Apa kira-kira jawabanmu kalau tiba-tiba si kecil bertanya hal itu? Siapa bilang anak usia prasekolah belum bisa diajarkan tentang peristiwa gempa? Anggapan ini pun sirna setelah saya melihat si kakak menonton video Baby Bus yang berjudul “Earthquake Safety Tips Song.” Video tersebut dapat menjelaskan konsep gempa dengan sederhana dan efektif kepada anak saya yang berusia tiga tahun itu.
Berawal dari temuan tersebut, saya pun menjadi tergerak untuk mencari tahu dan mengajarkan si kecil tentang gempa.
Indonesia negara rawan gempa
Akhir September dan awal Oktober 2018, warga Indonesia berduka atas bencana gempa dan tsunami yang melanda Kota Palu juga Kabupaten Donggala serta Sigi di Sulawesi Tengah. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) seperti dilansir Liputan6, jumlah korban meninggal mencapai 1.649 orang.
Dua bulan sebelumnya, gempa juga melanda Pulau Lombok dan memakan korban jiwa sebanyak 564 orang.
Situs berita Tirto mengungkapkan, seperti banyak negara Asia lainnya, Indonesia rawan gempa. Menurut Masahiro Kokai dkk dalam Natural Disaster and Mental Health in Asia, letak geografis membuat negara-negara di Asia lebih rentan bencana dibandingkan kawasan-kawasan lainnya. Terlebih, kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara sering dilanda gempa karena berada di jalur Sabuk Gempa Pasifik. Sekitar 90% dari gempa yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di daerah yang berada di Sabuk Gempa Pasifik.
Karena itulah, pembekalan mengenai kewaspadaan diri terhadap gempa perlu diberikan kepada keluarga sejak dini, tak terkecuali anak-anak.
Sampaikan lewat cerita dan puzzle
Saya pun menemukan cerita Trinka and Sam The Day the Earth Shook yang merupakan karya Chandra Ghosh Ippen berkolaborasi dengan National Child Traumatic Stress Network.
Ilustrasi sebanyak 30-an halaman ini menceritakan pengalaman Trinka dan Sam menghadapi gempa bumi juga cara mereka berusaha pulih dari pengalaman mengerikan itu. Di bagian akhir cerita tersebut, saya mendapati panduan untuk orang tua. Beberapa poinnya menjelaskan informasi yang perlu disampaikan pada Si Kecil untuk membantunya memahami tentang gempa bumi. Kita pun dapat mengemasnya ke dalam bentuk cerita dengan bantuan alat peraga (seperti boneka tangan dan puzzle) juga bermain peran, lho.
Sebelum memulai kamu dapat berkata, “Kita semua perlu tahu apa itu gempa.” Lalu, tekankan pada anak, inilah hal-hal yang Ayah atau Ibu ketahui tentangnya.
Menganalogikan lempeng tektonik dengan puzzle
Tunjukkan puzzle pada Si Kecil lalu kamu dapat menganalogikannya dengan proses terjadinya gempa. Misalnya, bumi memiliki kepingan-kepingan seperti puzzle. Kita menyebut kepingan-kepingan itu lempeng tektonik. Kepingan-kepingan tersebut selalu bergerak, biasanya dengan lambat sehingga sering kali tak terasa. Gempa terjadi ketika kepingan-kepingan ‘puzzle’ itu menabrak satu sama lain.
Gunakan puzzle juga untuk menggambarkan jenis-jenis guncangan gempa seperti menyamping, ke atas dan ke bawah, atau bergelombang.
Perkenalkan prinsip Drop, Cover, and Hold
Selama gempa, kita ingin memastikan bahwa barang-barang sekitar tidak menimpa kita. Pelatih Keamanan Rumah Wahyu S. Minarto mengungkapkan, saat ini tindakan standar yang dianjurkan secara global adalah drop, cover, and hold (merunduk, berlindung, dan bertahan) yang disingkat DCH. Inilah alasan pentingnya Ayah dan Ibu memperkenalkan Si Kecil dengan prinsip tersebut.
Menurut statistik, kebanyakan orang menjadi korban karena terlalu banyak bergerak. Padahal, saat gempa, semua bergerak. Begitu pula, meja di samping kita yang juga akan bergerak. Nah, pada metode DCH, saat berlindung di bawah meja, kita diminta untuk memegang kaki meja (hold) guna mencegah meja bergeser sehingga kita tetap memiliki perlindungan.
Bagaimana jika tidak ada meja? Menurut pria yang akrab disapa Paman Billie itu, jika tidak ada meja, hal yang penting, lakukan dulu posisi DCH dulu saat tanah bergoyang.
Gempa susulan, bumi sedang menyelesaikan ‘puzzle’-nya
Gempa yang besar sering kali diikuti dengan gempa-gempa susulan. Meski gempa susulan biasanya berkekuatan lebih kecil, tetap saja bisa menakutkan. Gempa susulan terjadi karena bumi sedang ‘menyelesaikan kepingan puzzle-nya’ setelah gempa pertama. Semakin besar kekuatan gempa, semakin besar dan banyak pula gempa susulan.
Ingatkan Si Kecil untuk selalu merunduk, berlindung, dan bertahan bahkan saat gempa susulan terjadi karena barang-barang di sekitar kita dapat jatuh atau pecah.
Ketika gempa terjadi saat malam hari, tetaplah di tempat tidur, meringkuk, dan bertahanlah. Lindungi kepala dengan bantal.
Jangan lupa kenalkan tsunami
Jika tinggal dekat lautan, gempa yang besar dapat menimbulkan gelombang lautan yang disebut tsunami. Ketika mendengarkan peringatan tsunami, segeralah meninggalkan area yang kurang aman ke tempat yang lebih aman. Yakni, ke tempat yang lebih tinggi.
Diskusikan perencanaan keluarga saat gempa terjadi
Buat perencanaan hal-hal yang harus dilakukan saat bencana terjadi. Dengan begitu, Si Kecil mengetahui hal yang dilakukan ketika gempa terjadi. Sekali lagi, praktikan prinsip merunduk, berlindung, dan bertahan bersama seluruh anggota keluarga.
Pastikan ia mengetahui tempat paling aman di rumah untuk berlindung saat gempa maupun tsunami juga tempat yang dapat didatangi untuk proses evakuasi.
Tak lupa, siapkan perlengkapan darurat dalam satu tas dan taruh di tempat yang mudah dijangkau.
Informasi lainnya seputar gempa
- Gempa terjadi setiap waktu. Sebagian besar gempanya kecil sehingga kita tidak merasakannya.
- Gempa biasanya berlangsung kurang dari satu menit dan diawali suara gaduh yang terdengar samar-samar atau sekeras kereta barang.
- Gempa berlangsung tiba-tiba dan tanpa peringatan.
Selamat mengedukasi Si Kecil, #MillennialParents!
Referensi: artikel “Hampir 2 Bulan Berlalu, Ini “Update” Korban Gempa Lombok dari BNPB” pada Kompas
(Febi/Dok. Shutterstock)