Menjadi orang tua tunggal adalah keputusan yang begitu besar, baik single dad atau single mom, keduanya mempunyai tantangan besar terutama untuk mendidik anak.
Bicara soal orang tua tunggal, terutama Ibu tunggal, tentunya mengemban peran ganda. Sebagai seorang Ibu dan juga seorang Bapak. Ibu mencari nafkah untuk keluarga, sekaligus tetap mendidik anak-anak.
Dengan peran ganda seperti itu, Ibu juga mempunyai risiko besar dibalik semua itu, anak tidak mendapatkan gambaran figur Bapak yang murni. Apalagi jika Ibu mempunyai anak laki-laki.
Pertanyaan untuk Ibu, bagaimana agar jiwa kelaki-lakiannya tetap tumbuh walau tidak mendapatkan figur Bapak yang murni?
Dilansir dari Kompas, Founder Fatherman sekaligus praktisi parenting Islamic Ustadz Bendri Jaisurrahman memberitahu ada beberapa cara alternatif untuk para single mom mengatasi kekurangan figur ayah dalam tumbh kembang si kecil.
Pertama, Mengimajinasikan Ayah
Ini bukan benar-benar kita menghayal bersama soal figur Ayah, ya. Bendri menyarankan agar para single mom bisa menceritakan kebaikan-kebaikan sosok Ayah. Hal ini diharapkan anak akan tetap memiliki gambaran figur laki-laki yang baik.
Bahkan tidak hanya gambaran saja, tetapi diharapkan juga anak bisa menerapkan kebaikan-kebaikan tersebut sehingga bisa jadi pribadi yang lebih baik lagi.
Menurut Bendri, imajinasi tentang Ayah bisa dibuat dari narasi atau cerita soal kebaikan, kekonyolan, atau apapun hal positif tentang Ayah. Nah, kebalikan dari mengimajikasikan Ayah adalah tidak menceritakan perilaku negatif sosok Ayah.
Walau misalnya – Ibu dan Ayah berpisah karena suatu kondisi yang tidak mengenakan, tetapi diharapkan Ibu tidak menceritakan kesalahan atau hal-hal yang tidak mengenakan ke anak. Hal ini dikhawatirkan akan membuat anak mempunyai perspektif negatif soal sosok Ayah.
Kedua, Mencari Pengganti Ayah
Kalau Ibu benar mau cari pengganti betulan sih tidak masalah – itu semua keputusan ada di Ibu ya. Tapi, maksudnya Bendri dalam mencari pengganti Ayah adalah melihat apakah keluarga terdekat ada yang bisa menggantikan sosok tersebut.
Misalnya seperti Kakek, atau Paman – menurut Bendri, memang ada kemungkinan Ibu tidak dapat melatih stimulasi maskulinitas anaknya – maka jangan ragu untuk minta bantuan dari keluarga terdekat.
Tapi, apakah hanya keluarga terdekat saja?
Masih menurut Bendri, selain anggota keluarga, guru laki-laki atau tokoh laki-laki di sekitar tempat tinggal masih bisa dimintakan tolong untuk menjadi figur Ayah pengganti. Harapannya, anak-anak tetap memiliki acuan figur Ayah yang bisa dicontoh.
Nah, jadi Parents seperti itu ya – tetapi, 2 hal besar di atas tidak serta-merta menjadi acuan tegas ya. Setiap Ibu tentu punya caranya masing-masing untuk membuat figur Ayah tetap ‘hadir’ di tumbuh kembang anak ya.