Sejak menjadi ibu dari anak balita, saya sering kali mendapati diri ini refleks menirukan gaya bicara orang tua saya dulu. Biasanya, hal itu terjadi ketika saya marah menghadapi polah anak.
“Awas ya, kalau kamu macam-macam lagi!”
“Mama enggak suka kalau kamu begitu!”
Ungkapan seperti itu saya lontarkan kembali ke anak balita yang pikiranya masih berkembang. Lalu, apakah anak menjadi menurut setelah saya mengucapkannya? Tentu tidak.
Saking emosinya, terkadang orang tua bersikap irasional dalam menanggapi polah Si Kecil. Saya meyakini, hal tersebut salah satunya dipengaruhi inner child, yakni pengaruh pola pendidikan keluarga waktu kecil. Bagaimanapun, Praktisi Pendidikan Anak Edy Wiyono alias Ayah Edy berpendapat, kebiasaan berbicara tidak jelas dan tidak tepat sasaran perlu orang tua hindari jika ingin anak menurut.
Penggunaan istilah yang tidak jelas maksudnya
Serupa dengan contoh ungkapan yang saya sebutkan di atas, sebagian Millennial Parents mungkin akrab dengan peringatan seperti berikut ini.
“Awas ya, kalau kamu mau ikut Ayah/Ibu, tidak boleh nakal!”
“Awas, kalau mau ikuta Ayah/Ibu, jangan macam-macam, ya!”
Ayah Edy mengungkapkan, istilah “nakal” dan “macam-macam” tentu membingungkan anak. Mereka tidak mengetahui perilaku-perilaku yang dikategorikan kedua istilah tadi. Selain itu, hal tersebut justru dapat membuat anak mencoba-coba untuk mengetahui perilaku yang termasuk “nakal” dan “macam-macam.”
Bicaralah secara spesifik agar anak bisa mengetahui keinginan orang tua dan berusaha untuk memenuhinya.
“Sayang, kalau kamu ingin ikut Ayah/Ibu, kamu tidak boleh minta mainan, permen, dan tidak berteriak di kasir seperti kemarin, ya.”
Bicara tidak tepat sasaran
Pernahkan kita menghardik anak dengan kata-kata seperti, “Ayah/Ibu tidak suka bila kamu begini atau begitu!” atau “Ayah/Ibu tidak mau melihat kamu berbuat kayak gitu lagi!” Namun, orang tua tidak menjelaskan secara spesifik perilaku baik yang diharapkan dari anak. Orang tua sering kali berfokus pada hal atau tindakan yang tidak diinginkan tanpa menjelaskan alternatif yang sebaiknya mereka perbuat.
“Akhirnya, hal yang terserap oleh anak adalah hal-hal yang tidak disukai oleh orang tuanya. Ia juga tidak pernah tahu hal-hal yang diinginkan atau dibutuhkan mereka,” jelas Ayah Edy dalam bukunya yang berjudul Mengapa Anak Saya Suka Melawan dan Susah Diatur: 37 kebiasaan Orang Tua yang Menghasilkan Perilaku Buruk pada Anak.
Dampaknya sama seperti poin sebelumnya, anak terus mencoba sesuatu yang baru, namun selalu dikatakan salah. Mereka pun sengaja melakukan hal-hal yang tidak disukai orang tua agar kesal sebagai bentuk kekesalan yang juga ia alami (selalu salah di mata orang tua).
Orang tua perlu menyampaikan hal maupun tindakan yang diharapkan pada saat menegur anak atas kesalahannya. Komunikasikan juga secara intensif hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan serta apresiasi usaha anak setelah ia memahami dan melakukannya. Misalnya, lewat ucapan terima kasih yang tulus dan penuh kasih sayang.
“Terima kasih ya, Nak, karena sudah membereskan mainanmu.”
Membuat Si Kecil mendengarkan orang tua
Lalu, bagaimana agar orang tua tak sekadar melampiaskan emosi supaya anak mau mendengarkan? Tenang, Parentalk juga merangkum jurus jitu membuat anak balita menjadi pendengar yang baik, kok.
- Orang tua perlu menyampaikan pesan secara jelas, lugas, dan sederhana kepada anak.
- Berikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Si Kecil sebelum ia menghadapi situasi maupun perubahan tertentu.
- Apresiasi perilaku baiknya. Anak akan lebih mendengarkan jika orang tua menyadari perilaku baiknya dan turut mengomentari tindakan terpuji tersebut.
- Orang tua juga perlu menjadi teladan pendengar yang baik. Biasakanlah mendengarkan Si Kecil dengan hormat layaknya kamu berlaku demikian terhadap orang dewasa.
- Tak kalah penting, bicaralah dengan anak menyesuaikan kontak matanya. Kamu bisa berjongkok, menatap matanya, lalu sampaikan pesan untuk buah hati dengan nada serius.
Belum ada kata terlambat untuk memperbaiki diri bila kamu masih menerapkan dua kebiasaan di atas. Bila orang tua konsisten menerapkan tips tadi, anak pasti akan lebih antusias mendegarkan kita.
Referensi lain: artikel “Getting your toddler to listen” pada BabyCenter
(Febi/ Dok. Shutterstock)