Beberapa waktu lalu, netizen Indonesia cukup heboh menanggapi kasus KDRT yang terjadi di salah satu influencer. Kehebohan ini berasal dari si influencer tersebut yang akhirnya speak up dengan memperlihatkan video CCTV yang menunjukan KDRT yang terjadi pada dirinya lewat postingan sosial media.
Kasus ini langsung diproses oleh pihak-pihak berwajib dan selang beberapa hari kemudian, pelaku KDRT sudah ditangkap. Seiring berjalannya kasus ini, si influencer mengeluarkan kembali bukti-bukti KDRT berupa video, di mana di dalam video tersebut, terlihat pelaku KDRT melakukan tindak kekerasan di depan anaknya sendiri.
Netizen yang melihat hal ini, mempertanyakan mengapa sampai membuat anak tersebut melihat secara langsung tindak kekerasannya.
Well, kita mungkin tidak bisa tahu persis tentang alasannya, tetapi hal tersebut jelas tidak boleh sama sekali dilakukan. Bahkan KDRT sendiri pun dilarang alias tidak boleh sama sekali juga untuk dilakukan.
Sebentar, untuk membahas hal ini lebih lanjut, sebelum kita sapa Parents dulu ya. Hai hai Parents! Apa kabar semuanya? Semoga selalu dalam kesehatan yang baik, serta segala urusan bisa diperlancar dan dipermudah, ya.
Parents, seperti prolog di atas – kali ini, kita akan membahas tentang tindak KDRT yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat langsung oleh anak. Tidak mungkin tidak membawa dampak, ada beberapa dampak yang akan anak terima ketika melihat hal tersebut.
Menurut Para Ahli…
Dilansir dari Kompas, menurut Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat, menyaksikan KDRT akan memberikan dampak buruk ke anak. Beberapa dari dampak yang akan diterima seperti kehilangan rasa aman dan mengurangi rasa percaya diri pada anak.
Rainy juga menjelaskan kalau anak akan merasa kehilangan rasa aman karena baik dari Bapak atau Ibunya yang saling menyakiti. Hal ini akan mengarahkan anak ke perasaan kehilangan tempat berlindung, seperti tidak ada tempat yang aman untuknya.
Kemudian, dampak buruk yang lain saat anak melihat KDRT adalah menormalkan kekerasan.
Menurut Rainy, anak dapat menilai kalau kekerasan adalah salah satu cara atau solusi dalam menyelesaikan masalah dalam keluarga. Sehingga, mereka berpotensi berperilaku agresif serta menilai tindak kekerasan adalah hal yang normal.
Selain Rainy, menurut Putri Eka Yanti dan Linur Ficca Agustina dalam Gambaran Psikososial Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada tahun 2022 lalu – potensi anak laki-laki dan perempuan dalam angka terkait dampak melihat KDRT secara langsung itu berbeda-beda.
Menurut Putri dan Linur, anak laki-laki yang berada dalam keluarga yang melakukan KDRT, mempunyai risiko tiga kali lipat lebih besar untuk menjadi pelaku kekerasan terhadap istri.
Sedangkan, anak perempuan yang melihat KDRT dalam keluarganya, punya kecenderungan untuk berkembang menjadi perempuan dewasa yang pasif, serta memiliki risiko lebih tinggi menjadi korban kekerasan keluarganya nanti.
Duh Parents, tentu – kita tidak mau hal ini terjadi di anak-anak kita, ya.
Ada Efek Bola Salju
Atau biasanya, dalam istilah bahasa Inggris kerap disebut snowball effect – artinya adalah ada efek yang akan semakin besar dampaknya jika dibiarkan begitu saja lebih panjang waktunya.
Nah, efek bola salju terkait anak yang melihat KDRT secara langsung adalah memiliki gangguan kesehatan mental seperti PTSD.
Hal ini dituturkan oleh Winny Suryania, M.Psi, Psikolog – yang juga menjadi Psikolog Klinis Anak dan Konselor Sekolah Cikal, bahwasanya jika kondisi KDRT yang disaksikan anak terus berkelanjutan atau berulang, maka akan ada snowball effect yang terjadi padanya.
Terutama di bagian kesehatan mental. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, PTSD atau Post-Traumatic Stress Disorder adalah gangguan kecemasan, depresi, dan trauma yang dengan mudah akan memengaruhi juga soal kesehatan fisik anak.
Jadi, tidak hanya kesehatan mental yang rusak, tetapi sedikit demi sedikit kesehatan fisik juga akan rusak.
Parents, jelas – kita tidak ingin hal-hal seperti di atas terjadi pada anak kita.
Maka, salah satu rekomendasi atau saran yang bisa kita kaji bersama adalah mengusahakan kebersamaan. Bagaimana caranya? Banyak sekali Parents – salah satu yang fundamental adalah saling menghormati, menghargai, dan juga keterbukaan.
Mungkin metrik yang sifatnya fundamental akan berbeda tiap pasangan, tetapi – pastinya akan ada rasa atau sifat yang begitu penting untuk ditanamkan di awal.
Well, jadi seperti itu ya Parents – semoga kita semakin dewasa menanggapi topik-topik bahasan seperti ini.