Kita tentu ingin anak mendengarkan dan patuh terhadap orang tua. Namun, ada kalanya Si Kecil menolak arahan dari Ayah maupun Ibu. Hal yang sering kali terjadi pun, kita meninggikan intonasi suara, bahkan membentak atau memberikan hukuman fisik kepada anak. Sebut saja, memukul dan mencubit. Padahal, hukuman fisik dan bentakan memberikan dampak-dampak negatif terhadap kondisi psikologis dan kepribadian anak, lho.
Fakta tentang hukuman fisik
Studi yang dilakukan oleh Harriet L. MacMillan, dkk. menyimpulkan bahwa pukulan bisa merusak perkembangan anak secara jangka panjang. Analisis yang diterbitkan Canadian Medical Association Journal itu setara dengan penelitian dua dekade terhadap efek jangka panjang hukuman fisik pada anak-anak. Berikut adalah beberapa temuan dari studi tersebut.
- Lebih dari delapan puluh penelitian gagal menemukan kaitan positif pada hukuman fisik. Kaitan yang ditemukan justru anak-anak yang dipukul mungkin depresi dan merasa tidak dihargai. Hukuman fisik juga dapat melukai harga diri anak.
- Hukuman yang keras bisa menumbuhkan kebohongan pada anak-anak yang frustrasi menghindari pukulan.
- Hukuman fisik dikaitkan dengan masalah kesehatan mental pada kemudian hari, termasuk kecemasan, depresi, penggunaan narkoba, dan konsumsi alkohol.
- Pukulan bisa berdampak pada area otak yang berperan mengatur emosi dan stres.
Anak patuh karena takut, bukan belajar mengelola diri
Menurut Jessica Joelle Alexander dan Iben Dissing Sandahl, penulis The Danish Way of Parenting, pukulan mungkin ‘efektif’ untuk jangka pendek. Namun, anak mau mendengarkan orang tua didasari rasa takut, bukan atas kesadaran maupun pengendalian diri yang sedang berkembang.
Memicu perlawanan atau menurunnya harga diri
Kebiasaan memukul anak juga menimbulkan jarak dan kebencian yang pada akhirnya memicu perlawanan atau sebaliknya, kerelaan yang diiringi menurunnya harga diri.
Anak cenderung melakukan kekerasan fisik juga
Konsekuensi jangka panjang yang paling sering muncul dari hukuman fisik adalah perilaku kasar. Praktisi Parenting Edy Wiyono mengungkapkan, orang tua yang terbiasa mendidik dengan kekerasan akan menjadikan anaknya suka menyakiti orang lain dan membangkang secara destruktif. Pada umumnya, anak yang suka memukul temannya sering dipukuli oleh sang ayah atau ibu di rumah. Hal tersebut dikarenakan anak adalah peniru ulung tindakan orang tuanya.
Anak hanya mengingat emosi negatif (dipermalukan dan disalahkan)
Berbagai temuan di atas pun membuktikan betapa hukuman fisik tidak bermanfaat dan justru merusak mental anak. Sebagaimana pendapat Psikolog Najelaa Shihab, emosi negatif akan menjadi hal yang paling anak ingat tentang hukuman karena merasa dipermalukan dan disalahkan. Begitu pula emosi negatif tentang keinginan untuk melakukan perlawanan pada pihak yang menjatuhkan hukuman.
Fakta tentang bentakan
Suara keras dan perlakuan kasar menyebabkan kerusakan sistem saraf
Penelitian associate professor bidang psikiatri di Harvard Medical School, Martin Teicher, membuktikan bahwa dalam otak bayi, terdapat jutaan neuron yang belum tersambung. Suara keras serta perlakuan kasar dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf yang setara dengan anak yang mendapatkan siksaan fisik dan pelecehan seksual.
Melukai harga diri Si Kecil
Penulis What To Expect The Second Year, Heidi Murkoff, juga mengungkapkan bahwa marah yang tidak dikendalikan seperti bentakan dapat menakuti atau merendahkan Si Kecil, bahkan melukai persepsinya terhadap diri sendiri (sense of self) yang sedang berkembang.
Referensi:
- The Secret of Elightening Parenting oleh Okina Fitriani
- Keluarga Kita: Mencintai dengan Lebih Baik oleh Najelaa Shihab
- What To Expect The Second Year oleh Heidi Murkoff dan Sharon Mazel
- Ayah Edy Menjawab oleh Edy Wiyono
(Febi/Dok. Shutterstock)