Video siswa kelas I sekolah dasar asal Sumatera Selatan yang menjadi korban bullying di sekolah sempat viral di media sosial. Menurut keterangan Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir, kejadian yang berlangsung 27 November lalu itu berawal main-main.
“Siswa kelas V SD menyuruh siswa kelas I berantem dan direkam pakai HP mereka,” ujar Kasubbag Media dan Komunikasi Pemkab OKI Adiyanti sebagaimana dilansir detikcom.
Dalam video tersebut, korban terlihat menangis histeris.
Bullying dapat mengancam anak usia prasekolah
Tak hanya di tingkat SD, perilaku bullying dapat mengancam anak-anak usia berapapun. Bahkan menurut American Academy of Pediatrics, bullying juga dapat dialami anak-anak prasekolah.
Jika si kecil menjadi target bullying di sekolahnya, ia mungkin tidak dapat menyampaikannya kepada Ayah dan Ibu maupun memiliki kemampuan untuk menyerang balik. Karena itulah, tak ada salahnya membekali balita sejak dini cara menghadapi situasi bullying. Siapa saja bisa menjadi korban bullying tanpa kita prediksi, bukan?
Cara menghadapi bullying pada balita
Menurut penulis situs What To Expect, Heidi Murkoff, orang tua dapat membantu balita menghadapi perilaku bullying dan mengekspresikan perasaannya.
Selain itu, orang tua juga dapat melakukan sejumlah hal terkait situasi tersebut.
Bicarakan dengan guru anak
Guru adalah informan terbaik mengenai apapun yang terjadi di dalam kelas maupun arena bermain. Bahkan, sekalipun Ibu marah dengan perilaku bullying yang menimpa si kecil, tetaplah tenang. Selalu ingat, Ibu akan mendapatkan respon yang lebih baik dengan bertanya, ketimbang menunduh. Jika si kecil melaporkan hal yang dialaminya (menjadi korban bully), berusahalah mengonfirmasi temuan tersebut kepada sang guru.
Namun, bila si kecil tidak menceritakan apapun dan selalu beralasan sakit sebelum sesi bermain di luar, cobalah untuk melaporkan hal itu kepada gurunya. Tanyakan kemungkinan si kecil menjadi target murid lainnya. Bila sang guru belum menangkap kejadian apapun, setidaknya ia akan mulai mengawasi gerak-gerik buah hati.
Dukung si kecil
Penghargaan diri merupakan hal yang masih dipelajari seorang balita. Karena itu, tak heran sebagian dari balita ‘pasrah’ menjadi korban bullying atau malu untuk mengungkapkan ia telah menjadi bahan ledekan teman-temannya. Yakinkan kepada si kecil bahwa ia tidak salah dan Ibu akan membantunya menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Berikan solusi damai
Tentu menggoda sekali ya, Bu, meminta anak untuk melawan atau meledek balik teman yang menjadi pelaku bully. Namun, hati-hati karena hal tersebut justru mendorong perilaku bullying yang lebih jauh lagi. Murkoff menawarkan alternatif yang lebih aman buat si kecil, seperti meminta pelaku bully untuk berhenti mengganggunya, pergi meninggalkan pelaku dan bermain dengan teman lainnya, atau meminta pertolongan guru.
Bermain peranlah dengan si kecil
Setelah Ibu membekali reaksi yang tepat kepada si kecil, mintalah ia bermain peran seolah-olah menghadapi situasi bullying. Latihlah ia untuk berdiri tegap sambil berbicara keras seperti, “Aku enggak suka!” atau “Jangan dotrong-dorong!”
Beritahu juga kepada si kecil bahwa dalam situasi seperti itu, ia harus menampakkan
wajah datar, bukan menangis atau marah. Ibu dapat mencontohkan langsung caranya kepada buah hati. Pelaku bullying biasanya tidak mau berurusan dengan anak-anak yang percaya diri.
Namun jika cara-cara di atas gagal, Ibu bisa kembali meminta bantuan sang guru atau menghubungi kepala sekolah untuk saran-saran lebih jauh. Kepala sekolah mungkin akan meminta orang tua pelaku bullying untuk terlibat menyelesaikan masalah tersebut.
(Febi/Dok. Pixabay)
1 comment