Kerap terjadi anak laki-laki yang akhirnya membuat onar karena sudah tidak lagi mendengarkan atau menerapkan nasihat-nasihat orang tua.
Hola Parents! Apa kabar hari ini? Semoga semuanya baik-baik saja, ya.
Dari prolog singkat di atas, tentu Parents sudah bertanya-tanya, ya – tentang apa yang akan dibahas kali ini. Jadi begini Parents, kita sepertinya mempunyai keresahan yang sama – bingung menghadapi anak laki yang beranjak dewasa.
Anak laki yang sedang beranjak dewasa adalah momen yang tidak kalah penting untuk kita perhatikan bersama. Momen ini seperti permulaan pencarian jati diri – jadi anak laki kita sedang sangat eksploratif, nih.
Apa saja dicoba, bahkan misalnya ada tanda bahayanya – mungkin akan diterobos saja. Kalau sudah seperti ini, jangan langsung dimarahi, better diajak ngobrol sembari diberi nasihat. Nah, tapi, kadang nasihat saja, sudah tidak mempan.
Jika kita telisik lebih dalam dan refleksi diri kita sebagai orang tua, mungkin saja ada yang salah di cara kita memberi nasihat. Mungkin ya, alih-alih memberitahu secara lisan dengan pelan-pelan, tapi kita malah terdengar memarahi.
Hal ini yang mungkin tidak diterima oleh anak laki-laki kita. Parents, pada saat masa eksploratif seperti ini, mereka benar-benar butuh teman, teman yang setidaknya bisa memvalidasi apa perasaannya saat itu. Nah, kita sebagai orang tuanya – tidak masalah lho memposisikan diri untuk menjadi teman, setidaknya agar mereka bisa cerita dengan leluasa.
Terus, apa yang bisa kita lakukan, ya?
Kita tetap bisa kok menasehati anak laki-laki, tapi mungkin ada beberapa hal yang perlu diatur kembali. Seperti:
Pakai bahasa yang mudah dicerna
Parents, terkadang kita secara tidak sadar mungkin menggunakan istilah, analogi, atau apapun itu dalam bentuk bahasa yang sulit dicerna. Mungkin bukan sulit dicerna kalau kita berbahasa dengan sesama orang tua, tetapi kalau untuk anak – mungkin dia akan sulit mengerti apa yang kita maksudkan.
Sehingga, mengerti dan bisa menerapkan bahasa ‘gaul’ atau bahasa yang lebih sederhana dengan menghindari analogi atau anekdot kolot yang dahulu digunakan oleh orang tua kita. Parents bisa gunakan bahasa sehari-hari saja, hindari peribahasa atau analogi yang sulit dicerna oleh anak.
Hal ini juga menghindari Parents dari basa-basi yang sudah sangat basi. Anak laki kita juga mungkin paham dengan apa yang akan kita sampaikan, tetapi jika pesan tersebut disampaikan dengan bertele-tele, nah – hal ini yang akan membuat anak laki kita kebingungan, dan dia akan berpikir bahwa kita juga tidak memberi solusi.
Atur Waktu, Tempat, dan Ambience
Mungkin hal yang satu ini selintas akan terasa sangat effort untuk kita sebagai orang tua – tapi hal ini juga tidak kalah penting, Parents. Mengatur waktu, tempat, bahkan ambience jadi hal yang bisa kita lakukan sebelum menasehati anak laki-laki.
Kita bisa atur waktu yang baik, sebaiknya atau dianjurkan untuk tidak menasehati anak pada saat mereka sedang letih karena rutinitas. Biarkan mereka istirahat terlebih dahulu, sudah membersihkan badan, atau bahkan tunggu sampai mereka selesai makan. Barulah, Parents bisa mengajak mereka untuk berdiskusi sembari menasehati.
Bahkan, tempat untuk menasehati tidak hanya di rumah saja, tetapi bisa di luar rumah. Parents bisa ajak ke kafe untuk minum teh atau kopi bersama, atau ajak ke restoran untuk makan siang atau makan malam. Biasanya, hal ini bisa bekerja dengan baik.
Akan tetapi, Parents juga tidak perlu memaksakan hal ini ya – karena harus disesuaikan juga dengan kondisi ekonomi yang ada. Tetapi yang penting – secara bahasa untuk berkomunikasi, Parents bisa menyesuaikan seperti yang sudah dijelaskan di atas.