Parents, sebagai orang tua ada kalanya kita merasa emosi dengan kesalahan anak. Terkadang kita juga berambisi agar si Kecil menjadi seperti apa yang kita inginkan. Ternyata, hal-hal seperti itu bisa membuat kita menjadi toxic parents.
Haduhh, Bumin nggak mau banget deh sampai kaya gitu. Bumin pelajarin banget apa itu toxic parents, jenisnya, dan dampak buruknya buat anak.
Nggak mau banget si Kecil ngalamin hal buruk dari orang tuanya. Terus ngasih dampak negatif sampai ia besar bahkan mempengaruhi mentalnya 🙁
Sebenarnya kayak gimana sih toxic parents itu? Apakah karena melakukan kekerasan fisik pada anak? No, nggak cuma itu. Kita terlalu memanjakan si Kecil aja bisa termasuk toxic.
Biar Parents paham apa itu toxic parents, Bumin bahas selengkapnya, ya. Tujuannya semoga kita terhindar dari sikap buruk sebagai orang tua, dan nggak nyakitin si Kecil baik itu pada fisik maupun mental.
Toxic parents
Mengutip Healthline, toxic parents menggambarkan orang tua yang selalu bikin si Kecil merasa bersalah, ketakutan, dan terlalu menekan anak untuk melakukan kewajibannya. Perilaku orang tua yang negatif ini akan membentuk kehidupan si Kecil ke depannya.
Hmm.. orang tua kan juga manusia, walaupun mau kasih apa aja yang terbaik buat anaknya, tapi tetap nggak luput dari kesalahan. Berbeda sama toxic parents, mereka sering melakukan kesalahan melampaui batas, bisa berteriak setiap saat, bisa juga terlalu menuruti apa yang diinginkan anak. Mereka melakukan itu demi mendapatkan standar ‘anak baik’ yang mereka inginkan.
Jadi toxic parents itu nggak selalu yang galak-galak ya, tapi juga yang terlalu memanjakan anak, overprotective, terlalu membebaskan anak juga termasuk orang tua yang toksik.
Topik toxic parents sendiri pernah dibahas oleh penulis dan terapis asal Amerika, Susan Forward dalam buku ‘Toxic Parents: Overcoming Their Hurtful Legacy and Reclaiming Your Life’. Dalam buku tersebut, Susan menjelaskan kelompok orang tua ini menekankan pada kedisiplinan yang berlebihan, menekan psikis anak, hingga sering mengiming-imingi anak hadiah.
Perbuatan itu timbul karena orang tua merasa berkuasa dan nggak mau ngerasa bersalah. Jadi yauda deh, anak diomelin aja sampai ngerasa malu dan ngerasa dirinya nggak berharga. Sering mendesak si Kecil untuk menjawab pilihan. “Kamu mau Ibu cubit apa buang mainannya? Jawab mau yang mana?”
Terus merasa sudah memberikan segalanya ke anak dan memiliki si Kecil sepenuhnya. Ketika anak udah mulai punya pilihan dan mencari apa yang dia inginkan, di situ toxic parents akan kesal karena merasa pengorbanannya nggak dihargai.
Udah gitu mereka ‘kan nggak mau ngerasa bersalah, jadi mereka sering menyalahkan anak atau nggak mau salah sampai nggak pernah ngelarang si Kecil. Mau si Kecil tidur malam, main gadget terus, dibolehin aja deh daripada anak nangis terus jadi ngerasa bersalah.
Hmm.. emang jadi orang tua itu nggak gampang ya? Beratttt. Ya, akhirnya kita memang harus ikhlas, sabar, melindungi, dan menyayangi. Tapi ‘kan nggak semua bisa seperti itu, masing-masing punya pemikirannya sendiri.
Mudah-mudahan kita nggak termasuk kategori toxic parents, ya.Mari kita sama-sama belajar menjadi orang tua yang nggak toxic. Ini Bumin sebutin ciri-ciri orang tua toksik.
Terlalu memikirkan diri sendiri
Sebagian orang tua dikaruniai anak ketika mereka belum siap lahir dan batin. Ada yang pengen punya anak tapi pas begitu lahir dia malah merasa tertekan dan merasa nggak siap untuk orang tua.
Kalau dari kasat mata, orang tua seperti ini terlihat biasa aja. Namun kalau kita mengetahui lebih dalam lagi, ia selalu memikirkan diri sendiri. Ada aja hal yang menurutnya lebih penting daripada anak.
Kekerasan fisik dan verbal
Yang namanya kekerasan nggak selalu kelihatan di fisik aja, tapi mental dan hati juga. Nggak ada yang tahu seberapa parahnya si Kecil sakit hati atau tersinggung karena perilaku kita.
Biasanya yang kita mudah lihat itu orang tua yang suka memukul, meneriaki anak, hingga kerap mengancam.
Ada juga kekerasan yang bikin si Kecil sakit hati atau mental breakdown sampai merasa rendah diri dengan playing victim, mempermalukan anak, selalu ngerendahin anak, atau gaslighting. Ini definisi sakit tapi nggak berdarah akibat perlakuan orang tua 🙁
Selain itu, lebih parahnya ada orang tua yang melakukan kekerasan seksual sama anaknya sendiri. Mulai meraba sampai akhirnya diperkosa, ini orang tua palinggg toksik sedunia.
Selalu mengontrol anak
Udah naluri orang tua buat ngelindungin anaknya, tapi kalau udah berlebihan jatuhnya bisa ngasih dampak negatif. Walaupun maksudnya baik untuk melindungi si Kecil dari hal apapun yang bahaya, tapi caranya salah.
Hampir semuanya nggak boleh karena semua dianggap bahaya, anak harus dilindungi kalau bisa dikekang, anak ngilang dikit dari pantauan langsung panik berlebihan. Sampai akhirnya si Kecil jadi takut sendiri mau ngapa-ngapain, takut orang tua panik dan diomelin.
Suka manipulatif
Bikin anak malu dan ngerasa bersalah udah jadi senjata toxic parents. Ada lho, orang tua yang sampai tega bikin malu anaknya di depan umum. Padahal apa yang ‘diributin’ juga nggak 100 persen salah si anak.
Kayak misalnya tuh gini yaa. “Kamu tuh, nyusahin banget jadi anak. Masa kayak gitu aja nggak bisa, gimana nanti udah gede pasti jadi murid ranking paling bawah, deh.”
Sebenarnya yaa, anak nggak perlu direndahin kayak gitu. Kalau kita mau rajin ngajak si Kecil belajar pasti akan paham pelajarannya juga, ‘kan? Cuma memang butuh proses.
Kurang memberikan batasan
“Pokoknya anak aku mau ngapain aja bebas deh, bolehh semuanya. Mau minta apa aja dikasih, belum minta aja udah dibellin. Hebat ‘kan?”
Yaa yang model kaya gini, nih. Secara kasat mata mereka terlihat sayang banget sama anaknya dengan selalu ngasih apapun kemauan anaknya. Sebenarnya ya nggak, mereka nggak tahu kebutuhan anak itu apa, selain hal-hal esensial.
Nanti pada akhirnya, orang tua yang capek sendiri. Nggak tahu harus gimana lagi karena anak jadi super manja, sering nyusahin orang lain karena selalu dikasih ‘jalan pintas’ sama orang tuanya, bahkan nggak bisa hidup dengan aturan.
Tipe anak-anak dari toxic parents
Sebagian anak-anak toxic parents kelihatannya oke-oke aja, tapi nggak tahu di dalamnya itu rapuh. Ada juga sih yang menunjukkan langsung kalau dia punya self esteem yang rendah karena sering dipermalukan orang tuanya.
Bumin jelasin lagi ya, tentang sikap anak-anak yang disebabkan oleh toxic parents melansir situs konseling KALM. Di luar terlihat oke, di dalamnya ambyarrrr 🙁
The ‘Perfect Child’
Ni anak, udah baik, penurut pula. Udah gitu siswa teladan, wah pokoknya idaman orang tua deh. Sekilas kelihatannya hebat dan membanggakan ya, tapi si Kecil punya beban yang masih dipanggul.
Jadi si Kecil rela menjadi ‘anak sempurna’ demi mendapat pengakuan dari orang tuanya. Terpaksa harus dewasa dan berprestasi supaya Ayah dan Ibu bisa memberikan kasih sayang.
Kondisi seperti ini bisa membuat orang nggak gampang percaya kalau orang tuanya toksik. Biasanya ‘kan anak berprestasi hingga penurut seakan orang tuanya sukses dalam mengasuh anak.
The Trouble Maker
Yap, anak ini sering banget dapet cemoohan dari orang tuanya, dikit-dikit dibilang bandel. Sebenarnya sih, apa yang anak lakuin belum tentu nakal. Anak-anak itu suka bereksplorasi dan ingin tahuuu semuanya, kadang dia juga nggak tahu mana yang bahaya mana yang nggak.
Ditambah orang tuanya juga yang toksik. Anak lagi suka lari-larian dibilang nakal, nggak mau makan katanya bandel, susah tidur dianggap nyusahin orang tua dan seterusnya. Lebih parah lagi kalau orang tua bisa sampai bilang nggak tahu diuntung, suka bikin onar, sampai anak nggak benar.
Haduhh.. Si Kecil akan menyerap apa yang dikatakan orang tuanya itu. Jadi deh pas udah besar dia seperti yang suka dibilang orang tuanya. Bisa juga, saking anak kesal selalu dikatakan hal buruk, jadinya dia merasa benci sama orang tuanya karena merasa nggak diberikan kasih sayang.
The Invisible Child
Biasanya anak seperti ini kelihatan baik dan pendiam. Temannya juga nggak banyak, pemalu dan rendah diri karena memiliki self esteem yang rendah akibat perilaku orang tuanya yang toksik.
Anaknya juga nggak ribet, dia merasa punya dunia sendiri karena pada kenyataannya semua nggak seindah harapannya. Selama di rumah mungkin ia selalu dianggap kurang oleh orang tuanya, memberikan yang terbaik pun nggak dianggap. Akhirnya si Kecil memilih untuk diam dan nggak macam-macam.
The Funny One
Parents pernah dengar nggak sih, anggapan kalau orang yang paling kelihatan bahagia itu yang suka sedih. Ya.. ada benarnya kok, termasuk pada anak-anak yang memiliki toxic parents. Anak-anak yang suka guyon, selalu bikin ketawa semua orang, friendly, selalu asik buat diajak kemana aja.
Ibaratnya mereka lebih milih santuy daripada mikirin masalah keluarga. Si Kecil kelihatan bahagia padahal sebenarnya depresi karena sikap orang tuanya.
The Parent-Child
Ini bikin bingung siapa yang jadi anak, siapa yang jadi orang tua. Si Kecil akan menjadi orang yang sibuk untuk menutupi kekurangan orang tuanya yang toksik. Selain itu ya, anak jadi menanggung beban orang tua.
Hampir semua kewajiban dan tanggung jawab orang tua ditimpalin ke anak. Si Kecil bakal capek hati banget menanggung beban.
Nah, anak-anak ini suatu saat nanti akan menjadi orang tua. Nggak menutup kemungkinan mereka akan berlaku toksik juga ke anaknya nanti. Antara balas dendam sama dia ‘meniru’ apa yang diberikan orang tuanya saat ia kecil.
Parents udah tahu juga ‘kan dampak negatifnya ke anak-anak. Kita nggak mau dia sampai melewati masa kecil yang suram dan tertekan. Anak yang pintar dan sehat juga terlahir dari lingkungan yang bahagia dan suportif.
Dari penjelasan di atas, kalau Parents merasa pernah melakukan hal yang toksik ke anak, bahkan merasa sulit untuk menghindari sikap buruk itu, coba untuk dikonsultasikan ke psikolog karena ini nggak berdampak ke diri kita aja tapi juga ke anak yang nggak tahu apa-apa.
Melansir Hello Sehat, sikap toxic parents bisa dihindari, kok. Kita harus niat untuk berubah dan punya lingkungan yang mendukung. Di saat ‘kumat’ ada orang yang mengingatkan. Ketika kita kesal karena masih sering mengulangi, ada teman atau kerabat yang menenangkan kita.
Semuanya butuh proses ya, Parents. Nggak bisa langsung berubah baik, tentu masih ada kurangnya, nggak apa-apa yang penting kita ada niat besar untuk berubah. Berikut caranya yaa.. 🙂
Mengurangi ekspektasi
Sadar nggak sadar, sedikit banyak, kita sebagai orang tua pasti punya ekspektasi terhadap anak. Ada yang mau anaknya jadi orang yang ramah, punya kesuksesan, berpenampilan menarik, dst.
Masalahnya setiap anak punya pribadi dan karakter yang berbeda. Sehingga kalau kita paksakan dan tekankan si Kecil untuk menjadi apa yang kita inginkan, itu akan menyakiti hati si Kecil. Sebab anak juga berhak menjadi dirinya sendiri asalkan nggak merugikan orang lain yaa..
Ingat lagi, tujuan kita sebagai orang tua bukan hanya membentuk anak menjadi sempurna tanpa cela. Yang terpenting, kita selalu mengajarkan si Kecil tentang nilai-nilai baik dalam kehidupan.
Duduk bersama si Kecil
Saat Parents menyadari apa yang dilakukan selama ini telah menyakiti si Kecil, ajak si Kecil duduk bersama dan meminta maaf atas apa yang telah Ayah atau Ibu lakukan. Walaupun masih Balita, si Kecil sudah mengerti konsep minta maaf, terima kasih, dan tolong.
Beri si Kecil penjelasan mengenai pengasuhan anak, katakan Parents masih banyak belajar. Lalau Parents kasih tahu, bahwa akan berubah lebih baik lagi dalam menjaga dan mengasuh si Kecil.
Bikin list sikap apa aja yang mau diubah
Parents bisa memulai jurnal dengan bikin daftar sikap apa aja yang mau diubah. Kalau sudah, kerjakan dulu yang paling mudah. Misalnya ada dua pilihan, yaitu nggak mau mengejek dan meneriaki si Kecil, anggaplah yang paling mudah menurut Parents adalah berhenti mengejek.
Mulai lakukan itu kurangi frekuensi mengejek si Kecil sampai akhirnya sikap itu benar-benar hilang. Minta bantuan dukungan teman, pasangan, kerabat, dan psikolog bila diperlukan. Mereka bisa membantu untuk mengingatkan Parents agar berubah menjadi lebih baik dan nggak jadi toxic parents lagi.
Melakukan diskusi dengan teman dan pasangan
Sadar telah menjadi toxic parents, kita perlu berdiskusi dengan pasangan atau teman terdekat untuk membicarakan sikap buruk di dalam diri. Melakukan hal ini mempermudah merefleksikan diri dan menentukan pola pengasuhan yang tepat.
Kalau kita udah keluarin unek-unek ke pasangan atau teman dekat pasti rasanya lega dan bisa berpikir jernih lagi. Kuncinya kalau ada masalah jangan lampiaskan ke anak.
Panjang ya, ngebahas soal toxic parents. Ya, menjadi orang tua itu bukan peran yang sepele. Pastinya kita ingin menghasilkan anak-anak yang sempurna seperti yang kita bayangin atau bahkan kayak anak tetangga 😀
Parents harus yakin, kalau anak punya potensinya masing-masing. Kita sebagai orang tua harus membimbingnya agar bisa mencapai apa yang ia cita-citakan, selalu berikan nilai-nilai tata krama, dan jangan lupa untuk selalu menghargai usahanya si Kecil 🙂
Pastikan si Kecil punya kepercayaan diri dan harga diri yang dibangun dari orang tuanya. Berikan ia kebahagiaan dan kenyamanan saat dekat dengan Parents. Dari situ, anak akan bisa menjadi pribadi yang menghargai dirinya dan memiliki empati terhadap orang lain.
“There are no perfect parents, and there are no perfect children, but there are plenty of perfect moments along the way.” – Dave Willis.