Tradisi gebrak bayi dilakukan agar kelak anak gak menjadi orang yang mudah kaget. Konon, tradisi ini dilakukan sudah turun temurun, apakah Parents juga melakukan hal ini?
Menurut dr. Miza Afrizal, SpA, dalam sisi medis bayi baru lahir itu membawa refleks primitif yang merupakan gerakan spontan secara alami. Refleks ini membuat bayi baru lahir terlihat kaget ketika mendapat sebuah rangsangan tertentu.
“Refleks primitif itu salah satunya ada refleks moro, refleks ini yang bikin kaget (bayi) dan tanda bahwa otak bayi itu normal. Jadi bayi gampang kaget tanpa penyebab yang jelas,” kata dr. Miza melalui akun TikTok miliknya.
Ia menambahkan, justru orang tua perlu khawatir kalau bayi gak memiliki refleks moro atau gak sering terlihat kaget. Refleks ini tentu gak akan terus ada sampai anak beranjak dewasa, kagetan akan hilang dengan sendirinya ketika anak berusia sekitar 4 bulan.
“Tadinya anak kaget tanpa alasan yang jelas. Nanti kalau udah 5 bulan ke atas, bayi mulai kaget dengan alasan “sepele”. Misal ada getaran dikit, anak kaget, itu adalah tanda bahwa bayi punya pendengaran dan otak yang sehat,” jelasnya.
Oleh karena itu, ketika bayi mengalami kaget tanpa alasan kita gak perlu khawatir dan harus dihindari, sebab ini menjadi tanda bahwa bayi punya perkembangan otak yang normal.
Di lain hal, menggebrak kasur yang ditiduri bayi sampai terjadi guncangan yang cukup kencang dan mendadak, itu akan berisiko tinggi terjadinya shaken baby syndrome atau pendarahan di otak.
“Kalau sudah pendarahan di otak, kemungkinannya akan terjadi kematian mendadak atau bayinya selamat tapi cacat seumur hidup. Itu sesuatu yang kita semua tidak inginkan,” ujarnya.
Lalu terdapat risiko lain pada pendengaran bayi yang masih belum matang. Sehingga bila mendengar sesuatu dengan intensitas frekuensi dan volume yang kencang, itu berisiko membuat kerusakan permanen pada telinga atau tuli seumur hidup.
Mudah-mudahan pemahaman ini membuat kita lebih peduli terhadap dampak dan risiko jangka panjang pada anak ya, Parents! 🙂