Ngomongin urusan rumah tangga itu gak ada habisnya, belum lagi kalau orang tua sering ikut campur atau intervensi urusan rumah tangga kita. Mulai deh percikan konflik bertebaran mulai dari pasangan yang kepancing emosi, kita yang berusaha jadi penengah, orang tua yang gak ngertiin posisi anaknya. Hadehh… 😀
Tenang, dibawa santai dulu, sering-sering tarik dan buang napas buat redain emosi. Ambil sisi positifnya dulu, kalau orang tua kita itu peduli jadi perhatiannya suka berlebihan. Bisa juga merasa berpengalaman jadi pengin ‘ngajarin’ tentang rumah tangga.
Kita bisa banget kok, menolak dan memberi pengertian ke mereka kalau kita tuh bisa tangani sendiri. Asalkan penolakan itu gak menyakiti perasaan orang tua, buktiin aja kita dan pasangan udah cukup mumpuni untuk membangun keluarga.
Gimana caranya? Simak tips menghadapi intervensi orang tua dalam urusan rumah tangga berdasarkan penjelasan konselor Conscious Marriage Advocate, Rani Anggraeni Dewi.
Pasangan harus punya kesepakatan
Pasangan punya satu bahasa untuk membantu support system berdua. Kalau sudah begitu, kita sudah bisa menghadapi faktor eksternal dalam menghadapi orang tua maupun mertua yang ingin mengatur kita.
Misalnya, kita dan pasangan sudah sepakat dan satu bahasa untuk menyelesaikan pendidikan dan menjalani usaha, setelah itu baru punya anak. Jadi ketika orang tua mengatur terhadap hal tersebut, kita gak mudah terpengaruh dan merasa aman karena pasangan sudah mendukung keputusan yang diambil.
Memiliki pondasi yang dibangun bersama pasangan
Dalam buku ‘Untuk Apa Menikah?’ yang ditulis Bu Rani, ada 10 nilai dalam pernikahan; Cinta kasih, penghargaan, toleransi, rendah hati, kedamaian, kebebasan, tanggung jawab, kesetaraan, kerjasama, dan kejujuran.
Dari 10 nilai ini mana yang menjadi prioritas bagi kita dan pasangan? Kita harus memilih dan bersepakat sehingga apapun yang terjadi, keputusan dan solusinya harus mempertimbangkan nilai-nilai tadi, menjadi jangkar untuk memecahkan solusi.
Misalnya, kita dan pasangan lebih memprioritaskan kebebasan. Jadi meski sudah menikah kita tetap bebas bekerja, menjalani hobi, mencoba banyak hal baru, apapun itu yang memberikan ruang kebebasan untuk pasangan berkembang.
Seandainya orang tua gak setuju, kita dan pasangan bisa saling mendukung dan membela. Ketika orang tua bertanya, jawabannya pun sudah disepakati bersama. Ibaratnya harus kompak.
Menyadari kemungkinan adanya intervensi orang tua dari sebelum menikah
Menurut Bu Rani, sebenarnya gak semua anak berani menghadapi orang tuanya. Tetapi kalau sudah disadari dari sebelum menikah, paling tidak kita sudah mengumpulkan amunisi. Jadi ketika orang tua sudah mulai mengatur atau ikut campur tangan, kita dan pasangan sudah punya strategi yang sudah disepakati bersama dalam menghadapi itu.
Ada baiknya kita mendiskusikan mengenai tantangan internal dan eksternal dalam rumah tangga sebelum menikah. Jadi ketika muncul masalah itu, kita dan pasangan sudah lebih siap menghadapi dan saling kompak.