Apakah kamu sering memaksakan anak menghabiskan makanannya meski ia tidak suka atau sudah kenyang? Apakah hanya Ibu yang menentukan pilihan makanan untuk anak? Jika jawabannya “ya,” berarti gaya pemberian makanmu termasuk otoritarian. Yakni, salah satu dari empat cara pemberian makan yang dirangkum buku Fearless Feeding: How to Raise Healthy Eaters from High Chair to High School oleh Jill Castle dan Maryann Jacobsen. Feeding style yang memaksakan anak makan ini ternyata berisiko, lho.
Orang tua mengatur penuh pola makan anak
Ciri khas cara pemberian makan otoritarian adalah orang tua memegang kontrol terhadap pilihan maupun porsi makanan anak. Misal, anak harus menyantap makanan yang dipilih orang tua sekaligus dilarang mengonsumsi makanan tertentu. Anak pun harus mematuhinya. Jadi, lebih banyak peraturan maupun ekspektasi orang tua terhadap makanan ketimbang keinginan anak.
“Pokoknya apapun yang terjadi dan bagaimanapun anaknya, makanan harus habis. Soalnya, mama sudah nyiapin makanannya susah payah, sudah masak capek-capek, sudah ngitungin gizinya, masa cuma masuk ke tong sampah doang? Harus makan,” tutur dr. Ranti Astria Hannah,Sp.A, menjelaskan contoh kasus yang sering terjadi.
Yap, gaya pemberian makan ini seringkali tidak mempedulikan nafsu makan dan selera makan si kecil.
Proses makan juga biasanya lebih karena tekanan untuk menghabiskan sajian.
Selain itu, ada pula mekanisme hadiah dan hukuman terkait pola makan anak.
“Oke, kamu makan semua sayurnya. Setelah itu, kamu boleh nonton TV atau justru kamu enggak boleh sama sekali makan mi instan. Kalau kamu makan mi instan, kamu enggak boleh nonton TV atau main games selama seminggu,” jelas dr. Ranti memberikan contoh.
Risiko obesitas
Ranti mengungkapkan bahwa gaya pemberian makan ini berbahaya berdasarkan studi yang dipublikasikan tahun 2003. Gaya otoritarian yang serba melarang anak ternyata berhubungan dengan peningkatan berat badan si kecil.
“Misalnya, anak-anak yang dilarang makan coklat dan kue, dia akan secara diam-diam mengidolakan makanan itu. Dengan begitu, sekalinya dia makan, itu akan dimakan secara berlebihan bagaikan menemukan harta karun. Mumpung enggak ada mama. (Sementara) kita juga enggak mungkin bisa mengontrol semua makanan yang masuk. Anaknya cenderung memiliki berat badan yang lebih tinggi,” jelas Ranti.
Risiko berat badan rendah
Tapi di sisi lain, gaya pemberian makan yang dikenal sebagai forceful feeding ini juga memiliki risiko sebaliknya, yakni anak memiliki berat badan lebih rendah. Pasalnya, anak mengasosiakanan makanan yang sehat dengan pengalaman yang tak enak lantaran dipaksakan.
“Jadi setiap kali dia melihat makanan itu atau saat mau makan, dia merasa, ‘Aduh enggak enak.’ Dia justru enggak mau makan sehingga berat badannya menjadi turun,” kata dr. Ranti.
Selain otoritarian, masih ada tiga feeding style lainnya yang dikemukakan oleh Jill Castle dan Maryann Jacobsen. Yuk, cari tahu gaya pemberian makanmu di artikel Mana Feeding Style Kamu: Permisif, Neglectful, atau Otoritatif.
(Febi/ Dok. Pixabay)