak ingin diperlakukan serupa, saya juga sadar diri pasti pernah berbuat kesalahan selama tinggal dengan keluarga mertua.
Kesimpulannya, kita perlu memiliki toleransi yang besar saat tinggal bersama ipar. Semangat buat Millennial Parents yang senasib!
(Febi/Dok. Shutterstock)