Mengajak anak konsultasi psikolog emang nggak mudah ya, Parents. Kita cenderung ngerasa ragu, takut kita menanggapi keluhan si Kecil berlebihan, apalagi kalau sampai ada omongan orang yang macem-macem.
Padahal kenyataannya kita lagi cemas nih ngeliat sikap anak banyak yang berubah. Ada yang kelihatan banget punya masalah, tapi ada juga anak yang pandai menutupinya dengan tetap ceria.
Kita cuma bisa nebak-nebak. Apa dia mendapat bullying? Apa ada hal lain yang bikin dia sedih? Sampai akhirnya kelihatan banget si Kecil makin drop. Harus konsultasi psikolog nggak ya?
Hmm.. Mammin bantu jelasin ya, berdasarkan uraian Tentang Anak, berkonsultasi ke psikolog itu bukan hal buruk bagi anak. Justru langkah ini termasuk diperlukan untuk mendukung keoptimalan perkembangan si Kecil.
Kita juga jadi merasa terbantu untuk mengidentifikasi tantangan atau masalah yang sebenarnya dialami si Kecil. Selain itu kita bisa dapet saran, rekomendasi, maupun jenis intervensi yang sesuai dengan masalah.
Lalu, apa aja ya, tanda si Kecil perlu konsultasi ke psikolog? Pastinya anak menunjukkan perilaku yang nggak wajar atau berdampak pada aktivitas sehari-hari. Seperti berikut ini, Parents.
Perubahan signifikan pada pola tidur
Anak yang sehat dan ceria biasanya lebih mudah untuk diajak tidur. Hanya dengan dongeng, minum susu, atau menimangnya. Meski si Kecil menjadi rewel saat mau tidur tapi masih bisa ditenangin.
Beda banget sama anak yang sedang ada masalah. Sama kayak kita yang dewasa juga sih kalau lagi stres biasanya susah tidur, sering nggak nyenyak tidurnya, terus mimpi buruk.
Menjadi lebih manja dan bergantung secara berlebihan
Biasanya anak kita tinggal sebentar masih bisa cuek karena asik main, terus kalau lama dikit baru deh nyariin. Namun kali ini, si Kecil bener-bener manja banget, kayak takut banget kehilangan kita.
Anak emang kadang suka gitu sih ya, tapi yang kali ini cukup berlebihan. Pengennya sama kita terus, nggak boleh hilang sebentar dari jangkauannya, nggak mau main juga maunya cuma nemplok aja sama Ayah atau Ibu.
Menunjukkan perilaku menyakiti diri sendiri
Nggak cuma orang dewasa aja lho, yang bisa kaya gini, anak-anak juga. Biasanya si Kecil udah mulai nggak mau makan, bukan GTM kaya biasanya ya, nggak mau makan tapi tetap ceria.
Lalu memukul kepalanya sendiri, tingkah laku yang ingin dirinya mendapat penyiksaan. Dalam keadaan seperti ini, sebaiknya kita sering dekat dengan si Kecil agar dirinya merasa dilindungi dan merasa lebih tenang.
Sulit mempertahankan fokus
Ini lebih sering ngelamun ya, seperti diem aja gitu. Diajak main atau ngomong jadi nggak nyambung. Ini penyebabnya karena ada hal lain yang si Kecil lagi pikirin banget alias terbebani.
Menolak ketertarikan pada hal yang sebelumnya disukai
Tadinya suka banget main masak-masakan, langsung happy dan semangat. Apalagi kalau udah dibeliin mainan masakan baru.
Tiba-tiba itu nggak disukain sama si Kecil. Jadi dia nggak suka aja sama apa yang dia suka sebelumnya, nggak semangat untuk ngelakuinnya lagi.
Lebih banyak diam dan menarik diri
Mammin pernah deh, lagi sedih banget rasanya nggak mau ketemu orang. Bedanya kita yang dewasa bisa bilang apa yang kita mau. Namun terkadang anak-anak belum terlalu paham gimana caranya ungkapin perasaan dia.
Untuk main sama mainan kesukaan aja udah nggak semangat, apalagi chit chat sama orang lain atau Parents. Biasanya ini dirasain ketika kita lagi sedih dan stres berat.
Mudah marah atau mengamuk pada hal sepele
Biasanya ramah periang, kali ini si Kecil jadi suka marah. Terkadang marahnya tanpa alasan. Misalnya Parents cuma salah kasih mainan aja dia langsung marah banget.
Kalau ada hal yang kebetulan nggak sesuai sama apa yang dia pengenin, langsung ngamuk. Pokoknya di bagian ini si Kecil jadi sensitif parah.
Nggak mampu menunjukkan keterampilan
Mau ngomong sama orang lain aja udah males, apalagi buat nunjukkin keterampilan? Namun ini bisa dari berbagai aspek sih. Kayak yang tadinya semangat masak bantuin Ibu tiba-tiba nggak mau lagi terus kelihatan si Kecil lagi kecewa.
Bayangin kita ngadepin anak kayak gitu terus dia nggak mau cerita sama orang tuanya. Kita juga jadi nebak, ini anak kenapa sih, ditanya tapi nggak jawab.
Nah, sudah sepatutnya kita sebagai orang tua bisa peka terhadap permasalahan si Kecil, sehingga Parents bisa segera mengidentifikasi masalah yang dihadapi anak.
Nggak cuma gizi dan stimulasi aja, kesehatan mental nggak kalah penting!