Ulama Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) beserta keluarga tengah berduka. Gheziya Naura Khadija, sang cucu, yang berusia dua bulan tutup usia pada Minggu, 20 Mei 2018. Gheziya merupakan anak dari pasangan Ghaitsa Zahira Shofa (Ica) dan Ustad Maulana Yusuf.
Kakak Ica, Ghaida Tsurayya, mengungkapkan keponakannya itu mengalami disseminated intravascular coagulation (DIC). Lantas, apakah DIC itu? Parentalk pun menanyakannya langsung pada Dokter Spesialis Anak Arifianto.
Dokter yang akrab disapa Apin ini akan memberikan penjelasan tentang DIC, penyebab cucu Aa Gym berpulang, berdasarkan pandangan dokter anak umum.
DIC adalah komplikasi, bukan penyakit
Menurut dr. Apin, DIC bukanlah suatu penyakit primer layaknya selesma (batuk pilek), flu, cacar air, atau penyakit kaki tangan dan mulut (HFMD). DIC lebih kepada dampak lanjutan dari suatu kondisi atau komplikasi penyakit.
Misalnya, seorang anak terkena pneumonia atau infeksi paru. Kuman dari penyakit tersebut kemudian menyebar ke seluruh tubuh lewat aliran darah sehingga terjadi sepsis atau infeksi berat. Sepsis dapat memicu kondisi DIC yang menjadi salah satu penyebab kematian.
Tak hanya infeksi berat, beberapa kondisi lainnya juga dapat mencetus DIC. Contohnya, anak yang menderita leukemia (kanker sel darah putih) dan reaksi alergi berlebihan setelah transfusi darah biasa.
“Karena suatu penyebab yang kita enggak tahu kenapa, tiba-tiba tubuh meresponnya berlebihan. Harusnya ditransfusi biasa-biasa saja, tapi kayak reaksi alergi berlebihan. Jadilah pendarahan yang berlebihan,” jelas dr. Apin kepada Parentalk.
Dokter Apin berpendapat, ketika anak dinyatakan meninggal karena DIC, orang tua dan dokter perlu mencari tahu pencetusnya. Misal, dugaan infeksi berat atau keganasan penyakit seperti leukemia atau tumor.
Bagaimana DIC bisa terjadi?
Tubuh kita memiliki faktor-faktor pembekuan darah yang merupakan suatu sistem kompleks. Faktor-faktor pembekuan darah yang dimaksud, antara lain
- trombosit (keping darah),
- faktor-faktor koagulasi (proses pembekuan darah), dan
- protein yang berperan untuk mengaktifkan faktor-faktor koagulasi.
Pada DIC, fungsi protein yang berperan untuk membantu aktifnya proses pembekuan darah berfungsi abnormal sehingga menyebabkan dua kondisi:
- Pembekuan darah yang berlebihan. Bekuan-bekuan kecil darah muncul di berbagai pembuluh darah. Jumlah oksigen yang mengalir ke organ-organ vital pun menjadi terhambat akibat bekuan-bekuan darah tersebut. Akibatnya, organ-organ vital tubuh kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kerusakan sel, bahkan kematian.
- Sebaliknya, DIC juga bisa menyebabkan pendarahan. Penyebabnya, yakni gangguan pada sistem fibrinolisis (kondisi pecahnya fibrin, salah satu agen pembeku darah). Alih-alih berfungsi membekukan dan menghalangi oksigen mengalir, protein yang berperan membekukan darah malah menimbulkan banyak pendarahan. Misal, pendarahan di organ yang vital. Pendarahan yang banyak otomatis membuat suplai oksigen berkurang dan kematian bisa terjadi.
Cara mendeteksi DIC
Menurut dr. Apin, DIC bukanlah kondisi yang dapat didiagnosis oleh orang tua. Pasalnya, kondisi DIC dapat diketahui lewat pemeriksaan darah lengkap di laboratorium.
“Belum sampai DIC pun orang tua sudah tahu kan kondisi gawat darurat secara umum. Kalau pneumonia kapan harus ke dokter. Jadi, kita enggak bisa mendeteksi,” jelas dr. Apin.
Jika DIC disebabkan oleh sepsis, biasanya terdapat kondisi pendahulu yang membuat orang tua membawa anaknya ke rumah sakit. Seperti gejala infeksi (salah satunya demam) disertai tanda-tanda kegawatdaruratan. Seperti penurunan kesadaran, sesak napas, atau kejang demam kompleks.
“Tapi, itu kan bisa terjadi karena apapun bukan karena DIC-nya. Misalnya, sesak napas bisa jadi karena pneumonia, tapi belum tentu karena DIC-nya. Orang tua enggak akan bisa tahu (kondisi DIC) karena diagnosisnya ditentukan pemeriksaan darah di rumah sakit,” ungkap dr. Apin.
Saran untuk orang tua
Selain mempelajari tanda kegawatdaruratan (selengkapnya dalam artikel Pentingnya Observasi Saat Anak Sakit), orang tua dapat berikhtiar mencegah DIC dengan memberikan imunisasi pada buah hati.
“Imunisasi bisa mencegah penyakit berat seperti pneumonia dan meningitis yang salah satunya bisa saja penyakit-penyakit ini ada risiko DIC,” tutup dr. Apin.
Selain itu, si kecil dapat menjalani pemeriksaan penunjang seperti cek darah di laboratorium untuk mencari penyebab penyakit yang gejalanya kurang jelas.
(Febi/Dok. Shutterstock)