Mengetahui tentang seks tentunya lewat pendidikan seks, ini jalur yang semestinya. Sayang, kita mesti menghadapi kenyataan bahwa sebagian anak-anak Indonesia, khususnya yang berada di rentang usia pre-teen atau pra-remaja dan juga remaja, mengenal seks lewat penetrasi internet.
Internet memang mendemokratisasikan informasi. Mayoritas akan setuju dengan pernyataan tersebut. Namun, untuk anak-anak pra-remaja dan remaja – mengetahui seks memerlukan pendampingan. Kita sebagai orang tua, harus proaktif dalam konteks apapun, termasuk soal pendidikan seks.
Jelas, pendampingan ini menjadi langkah preventif yang fundamental, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Halo Parents! Apa kabar hari ini? Semoga selalu dalam kesehatan dan segala urusan diperlancar, ya.
Dari judul dan prolog singkat di atas, ulasan kali ini memang akan lebih dalam. Parents, kita sama-sama mengetahui bahwa anak tentu mempunyai berbagai pertanyaan dengan konteks apapun, dan terkadang kita kewalahan untuk menjawabnya.
Tapi, hal ini sepertinya menjadi tanda bagus karena curiosity atau rasa penasaran anak terus terasah. Nah, tinggal bagaimana kita menanggapinya. Tanggapan yang kita berikan, secara tidak langsung adalah tindakan kita untuk terus belajar.
Ulasan kali ini, kita akan membahas soal waktu yang tepat untuk bahas pendidikan seks dengan anak kita yang sudah menginjak usia pra-remaja atau yang sudah remaja sekalipun. Parents, pada usia ini, kita akan menghadapi sebuah hal yang nantinya akan menguras energi fisik ataupun mental. Apa kah itu?
Jawabannya: Pubertas.
Kita semua mengalaminya. Mungkin, cara kita dahulu akan berbeda dengan cara anak-anak sekarang menghadapi pubertas.
Seperti pendampingan soal pengetahuan organ intim, sistem reproduksi, dan hal lainnya yang terkait. Mungkin, dahulu kita mencari tahu sendiri – tapi berbeda dengan era saat ini. Tetap saja akan ada tantangannya, dan saat ini tantangannya adalah kecepatan informasi yang beredar.
Internet, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, hal ini mendemokratisasikan informasi. Sehingga, siapapun, di manapun, kapanpun, bisa mengetahui sebuah informasi yang dibutuhkan. Tetapi, layaknya pisau bermata dua. Tentu ada hal positif dan negatif yang dibawa kemajuan teknologi ini.
Seperti data dari para peneliti yang dilansir mayoclinic.org – menyatakan rata-rata umur anak yang sudah ter-ekspos pornografi adalah 13 tahun. Ditelisik lebih dalam lagi, 60% anak rata-rata umur 13 tahun yang terpapar pornografi itu karena ketidaksengajaan mereka berselancar di internet.
Parents, yang perlu kita garis bawahi adalah ‘ketidaksengajaan’.
Menurut Dokter Anak dari Mayo Clinic Children’s Center, Asma J. Chattha, M.B.B.S., dengan berbagai konten yang bisa diserap oleh anak dari internet, maka jawaban dari pertanyaan kapan pendidikan seks bisa diperkenalkan ke anak adalah ‘secepatnya’.
Bagaimana Praktiknya, Ya?
Menurut Dr. Chattha, ada beberapa hal yang bisa dilakukan jika orang tua mendapati anaknya terpapar pornografi atau berbagai konten dewasa lainnya.
Salah satunya adalah menanyakannya dengan lembut, kita bisa bertanya dengan kalimat:
- Kak, sudah minta izin ke Ibu atau Bapak untuk melihat konten ini?
- Dek, adek sudah ngerti dengan apa yang adek lihat?
- Nak, kita sudah pernah setujui bersama kalau kamu lihat konten seperti ini?
Setelah menanyakan pertanyaan di atas, mungkin anak akan bilang belum, tidak, atau tidak tahu.
Langkah selanjutnya yang bisa kita lakukan adalah duduk bersama. Tapi, ingat ya Parents, duduk bersama ini tidak untuk mengomeli anak, memberikan tuduhan, atau bahkan memaki mereka karena mengonsumsi konten-konten seperti itu.
Duduk bersama di sini bertujuan untuk memberitahu mereka akan risiko dari konten-konten tersebut. Nah, di bagian inilah pendidikan seks bisa disisipkan. Misalnya, ada bagian-bagian dari tubuh kita yang tidak boleh disentuh oleh orang lain.
Lalu, jelaskan secara ringan ada bagian-bagian dari tubuh kita yang diperlukan untuk proses reproduksi. Sehingga, perlu dijaga dengan benar-benar baik.
Dalam melakukan penjelasan, Parents – sadar atau tidak, kita juga akan sama-sama belajar dengan anak. Maka dari itu, tutur penjelasan sebaiknya rapi dan mudah dimengerti oleh anak.
Lalu, bagaimana kalau penjelasan kita belum maksimal? Parents, kita bisa pergi ke ahli. Dokter, psikolog, atau profesi terkait yang bisa menjelaskan hal ini ke anak.
Pubertas adalah fase yang dialami dan dilewati oleh semua orang, termasuk kita sendiri. Sehingga, tidak ada alasan untuk tidak mendampingi anak-anak kita, agar mereka siap untuk menghadapi fase tersebut.
Dengan pikiran terbuka, kita sebagai orang tua, memberitahu pendidikan seks tentu dengan tujuan yang jelas, seperti yang sudah disebutkan di atas.
Lantas, apa ya yang membuat sebagian orang tua menunda untuk menjelaskan pendidikan seks?
Masih dari mayoclinic.org – ada beberapa alasan orang tua menunda atau bahkan tidak menjelaskan soal seks ke anak, berikut alasannya:
Berbenturan dengan aturan tradisi atau budaya, baik dari agama, sosial, dan lingkup keluarga
- Mempunyai pengalaman buruk terkait seks dengan orang tua dahulu
- Ada ketidaknyamanan saat membayangkan anaknya nanti dewasa
- Malu untuk menjelaskannya walau anak sudah menanyakan
- Adanya trauma tentang seks
Well, dari data-data di atas – memang hal ini menunjukan preferensi masing-masing individu. Tetapi, untuk masa depan anak lebih baik, ada hal yang mesti diubah. Setidaknya kita sebagai orang tua, juga paham betul kalau pendidikan seks itu hal yang penting untuk anak.
Parents, memang diawal tidak akan mudah begitu saja memberitahu anak soal seks. Untuk hal ini, mungkin kita bisa terlebih dahulu berkonsultasi dengan para ahli, seperti dokter atau psikolog atau profesi terkaitnnya.
Satu hal yang pasti, menjadi orang tua yang proaktif adalah hal yang tidak kalah penting, bahkan ini menjadi pondasi kuat untuk menerapkan banyak perihal.