Setelah punya anak dan bergabung di beberapa grup berisi ayah-ibu baru, saya jadi biasa melihat pesan berisi permintaan donor ASI. Semangat mengASIhi pastinya membuat banyak orangtua ingin memberikan nutrisi terbaik buat anaknya. Kalau situasinya tidak memungkinkan, seperti ibu meninggal atau sakit parah, donor ASI jadi pilihan.
Tapi kadang, ada juga orangtua yang galau mencari donor karena merasa air susu yang dihasilkan si ibu tidak mencukup kebutuhan bayi. Saya jadi penasaran, sebenarnya kondisi seperti apa yang membuat bayi boleh mendapat ASI dari donor.
Regulasi Donor ASI
World Health Organization (WHO) merekomendasikan empat prioritas asupan bagi bayi, khususnya yang lahir dengan berat badan rendah. Urutannya mulai dari ASI yang diminum langsung dari ibu, ASI perah dari ibu, donor ASI dan terakhir, susu formula.
Jadi, air susu ibu dari pendonor boleh diberikan buat bayi yang benar-benar membutuhkan. Seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, bayi prematur dan bayi kembar. Tapi sebelumnya, ada ketentuan yang harus diketahui pendonor juga penerima ASI.
Dalam situs Tirto.id disebut kalau regulasi donor ASI sebenarnya tidak bisa sembarangan. Di Amerika misalnya, Center for Disease Control and Prevention (CDC) tidak merekomendasikan donor kalau tidak melalui tes skrining terlebih dulu.
Awalnya calon pendonor akan menjalani pemeriksaan lisan dan tertulis untuk mengetahui kondisi serta riwayat kesehatan. Lalu, ASI dari pendonor harus melalui pengecekan di laboratorium.
ASI hasil donor juga mesti melalui proses pasteurisasi dan disimpan khusus di milkbank. Manajemen ASIP ini penting. Karena kalau tidak melalui proses yang benar justru beresiko bahaya bagi kesehatan bayi.
Donor ASI di Indonesia
Di Indonesia ternyata juga sudah ada pengaturan soal donor ASI, yaitu Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Di peraturan itu disebutkan, pemberian ASI eksklusif lewat pendonor dapat dilakukan dengan persyaratan:
– Ada permintaan dari ibu kandung atau keluarga yang bersangkutan
– Kejelasan identitas, agama dan alamat pendonor ASI diketahui jelas oleh ibu atau keluarga bayi penerima ASI
– Adanya persetujuan pendonor ASI setelah tahu identitas bayi yang diberi ASI
– Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak memiliki indikasi medis yang tidak memungkinkan dilakukannya pemberian ASI eksklusif
– ASI tidak diperjualbelikan.
Selain itu, menurut konselor laktasi sekaligus founder Pejuang ASI, dr. Ameetha Drupadi, calon pendonor juga mesti melalui screening kesehatan. Antara lain tidak ada riwayat hepatitis, HIV, HTLV, TBC dan tidak menerima transfusi darah atau transfer organ dalam satu tahun terakhir.
Bayi kandung dari pendonor juga mesti dalam keadaan sehat. Dan ibu pendonor harus mampu memerah dan menyimpan ASI sesuai standar steril. Syarat-syarat itu penting, untuk mencegah bayi tertular penyakit lewat ASI.
Donor ASI boleh, jika kebutuhannya mendesak
Meski ada peraturannya, donor ASI di Indonesia banyak yang dilakukan langsung antar keluarga. “Kebanyakan orang yang mendonorkan atau menerima donor ASI masih dalam konteks saling percaya saja. Namun harus diperhatikan betul tujuan serta alasan mendonorkan atau menerima ASI,” jelas dokter Ameetha.
Pada beberapa kasus, ada juga orangtua yang memilih donor ASI karena ibu tidak bisa memenuhi kebutuhan bayinya sendiri. Dokter Ameetha menilai kondisi seperti ini bukan termasuk yang mendesak.
Jika ibu merasa air susu yang dihasilkan sedikit, hal pertama yang mesti dilakukan bukan mencari donor. Melainkan bertanya ke konselor laktasi agar Ayah dan Ibu bisa mengetahui penyebab jumlah ASI yang sedikit.
“Kalau ibu merasa ASInya tidak cukup terus mencari donor, maka tidak menyelesaikan masalah. Sebaiknya cari tahu dulu kenapa. Biasanya yang jadi masalah karena bayi tidak menyedot habis, pelekatan kurang pas atau sejak awal lahir bayi sudah dikenalkan dengan dot,” jelas dokter Ameetha.
Dokter yang berpraktek di Rumah Sakit Mayapada ini menambahkan, “Donor ASI dapat diberikan kalau segala usaha, pengetahuan, konseling dan teknik menyusui sudah dilakukan dengan benar, namun ternyata ASI (yang dihasilkan) belum bisa memenuhi kebutuhan bayi.”
Jadi, bagi orangtua yang ingin mengASIhi anaknya, usahakan untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai dua tahun atau lebih. Donor ASI bisa jadi jalan keluar untuk kondisi yang darurat. Pastikan dukungan keluarga sebagai yang paling utama, agar bisa menentukan pilihan terbaik bagi si kecil.
(Dyah/Dok. Freepik, What to Expect)