Sudah menjadi pengetahuan umum kalau umur empat tahun adalah waktu yang tepat untuk bangun pondasi yang kuat untuk kemampuan literasi dan numerasi anak. Maka, tidak heran jika banyak orang tua yang berlomba membuat anaknya mau pergi ke tempat les.
Pertanyaannya adalah, apakah hal tersebut efektif?
Mungkin ada yang efektif dan mungkin ada yang tidak. Tapi Parents daripada pikiran kita dipenuhi oleh kata mungkin, ada yang sudah pasti-pasti saja, nih. Smartick Indonesia, secara resmi memperkenalkan cara belajar matematika selama 15 menit setiap hari.
Sudah terbayang dong bosannya seperti apa?
Tapi Parents, Smartick Indonesia akan membuat anak atau bahkan kita keasyikan saat belajar matematika. Secara teori dan cara belajar Smartick ini juga telah disarankan oleh professor dari Massachusetts Institute of Technology Oakland University dan Johns Hopkins University. Teknologi yang dirancang di Spanyol ini ternyata sudah digunakan lebih dari 190 negara.
Artinya, Smartick memang diakui efektif. Tapi, bagaimana anak tidak bosan saat belajar matematika selama 15 menit setiap hari, ya?
Cara belajar matematika 15 menit setiap hari ini dilandasi dengan hubungan keterikatan anak dan matematika dengan cara yang menyenangkan, kontekstual, dan disesuaikan dengan kondisi serta kemampuan anak masing-masing. Di dalam platform Smartick, anak-anak akan terlebih dahulu mendapatkan asesmen yang akan menyesuaikan materi dan pola pembelajaran mereka.
Platform Smartick dapat dipergunakan sejak anak usia 4 sampai 14 tahun dengan metode subscription alias berlangganan per bulan.
CEO dan Co-Founder Smartick Indonesia, Galih Sulistryaningra mengatakan matematika adalah pondasi yang penting untuk membangun keterampilan berpikir dan karakter anak dalam menyelesaikan tantangan serta membuat keputusan. Untuk itu, matemarika harus dibuat menyenangkan, diajarkan bukan dengan cara yang seragam, tetapi disesuaikan dengan kondisi masing-masing anak. Hal yang tidak kalah penting adalah implementasi matematika di dalam keseharian anak agar matematika tetap relevan untuk anak dan semua orang. Nah, hal ini sudah ada di dalam platform Smartick Indonesia.
Liniear dengan Galih, Barry Calvin, COO dan Co-Founder Smartick Indonesia juga mengatakan bahwa teknologi Smartick yang dirancang di Spanyol bukan berarti ini tidak relevan untuk masyarakat atau anak Indonesia. Adanya adaptasi teknologi yang menggunakan pendekatan yang disesuaikan kebutuhan orang tua dan anak Indonesia serta yang terpenting metode asesmen yang inovatif. Setiap anak membutuhkan pendekatan belajar matematika yang berbeda-beda sehingga tidak bisa disamaratakan. Hal ini begitu penting untuk Smartick yang ingin ikut membangun masa depan generasi muda yang kritis dengan tingkat literasi dan numerasi yang tinggi.
Hadirnya Smartick di tengah masyarakat Indonesia, Galih dan Barry ingin mengajak anak Indonesia melihat matematika sebagai subjek yang menyenangkan serta relevan. Literasi dan numerasi adalah subjek ilmu yang luas, sehingga matematika dalam contoh – tidak bisa sebenarnya dikenalkan lewat rumus begitu saja.
Latar belakang Galih dan Barry di bidang pendidikan yang menjadi pendorong keduanya untuk menciptakan dampak yang luas melalui Smartick Indonesia. Galih, sebelumnya merupakan tenaga pendidik yang bergelar Master di University College London dengan pengalaman STEAM Education. Barry adalah seorang akademis dengan latar belakang yang kuat di bidang matematika dari Universitas Indonesia dan Imperial College London. Smartick Indonesia akan dapat dinikmati dan digunakan oleh seluruh orang tua dan anak di Indonesia mulai bulan Februari 2025.
Angka literasi dan numerasi anak Indonesia jika diukur dari PISA, sayangnya masih jauh diantara negara lain. Menjadi pekerjaan rumah bersama agar anak Indonesia tidak lagi tertinggal dari anak-anak negara lain.
Untuk mengetahui tentang smartick lebih lengkap, sila klik di sini ya!