Dulu saya sempat urung menyetujui sejumlah pemeriksaan terhadap si bungsu yang baru saja lahir. Tindakan medis yang berlebihan (overtreatment) adalah hal yang menjadi kekhawatiran saat itu. Pasalnya, anak pertama saya dirujuk ke NICU, sementara saya dan suami merasa kondisi klinisnya baik-baik saja. Barulah belakangan saya menyadari betapa pentingnya pemeriksaan kesehatan bayi baru lahir.
Lewat skrining, dokter pun bngisa mendeteksi penyakit langka, hipotiroid kongenital, juga penyakit jantung bawaan. Ketiga kondisi tersebut tentulah berdampak besar bagi kesehatan Si Kecil di masa mendatang, bahkan mengancam jiwa bila tidak ditangani sedini mungkin.
Lantas, apa saja jenis pemeriksaan kesehatan tersebut?
Pemeriksaan darah untuk mendeteksi penyakit langka
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), skrining ini belum rutin dilakukan di Indonesia. Biasanya skrining ini dilakukan berdasarkan riwayat keluarga dan gejala klinis yang timbul. Seperti cacat bawaan fenilketonuria, hipertiroidisme (hormon tiroid berlebih), hiperplasia adrenal kongenital, dan sebagainya.
Di Amerika Serikat, bayi-bayi baru lahir harus menjalani pemeriksaan darah sebelum pulang dari rumah sakit. Sampel darah diambil dari tumit bayi untuk mengetahui ada atau tidaknya 21 atau lebih gangguan genetik, metabolik, hormonal, sampai fungsional yang serius. Meski tergolong langka, gangguan-ganguan tersebut dapat mengancam jiwa jika tidak terdeteksi maupun ditangani. Dengan begitu, ketika hasil tes darah positif untuk salah satu gangguan di atas, dokter anak dapat segera memulai pengobatan yang dapat menciptakan perubahan besar bagi kesehatan bayi ke depannya.
Skrining hipotiroid (kekurangan hormon tiroid)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya hipotiroid bawaan yang dapat menyebabkan retardasi mental berat bila tidak diobati sejak dini. Menurut IDAI, angka kejadian hipotiroid bawaan pada umumnya sebesar 1:3.000 – 4.000 kelahiran hidup.
IDAI sangat menganjurkan pemeriksaan ini pada bayi baru lahir untuk menemukan kasus hipotiroid secara dini. Pasalnya, gejala hipotiroid bawaan tidak jelas dan dapat memengaruhi masa depan anak.
Program skrining hipotiroid pun memungkinkan bayi mendapatkan terapi sesegera mungkin dan diharapkan memiliki tumbuh kembang yang lebih optimal.
Skrining hipotiroid dilakukan saat bayi berusia 48-72 jam. Sedikit darah bayi diteteskan di atas kertas saring khusus. Setelah bercak darah mengering, pemeriksaan kadar hormon TSH dilakukan.
Pemeriksaan penyakit jantung bawaan
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika merekomendasikan pemeriksaan segera terhadap penyakit jantung bawaan (PJB) pada bayi baru lahir. Menurut buku What To Expect the First Year, PJB dialami 1 dari 100 bayi dan dapat menyebabkan disabilitas atau kematian bila tidak terdeteksi maupun ditangani segera. Pengobatan dini pun dapat mengurangi bahkan menghilangkan risiko-risiko tadi secara signifikan.
Jangan khawatir, pemeriksaan PJB sederhana dan tidak menyakitkan, kok. Sebuah sensor akan ditempelkan di kulit bayi untuk mengukur denyut nadi dan jumlah oksigen dalam darahnya. Jika hasil tes tersebut meragukan, dokter akan mengarahkan pasien pada pemeriksaan lanjutan seperti ekokardiografi (USG jantung) untuk memastikan ada tidaknya kelainan. Jika rumah sakit tempatmu bersalin tidak menjalankan pemeriksaan ini secara rutin, tanyakan pada dokter tentang kemungkinan Si Kecil bisa menjalaninya, ya.
(Febi/Dok. Shutterstock)