Sejak anak pertama saya lahir, saya berkenalan dengan Metode Montessori. Yakni, metode dan filosofi pendidikan anak yang dikembangkan oleh Maria Montessori. Ia adalah seorang pendidik, ilmuwan, dan dokter berkebangsaan Italia. Ciri khas dari Metode Montessori adalah menanamkan kemandirian anak sejak berusia batita.
Kebetulan, saya mengambil kursus Metode Montessori secara online yang dipandu oleh Nur Sarah, S.Pd. Mont. Dipl. Ia adalah pemateri dalam program pembelajaran tersebut. Hukum perkembangan anak adalah materi favorit saya selama berguru pada Ibu Sarah. Buah pemikiran Montessori ini salah satunya mencakup hukum kemandirian yang berkembang secara alami pada anak.
Kemandirian adalah potensi alami yang tumbuh pada diri anak
Menurut Montessori, tiga tahun pertama kehidupan anak sangat penting dan intens. Pengalaman semasa ini akan terus berlanjut dalam kehidupan seorang anak. Pada dasarnya, Si Kecil akan mulai menunjukkan kemandiriannya di usia 2-3 tahun dan kondisi ini adalah potensi alami yang muncul pada diri setiap anak. Namun, kemungkinan kemandirian anak dapat berkembang atau tidak bergantung pada lingkungannya. Ada lingkungan yang mendukung kemandirian anak dan bisa pula hal yang terjadi sebaliknya karena kemampuan Si Kecil melakukan sesuatu masih belum sempurna.
Pada lingkungan yang mendukung kemandirian anak, orang dewasa mencontohkan cara menggunakan atau melakukan sesuatu dengan benar. Orang dewasa sekitar anak juga bersabar terhadap proses pembelajarannya.
Di sisi lain, pada lingkungan yang tidak mendukung kemandirian anak, orang dewasa cenderung terburu-buru membetulkan dan mengambil alih sesuatu yang anak kerjakan. Alhasil, proses kemandirian anak tidak muncul dengan normal. Padahal, kemandirian dibutuhkan bagi perkembangan normal pada anak.
Tips mendukung kemandirian anak
Salah satu ciri kemandirian muncul dalam diri anak adalah ia ingin melakukan berbagai hal dengan caranya sendiri dan sering kali menolak untuk dibantu oleh orang dewasa. Misalnya, anak ingin makan atau memakai sepatu sendiri. Setelah kemandirian itu muncul, kita dapat mulai mengurangi intensitas melayani anak untuk hal-hal yang bisa ia kerjakan. Tapi, tentu saja anak membutuhkan proses pembelajaran yang lebih panjang.
Contohnya, kita membolehkan anak makan sendiri ketika ia menginginkannya. Orang dewasa pun harus membatasi diri dalam hal menyuapi Si Kecil.
Jangan melakukan sesuatu yang bisa anak kerjakan sendiri
Orang tua dapat membiasakan makan bersama anak-anak. Dengan begitu, ketika anak masih menumpahkan makanannya saat belajar makan, ia dapat melihat cara bersantap orang dewasa sekelilingnya dan terus memperbaiki diri.
Alih-alih melakukan sesuatu untuk anak, orang tua sebaiknya memandu dan menunjukkan cara yang benar melakukan sesuatu padanya.
Bantu anak mengembangkan kedisiplinan
Salah satunya dengan mengatur lingkungan rumah agar anak bisa menemukan apapun yang mereka butuhkan sehari-hari. Misal, menyediakan lemari seukuran anak sehingga ia mudah menjangkau benda-benda di dalamnya. Selain itu, ajaklah anak untuk terlibat dalam kebiasaan mengembalikan benda-benda pada tempatnya. Dengan begitu, anak mampu, misalnya, mengembalikan sepatu ke rak karena ia dapat menjangkaunya.
Atur batasan
Sediakan kebebasan bagi anak untuk mencoba berbagai hal di rumah, namun kita tetap berlakukan aturan dasar. Misalnya, ketika sudah mengambil satu barang atau mainan, anak harus mengembalikannya lagi pada tempat semula. Jika tidak melakukannya, anak tidak boleh mengambil mainan atau benda yang lain.
Saya pribadi telah melakukan tips di atas dan memang berhasil, lho! Kuncinya, orang tua harus selalu bersabar dan memahami segala ‘kesalahan’ yang dilakukan anak (makanan tumpah, cangkir pecah, dan sebagainya) adalah proses belajar anak.
(Febi/Dok. Shutterstock)