“Sebagai orang tua, kita dapat membantu anak hidup dalam kedamaian dan keselarasan dengan semua orang. Pada usia dini kita bisa mengisi pikiran mereka dengan kekaguman serta ketertarikan pada perbedaan budaya sebelum mereka mengenal sikap-sikap yang bisa menumbuhkan rasa takut dan prasangka.” – Pendiri Yayasan Montessori Tim Seldin
Keragaman budaya, salah satu area yang patut dikenalkan pada anak dalam Metode Montessori. Seperti lewat pengenalan tradisi Natal dan hari besar agama lain juga perayaan nasional maupun internasional setiap tahunnya. Mulai dari perayaan Tahun Baru, Hari Kemerdekaan, Imlek, Idul Fitri (Islam), Waisak (Budha), Galungan (Hindu), Paskah (Kristen/Katolik), dan sebagainya.
Menurut Tim Seldin, sekolah-sekolah Montessori menggunakan pengalaman langsung dan perayaan-perayaan internasional dari seluruh dunia dalam memperlajari kebudayaan. Misalnya, dengan menggelar pertunjukan-pertunjukan berkaitan dengan perayaan hari besar agama maupun tradisional.
Menyambut akhir tahun, berbagai tempat pun meriah dengan nuansa Natal. Ibu yang tidak merayakannya pun bisa mendiskusikan tradisi-tradisi Natal dengan si kecil. Tujuannya untuk menambah wawasan serta menanamkan penghargaan terhadap teman-temannya yang beragama Kristen dan Katolik.
Apa saja tradisi merayakan Natal itu?
Makan bersama di malam Natal
Umat Katolik biasanya menggelar makan malam bersama keluarga usai mengikuti misa di gereja sore harinya. Menurut Florencia Sitha, ibu beragama Katolik dengan dua anak, keluarganya mengawali makan malam dengan berdoa bersama dulu.
“Lalu saling mengucapkan selamat Natal, habis itu makan. Intinya sih, makan-makan, happy, terus kumpul-kumpul. Kalau di kampung lebih rame karena pasti antartetangga kampung saling mengunjungi. Anak-anak tetangga habis magrib pasti sudah keliling. Kayak Lebaran, deh,” jelas Sitha yang berkampung halaman di Magelang, Jawa Tengah.
Saling bertukar kado
Sharon Natasha, ibu beragama Kristen dengan seorang balita, mengungkap keseruan acara tukar kado keluarganya saat malam Natal. “Biasanya keluargaku tiap jam 12 dini hari pada peralihan tanggal 24 ke 25 Desember pasti tukeran kado. Aku kasih kado ke adik-adik dan suamiku satu-satu gitu. Nah, kalau papa dan mama, kita (para anak) yang patungan. Jadi, niat kita sih, biar sampai tua nanti kalaupun pisah rumah, pasti kumpul buat tukeran kado,” jelas Sharon kepada Parentalk.
Sama halnya dengan Sharon, Sitha juga punya tradisi memberikan kado. Tapi, tak hanya keluarga, kado juga untuk anak-anak tetangganya.
Saling mengunjungi
Tradisi ini lekat dengan keluarga Sitha. Usai bertukar kado di pagi hari, Sitha dan keluarganya berkunjung ke rumah saudara dan kerabat. Natal memang menjadi momen emas untuk merajut silaturahmi. Selain itu, Sitha rutin pulang ke Magelang saat Natal tiba. Ia pun bercerita pengalaman Natal saat masih sekampung Alm. Suzzanna Martha Frederika van Osch, aktris kenamaan film horor Indonesia.
“Dulu kalau Natalan pasti pada rame ke rumah Suzzanna karena dapat es krim. Tante Susi open house,” kenang Sitha.
Layaknya hari-hari besar keagamaan pada umumnya, Natal memiliki nilai kebersamaan dan semangat berbagi. Harapannya dengan mengenalkan si kecil dengan tradisi umat beragama Kristen dan Katolik ini, ia dapat memahami dan menghargai kekayaan juga keragaman budaya yang membedakan kita.
Referensi: Membesarkan Anak Hebat dengan Metode Montessori oleh Tim Seldin
(Febi/ Dok. Pixabay)