Prolog kali ini mempunyai dua konteks:
Pertama, generasi muda Indonesia ternyata terpapar dengan aplikasi kencan atau dating apps. Mereka punya beragam alasan di balik penggunaan aplikasi tersebut.
Kedua, siapa yang akan dag-dig-dug serrr ketika mengetahui pasangannya menggunakan aplikasi kencan atau dating apps?
Halo, Parents! Apa kabar? Semoga hari ini dan seterusnya selalu sehat dan lancar-lancar saja, ya!
Bahasan kali ini cukup berbeda dari pada bahasan lainnya, kita akan membahas hal-hal yang pada umumnya dilakukan oleh generasi muda, tapi – jangan kaget jika kadang digunakan oleh yang sudah punya pasangan juga.
Betul Parents! Kita akan membahas tentang aplikasi kencan atau dating apps. Secara pandangan umum aplikasi kencan adalah platform atau wadah yang memfasilitasi mereka yang mencari pasangan.
Nah, terkait dengan dua prolog singkat di atas, kalau untuk prolog atau kondisi pertama, mungkin tidak masalah, ya. Hal ini akan bermasalah jika berkaitan dengan prolog atau kondisi kedua – sudah punya pasangan, kok cari pasangan lagi, sih?
Sebentar Parents! Tahan dulu emosinya, ya! Hahaha.
Bahasan kali ini bukan untuk menumpahkan emosi, kok. Bahasan kali ini justru akan membuka cakrawala karena fokus kita bersama adalah mengetahui alasan di balik penggunaan aplikasi kencan tersebut.
Tetapi, dari sudut pandang secara umum ya – sehingga, seharusnya tidak ada justifikasi yang bernada negatif baik untuk generasi muda atau mereka yang sudah berpasangan.
Baik, kita mulai sekarang, ya.
Menarik sekali data yang dikumpulkan oleh Jakpat, di mana survei singkatnya mempunyai 457 responden dan survei ini dilakukan di tahun 2023 dan menangkap ragam alasan menggunakan aplikasi kencan atau dating apps.
Percaya atau tidak Parents, dari tarikan data tersebut, ada 61,7% yang hanya iseng. Lalu, ada 18,6% yang memang mencari pasangan serius, 15,3% cari pacar, dan 2,4% cari teman, serta 2,0% yang bosan dengan pasangan.
Angka yang besar untuk alasan iseng, ini begitu menarik sebenarnya untuk dibahas lebih dalam. Tapi, karena data mengatakan demikian – well, kita masih belum tahu persis kalau iseng yang dimaksud itu seperti apa ya, Parents.
Selain itu, hanya 2,0% saja lho yang bosan dengan pasangan. Eits, jangan tetiba langsung curiga dengan pasangan ya, Parents!
Hasil survei selanjutnya lebih menarik lagi. Selain Jakpat, Populix juga mempunyai data yang insightful dan berpotensi bisa digali lebih dalam lagi. Populix dalam Indonesian Usage Behavior and Online Security on Dating Apps dengan jumlah responden 1.165 dan 63% atau setara 732 responden adalah pengguna aplikasi kencan dengan detil 52% adalah generasi milenial, 44% generasi Z dan 4% generasi X.
Satu segmen yang berkaitan dengan hasil survei sebelumnya yang dilakukan oleh Jakpat, Populix juga menemukan beberapa alasan di balik penggunaan aplikasi kencan atau dating apps.
Ada tiga alasan utama, sebanyak 56% menyatakan menggunakan aplikasi kencan untuk mencari dan mendapat teman mengobrol, 48% hanya penasaran, dan 46% mencari kesenangan. Nah, jika kita kaitkan dengan temuan sebelumnya di survei Jakpat, kita pun belum bisa menarik kesimpulan apakah iseng juga berkaitan dengan penasaran.
Nah, ada data yang menarik dari Populix dan bisa menjadi bahan diskusi lebih lanjut. Populix mengungkapkan setidaknya ada lima tindakan yang dilakukan oleh mereka yang match di aplikasi kencan atau dating apps.
Match di sini berarti adanya kecocokan antara kedua profil atau lebih ya.
Menurut Populix, mereka yang secara profil sudah menemukan kecocokan, akan melakukan beberapa tindakan, di antaranya:
- 54% akan beralih ke aplikasi chat yang lebih personal.
- 53% tetap berkomunikasi di aplikasi kencan tersebut.
- 51% bertukar akun sosial media.
- 50% berusaha untuk memeriksa keaslian akun sosial medianya.
- 21% mempertimbangkan untuk bertemu.
Dari lima tindakan setelah menemukan kecocokan antara profil, bisa dilihat bahwa tindakan-tindakan tersebut adalah langkah yang cukup fundamental. Misalnya, seperti mereka yang beralih ke aplikasi chat yang lebih personal, setidaknya – mereka bertukar nomor telefon atau data lain yang sifatnya pribadi.
Minimal adalah akun sosial media. Walau kurang lebih mungkin akan mirip dengan profil masing-masing di aplikasi kencan, tapi setidaknya sosial media bisa memberikan prediksi bagaimana persona masing-masing yang sebenarnya.
Jika di atas sudah membahas alasan serta tindakan dari para pengguna aplikasi kencan atau dating apps – tentu jadi penasaran, alasan mereka yang tidak menggunakan aplikasi kencan, ya?
Rakutan Insight Center mengemukakan jika ada yang pro atau setuju dengan penggunaan aplikasi kencan, tentu ada yang kontra atau tidak setuju dengan aplikasi kencan. Alasan mereka yang tidak menggunakan aplikasi kencan begitu menarik.
Anyway – survei yang dilakukan Rakuten Insight Center ini mendapat 7.773 responden dan survei ini dilakukan pada tahun 2022 lalu.
Cukup detil, Rakuten berhasil merekam alasan-alasan tersebut berdasarkan gender, laki-laki dan perempuan. Seperti ini datanya:
- 45% perempuan dan 44% laki-laki memilih untuk tidak menggunakan aplikasi kencan dengan alasan aplikasi tersebut tidak cocok dengan budaya mereka.
- 36% perempuan dan 30% laki-laki beralasan aplikasi tersebut tidak berbobot.
- 20% perempuan dan 28% laki-laki beralasan aplikasi kencan tersebut tidak romantis dan mereka lebih suka bertemu seseorang secara alami.
Dari tiga alasan di atas – jelas terlihat bahwa faktor budaya atau bahkan society juga memengaruhi penggunaan platform. Hal ini menjadi insight yang menarik dan bisa dibahas lebih dalam untuk menjadi strategi khusus pihak-pihak terkait.
Parents, deretan data di atas bisa lho jadi bahan obrolan atau diskusi dengan pasangan. Tentu, tidak mencari siapa yang benar atau siapa yang salah, melainkan untuk mendapat insight yang berbobot dan valid karena berasal dari pasangan sendiri.