Beberapa waktu lalu, ada berbagai konten di sosial media yang menunjukan bahwa seorang Ibu yang melahirkan anak perempuan, sebenarnya juga ikut melahirkan ‘saingan’nya. Beberapa konten menunjukan kedekatan anak perempuan dengan Bapaknya, sampai si Ibu ‘cemburu’ atau sebaliknya.
Eh, kok anak perempuan bisa cemburu sih sama Ibunya? Hihi.
Halo, Parents. Apa kabar hari ini? Semoga hari ini selalu dalam kesehatan dan segala urusan diperlancar, ya.
Dari judul dan prolog singkat di atas, sepertinya sudah terbayang, bahasan kali ini akan mengulas tentang hubungan anak perempuan dan Bapaknya.
Konstruksi sosial yang terbangun sejak lama juga sudah mengatakan demikian, kalau anak perempuan cenderung akan lebih dekat dengan Bapaknya. Hmm, kalau ditelisik lebih dalam, mengapa hal ini bisa terjadi, ya?
Jika kita lihat dari tipe pola pengasuhan atau parenting – memang, dari zaman dulu sampai sekarang ini, banyak pergeseran terjadi. Misalnya, tanggung jawab Ibu yang begitu besar untuk mengurus rumah tangga dan membesarkan anak-anak, sekarang ini Bapak juga ikut berperan.
Sehingga, harapannya, Ibu tidak mudah burn out. Tapi, apakah pergeseran ini yang membuat anak perempuan dekat sama Bapaknya? Kalau pun iya, tetapi bagaimana dengan pola pengasuhan zaman dulu, di mana peran Bapak, masih tipis terlihat.
Apakah hal ini terjadi dikarenakan gender, ya? Pertanyaan ini kerap jadi asumsi kuat dan terkadang tanpa data yang mendukung. Tapi, kali ini, mari kita bedah bersama ya Parents.
Sebuah Studi
Studi yang dilakukan oleh Mom Junction ke 52 Bapak yang memiliki anak laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 1-2 tahun. Para peneliti ingin melihat bagaimana interaksi Bapak dengan anak laki-laki atau dengan anak perempuannya.
Penelitian ini menggunakan pemindaian MRI (Magnetic Resonance Imaging) atau secara singkat pemeriksaan radiologi menggunakan teknologi magnet dan gelombang radio.
Hasilnya, Bapak dengan anak laki-lakinya akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan aktivitas fisik, sedangkan dengan anak perempuannya lebih banyak melakukan permainan yang lebih lembut.
Dari data tersebut, kita bisa sintesa beberapa hal. Salah satunya adalah suasana main Bapak dengan anak perempuannya lebih kondusif, sehingga ekspresi, emosi, perasaan anak perempuan bisa lebih sampai ke seorang Bapak.
Tapi, apakah hanya seperti itu saja?
Alasan Anak Perempuan Dekat
Dengan Bapaknya
Dilansir dari Halodoc, ada beberapa alasan yang masuk akal dan mendukung data sebelumnya. Salah satunya adalah:
- Seorang Bapak jadi laki-laki pertama di hidup anak perempuan
Hal ini tidak bisa dipungkiri lagi. Dengan keadaan seperti ini, cenderung akan ada ikatan tersendiri yang membuat anak perempuan dekat dengan Bapaknya. Walau misalnya, seorang Bapak menggunakan metode atau pendekatan yang sama diterapkan ke anak laki-laki dan perempuan, tetapi secara naluri, anak perempuan akan lebih dekat dengan Bapaknya.
Mungkin hal ini juga berkaitan dengan gender, di mana seorang Bapak notabennya laki-laki, akan mempunyai aksi lebih untuk anak perempuannya. Pun sebaliknya, anak perempuannya tentu juga akan mempunyai ekspresi emosi lebih ke Bapaknya, minimal bisa lebih terbuka.
Hipotesa ini selaras dengan temuan dari riset yang dilakukan oleh Kashmir Observer, di mana ada beberapa hal yang membuat anak perempuan bisa lebih dekat dengan Bapaknya, seperti:
- Bapak punya potensi bantu meningkatkan kondisi kesehatan anak perempuannya
- Bapak, seorang laki-laki bisa bantu anak perempuannya mempunyai self-esteem
- Bapak, seorang laki-laki bisa mengajarkan anak perempuannya untuk lebih percaya diri
Parents, sebenarnya ya – melihat data atau insight di atas, hal-hal tersebut bisa juga terjadi di anak laki-laki.
Salah satu kuncinya adalah orang tua, baik Ibu atau Bapak yang proaktif untuk melihat, menuntun, dan menjadi contoh untuk anak-anaknya.
Dengan seperti itu, harapannya, anak mempunyai tumbuh kembang yang baik.
Jadi Parents, memang tidak apa-apa kalau anak perempuan lebih dekat dengan Bapaknya, atau anak laki-laki lebih dekat dengan Ibunya. Tapi, satu hal yang jelas, keterbukaan anak dengan orang tua adalah hal yang begitu bernilai.
Selain meningkatkan kualitas kesehatan fisik atau mentalnya, keterbukaan anak dengan orang tua secara tidak langsung juga menyiapkan mereka untuk menghadapi kondisi dunia luar. Kita sama-sama mengetahui bahwa dunia luar terkadang tidak adil, dan untuk menghadapi hal ini, perlu persiapan yang matang.