Hidup di era digital seperti sekarang ini, rasanya mustahil menjauhkan anak seratus persen dari gadget. Apalagi di abad ke-21, keluwesan menggunakan perangkat digital sudah jadi tuntutan zaman. Sistem pendidikan saat ini juga menuju ke arah pemutakhiran teknologi informasi.
Sebenarnya anak boleh-boleh saja menggunakan gadget. Kuncinya ada di kita sebagai orang tua. Kita yang menerapkan aturan agar si buah hati bisa menggunakan gadget dengan bijak.
Orang tua harus riset
Ninit Yunita, penulis novel Test Pack, pun berbagi cerita mengenai penggunaan gadget oleh kedua putranya yang kini duduk di bangku SD.
“Di rumah saya tidak menyarankan untuk nonton televisi karena edukasinya kurang. Saya tipe orang tua yang tidak melarang menonton YouTube, tapi tetap memperhatikan kontennya. Sebagai orang tua kita harus riset, tahu apa yang anak kita tonton. Soalnya di YouTube banyak juga konten yang sifatnya mendidik seperti proses terjadinya hujan dan sebagainya,” jelas Ninit dalam sebuah talkshow yang ia gelar bersama komunitasnya, The Urban Mama.
Berlakukan aturan tegas
Ninit juga tidak bisa melarang anak-anaknya menggunakan gadget. Dengan bermain gadget, mereka dapat memperoleh ragam informasi untuk membaur bersama teman-teman di sekolah.
Meski begitu, Ninit memberlakukan aturan penggunaan gadget yang tegas. Kedua putranya boleh menggunakan gadget untuk games saat akhir pekan, itu pun terbatas hanya tiga jam.
Ketegasan seperti yang dilakukan Ninit bisa juga kita terapkan untuk anak-anak kita yang berusia balita, lho. Hari biasa tanpa gadget? Why Not!
Sama halnya anak-anak usia sekolah yang rutin mejalankan kewajiban mereka, bayi dan balita juga harus belajar di hari-hari biasa. Yaitu, sti-mu-la-si. Biarkan si kecil berlarian dan bersentuhan berbagai hal secara langsung tanpa screen time karena itulah proses belajarnya.
Selalu dampingi anak
Kalaupun boleh bermain gadget, orang tua tetap harus terjun langsung mendampingi anak. Menurut Pakar Senior Bidang Pendidikan Itje Chodijah, pemahaman tentang digital itu sendiri belum dipahami sepenuhnya oleh masyarakat kita.
“Digital itu alat. Semestinya pemegang alat yang menentukan mau ke mana. Penggunaan teknologi semestinya membantu proses berpikir anak,” jelas Itje pada kesempatan yang sama dengan Ninit.
Menurut Itje, kita boleh mengenalkan gadget kepada anak-anak asalkan dengan dialog yang bisa merangsang cara berpikir mereka. Sambil menyaksikan tayangan YouTube, berinteraksilah dengan anak mengenai kontennya. Misal, dengan mencari jejak subjek maupun objek dalam tayangan.
“Si Swiper ada di mana, ya?”
“Ayo bilang, ‘Swiper jangan mencuri!’”
“Balon warna merah ada di mana ya?”
Bila anak Anda sudah sedikit lebih besar, tak ada salahnya menantangnya menarik kesimpulan dan menyampaikan kembali konten yang ia saksikan di YouTube.
Kecanduan gadget membuat anak manipulatif
Jangan sampai yang terjadi justru sebaliknya, anak diperbudak alat alias anak kecanduan gadget, bahkan mendorongnya bersikap manipulatif. Misal, anak tidak mau makan kalau tidak sambil menonton gadget.
Bila Ayah atau Ibu melarang penggunaan gadget di luar waktunya, pertahankan aturan tersebut seterusnya meski anak merengek atau menangis meraung-raung.
“Anak cenderung coba-coba jadi butuh konsistensi yang tinggi. Nanti lama-lama dia menjadikan inkonsistensi kita ‘alat’ ketika besar nanti, seperti perilaku cheating,” jelas Itje.
Gadget itu sebenarnya punya manfaat positif, kok. Asalkan, orang tua bisa bijak dan kreatif memberdayakannya untuk memperluas wawasan si buah hati.
(Febi/Dok. Pixabay)