“Kakak ngalah dong sama adik.”
“Ayo mainnya sama-sama.”
Sekilas tidak ada hal yang salah dari contoh imbauan di atas, ya. Terlebih, kebanyakan dari kita sebagai Millennial Parents ‘terdoktrin’ dengan ungkapan-ungkapan tersebut sejak kecil. Jadi, ketika menemukan perseteruan antara kakak dan adik, kata-kata tadilah yang terlontar secara refleks.
Selain karena ketidaktahuan, orang tua sudah terbawa emosi ketika melihat para buah hati bertengkar. Padahal, hal itu dapat memperuncing sibling rivalry alias persaingan antarsaudara kandung, lho. Lantas, bagaimana sebaiknya kita memahami sibling rivalry khususnya pada balita?
Simak dulu penjelasan Psikolog Anindya Dewi Paramita saat berbagi dalam diskusi Leader Lab Parenting Class pertengahan Januari 2018.
Kakak dan adik rentan berseteru
Awalnya, si sulung tampak begitu menyayangi adik bayinya yang baru pulang dari rumah sakit. Ia suka membelai, bahkan menciumnya. Tapi, kok, lama-kelamaan ia mulai kasar? Enggak ada angin, enggak ada hujan, adik kerap menerima perlakuan kasar, mulai dari dicubit sampai dipukul. Ayah atau Ibu yang melihat reaksinya hampir pasti berteriak atau marah-marah, ya.
Seiring berjalannya waktu, si adik pun semakin besar dan lebih kuat dibandingkan dulu. Aksi saling berebut dan merampas mainan pun seperti sudah menjadi bagian dari keseharian Ayah dan Ibu.
Hati-hati, jangan sampai salah satu dari mereka merasa tidak adil karena reaksi dari kalian. Karena itulah, pahami dulu berbagai hal seputar sibling rivalry.
Kakak merasa tersingkirkan
Bagaimana reaksi Ibu kalau tiba-tiba suami bilang, “Aku punya kejutan buatmu. Kamu enggak akan sendirian lagi di rumah. Kamu bakal punya teman karena Ayah mau mempersunting istri kedua.”
Marah?
Kesal?
Cemburu? Sudah pasti!
Begitulah analogi yang diungkapkan Psikolog Anindya Dewi Paramita ketika menggambarkan perasaan si kakak ketika mengetahui ia akan punya seorang adik. Ia khawatir bakal ‘tersingkirkan’ dengan kehadiran adiknya. Seperti hal yang kita tahu, setiap anak menginginkan perhatian, kasih sayang, dan penerimaan orang tuanya, bukan?
Jadi, coba berempatilah dengan perasaan kakak yang tak lagi menjadi pusat perhatian.
Penyebab sibling rivalry
Rasa iri, kompetisi, dan perkelahian muncul karena adanya keinginan anak (misalnya, kakak) menunjukan ‘kekuatan’ pada saudara kandung. Belum lagi, kebiasaan orang tua melabel salah satu anak sebagai sosok ‘terbaik,’ sementara pihak lainya selaku ‘kambing hitam.’
Menurut Anindya, ada sejumlah kekeliruan yang dilakukan orang tua sehingga memperuncing persaingan antarsaudara. Yuk, kita simak pembahasannya pada Kekeliruan Menyikapi Sibling Rivalry.
(Febi/ Dok. Pixabay)