Kapan terkahir kali kamu memuji kebaikan kecil sang buah hati? Menurut Psikolog Okina Fitriani, sering kali orang tua abai memuji berbagai hal kecil yang dilakukan anak sehari-hari karena menganggap itu “sudah seharusnya.” Padahal, ketika orang tua menghargai hal-hal kecil yang baik inilah, anak memiliki dorongan untuk melakukan hal-hal baik lainnya yang sama atau lebih besar lagi.
Perhatikanlah saat anak melakukan kebaikan meski kecil dan sangat sederhana seperti
- tersenyum saat mendengarkan Ayah atau Ibu berbicara,
- mengucapkan doa sebelum dan sesudah beraktivitas,
- bermain dengan saudaranya dengan akur,
- kooperatif dan tidak mengeluh saat berpergian, atau
- berinisiatif merapikan dan mengembalikan mainan.
Agar anak memiliki motivasi untuk berbuat kebaikan, orang tua perlu memuji secara efektif. Berikut dos and don’ts cara memuji anak menurut Psikolog Okina yang ia bagikan lewat buku The Secret of Enlightening Parenting.
Dos
Puji perilaku, usaha, dan sikapnya, bukan karakteristik anak
Dengan begitu, anak merasa yakin bahwa ia mempunyai kendali atas perilakunya. Ini karena perilaku adalah hasil usaha, bukan sesuatu yang melekat, bersifat genetik, dan tidak bisa diubah.
Nyatakan konsekuensi positif dari perilaku, usaha, dan sikap anak
Ini berarti mengajarkan anak untuk memahami sebab dan akibat dari sebuah perbuatan. Pilihlah konsekuensi yang kasatmata dan bukan berupa janji.
Ungkapkan pujian dalam kalimat sederhana yang mudah dipahami
Alhasil, pesan mengenai perilaku yang diharapkan tersampaikan dengan jelas dan tidak berlebihan.
Tanamkan keimanan untuk siapa/apa ia memelihara perilaku baiknya
Ini menumbuhkan keyakinan bahwa perbuatan baiknya bukan sekadar untuk menyenangkan orang tua maupun orang lain, tapi sebagai bagian dari tujuan penciptaan manusia.
Contoh cara memuji untuk mendorong perilaku baik anak
“Bagus sekali Kakak sudah meletakkan sepatu di rak setelah pulang. Rumah kita jadi rapi.”
“Ayah bangga kamu berbagi camilan dengan sepupumu.”
“Wah! Kalian berdua bermain dengan akur. Ibu bahagia karena kalian saling menghargai dan menyayangi. Tuhan suka orang-orang yang menyayangi sesama.”
Don’ts
Orang tua melontarkan pujian yang tidak efektif, misalnya:
“Duh! Hebatnya anak Ayah. Paling keren sedunia. Sudah besar dan pintar merapikan mainan. Jangan seperti kemarin ya, berantakan. Sakit mata Ayah melihatnya.”
Menurut Okina, ada beberapa kesalahan dari pujian di atas:
- memuji karakteristik orangnya, bukan perilakunya,
- berlebihan, dan
- diikuti dengan kritikan dan mengungkit kesalahan yang telah lalu karena menjadikan pujian kehilangan arti.
Pujian terhadap karakteristik seseorang seperti pintar, hebat, dan sudah besar akan membingungkan karena sifat-sifat tersebut relatif. Ketika suatu saat nanti orang tua dihadapkan pada kondisi yang berbeda, kita pun terjebak dalam sikap yang tidak kongruen. Misal, ketika anak ingin mencoba wahana permainan yang bukan untuk usianya, kita mungkin mengatakan, “Kamu tidak bisa bermain karena masih kecil.” Padahal, pujian “sudah besar” sering terlontar untuk anak sebelumnya. Nah, pujian seperti itulah yang kelak membingungkannya.
Jadi, cermat dan berhati-hatilah dalam memuji Si Kecil, ya!
(Febi/Dok. Shutterstock)