Siapa Ibu-ibu di sini yang merasa bernegosiasi dengan anak balita lebih menantang ketimbang orang dewasa? Saya sih, bakal tunjuk tangan dengan mantap!
Saat orang tua berada di situasi baru dan belum mengomunikasikan aturan terkait, anak usia dua tahun ke atas rentan tantrum ketika tidak mendapatkan keinginannya. Psikolog Pendidikan Binky Paramitha dari Rumah Dandelion pun menyarankan Ayah dan Ibu untuk tidak goyah bila hal yang dilarang menyangkut prinsip keluargamu.
Tapi, bagaimana kalau anak menangis sampai guling-guling di tempat umum? Binky punya tips bernegosiasi dengan anak balita yang bisa kamu terapkan, nih.
Tetap tenang dan jelaskan alasannya
Saat anak tidak menurut dan tantrum lantaran kamu tidak bisa memenuhi keinginan si kecil, berusahalah untuk tenang sembari menjelaskan alasannya. Temani buah hati sampai situasi kondusif.
Misal, ketika anak dan Ibu berkunjung ke mini market, ia memaksa untuk dibelikan permen. Padahal, si kecil sedang sakit gigi. Ibu bisa bilang, “Maaf ya, Nak. Mama enggak bisa belikan permen karena kamu lagi sakit gigi.”
Ingat, alasannya harus kuat.
“Kita kasih tahu aja alasan yang sudah ia mengerti. Kalau kita bilang enggak bisa lalu dia menangis, ya sudah, tidak masalah. Kita temani sambil bilang, ‘Kakak antara kesal dan sedih karena enggak bisa dapat permen, ya? Enggak apa-apa kalau mau menangis dulu.’ Kalau bisa, coba alihkan perhatiannya (dengan berkata). ‘Yuk, kita pulang dulu. Kan di rumah ada jus buah, misalnya,” jelas Binky.
Konsisten dengan aturan
Jangan sampai orang tua luluh lalu menyerah ketika anak bersikeras menginginkan hal yang telah kita larang. Pasalnya, hal itu dapat anak jadikan ‘senjata’ di kemudian hari. Sabar-sabarin aja kalau ada orang sekitar yang mengomentari sikap kita.
Kembali lagi ke contoh tadi. Si kecil menangis di mini market karena kamu melarangnya mengambil permen. Terus, ada ibu-ibu yang berkomentar, “Ih, masa begitu aja enggak dikasih. Udahlah, Bu.” Kalau ‘kalah,’ kita biasanya bilang, “Ya sudah, deh, Mama beliin sekarang.”
Menurut Binky, bila hal itu terjadi, anak belajar bahwa ibunya pasti akan memberikan hal yang ia inginkan jika menangis. Pada kesempatan berikutnya, anak pun akan menggunakan cara itu kembali dan intensitasnya malah semakin tinggi.
“Apalagi, kalau kadang-kadang orang tua membolehkan, sementara di kesempatan lainnya melarang saat anak menangis, itu kan enggak konsisten. Dia akan mencoba terus sehingga menangisnya semakin panjang dan ada saja ulahnya. Guling-guling di lantai atau membenturkan kepala, misalnya,” ungkap Binky.
Biarkan anak menuntaskan emosinya
Ketika anak tantrum beri tahukan bahwa Ayah atau Ibu memberikan kesempatan padanya untuk menyalurkan emosi.
“Mama di sini, ya. Kalau sudah selesai menangisnya, kita pulang.”
“Kalau udah selesai menangis, kasih tahu Mama, ya.” (Misalnya, supaya Ayah atau Ibu bisa melakukan hal lain. Terapkan ini bila kamu dan si kecil sedang di rumah saja.)
Kalau tangisnya sudah reda, Ibu dapat memeluk atau memberikan bentuk perhatian lainnya yang ia suka. Lalu, jelaskan alasanmu tidak bisa memenuhi keinginannya tadi.
Jangan tersulut emosi
Salah satu kunci lainnya ketika anak tidak mau mengikuti arahan kita adalah berusaha mengelola emosi dengan baik. Orang tua perlu menyadari bahwa anak berulah bukan karena ia sengaja membuat kita kesal. Hindari upaya melabel anak dengan sebutan negatif seperti “nakal” dan sebagainya.
Upayakan agar emosimu tidak tersulut untuk mencegah anak semakin rewel atau memberontak. Sepengalaman saya pribadi, cara ini memang ampuh. Contohnya, ketika anak memegang benda yang berbahaya seperti gunting, saya dan suami harus memintanya dengan manis. Jika kami memintanya dengan suara keras karena kesal atau memaksa, si kecil justru makin menolak.
Cari tahu penyebab
Ketika anak rewel atau sulit diatur, Binky menyarankan orang tua untuk mencari tahu penyebab dan mengupayakan hal-hal yang bisa menyelesaikannya. Salah satu caranya dengan memastikan segala kebutuhan dasar si kecil telah terpenuhi.
Contoh:
- Saat anak rewel karena capek, berikan kesempatan padanya untuk tidur.
- Ketika anak melempar-lempar benda atau melakukan hal lain yang tak disukai Ibu, coba tawarkan makanan untuk mencari tahu ia lapar atau tidak.
“Kita harus cari tahu dulu alasannya. Misalnya, anak menangis terus dan ada saja benda yang dijatuhkan. Sebenarnya dia lagi kecapekan banget dan lapar, tapi dia enggak tahu karena badannya terasa enggak enak. Jadi, dia lakuin hal-hal yang dia tahu enggak boleh sama ibunya,” jelas Binky.
Buat si kecil belajar dari tindakannya
Jika kebutuhan dasar anak telah terpenuhi, bangunlah dialog sesuai pemahaman anak seusianya.
“Selesai makan, baru kita bicarakan perilakunya tadi baik-baik. ‘Tadi kenapa, kok bolanya dilempar-lempar? Nanti kan hilang.’ Tujuannya untuk pelajaran juga agar ia tahu hal yang boleh dan dilarang. Penjelasannya setelah ia sudah lebih nyaman,” kata Binky.
Berhadapan dengan anak balita memang harus tahu ilmunya dan punya banyak stok kesabaran ya, Ayah dan Ibu! Setuju?
(Febi/Dok. Shutterstock)