Silent treatment bukan sikap yang tepat untuk kita lakukan ketika sedang bertengkar dengan pasangan karena didiemin itu gak enak bangett. Parents pernah melakukan itu ke pasangan?
Coba deh, kita ngomong atau bertanya sama orang lain terus dicuekin aja, gak dijawab apa-apa. Pasti kita jadi berpikir, orang itu kenapa? Saya kenapa? Apakah saya ada salah bertanya? Nah, gak nyaman kan rasanya dicuekin.
Tapi nih, tapi, bisa jadi pasangan punya alasan tertentu kenapa sampai melakukan sikap mendiamkan ini. Yuk, kita ngobrol bareng sama psikolog klinis dewasa Ega Alfah, M.Psi.
Hai Mbak Ega, Mammin penasaran banget. Kenapa ya, ada pasangan yang lebih memilih untuk melakukan silent treatment ke pasangannya saat bertengkar ataupun selisih pendapat?
Silent treatment biasanya dilakukan dengan tujuan menghukum pasangan agar pasangan mengubah perilakunya, karena didiemin kan gak enak ya. Bisa juga ungkapan perasaan frustasi akan konflik dalam relasi, capek udah gak punya daya lagi untuk berbicara.
Perilaku ‘diam’ saat sedang marah atau berkonflik dengan pasangan gak selalu berarti silent treatment, ya. Adakalanya diam adalah jeda untuk pasangan meregulasi emosi, waktu menyusun kalimat untuk diskusi, ,atau akibat perasaan takut kepada pasangan. Takut tambah dimarahi, tambah salah paham, jadi diam aja deh.
Lingkungan seseorang di masa kecil juga akan sedikit banyak memengaruhi perilakunya di masa sekarang. Misalnya orang tua yang menghukum anaknya dengan mengabaikan ketika anak melakukan kesalahan, akan mungkin anak itu menduplikasi perilaku ini ketika dewasa bersama pasangannya.
Nah, kalau gitu gimana cara membedakan diam karena membutuhkan waktu dengan yang diam untuk menghukum?
Di silent treatment seseorang akan menunjukkan penolakan terhadap pasangannya. Diajak ngomong diam, ditanya diam, tidak hangat, tidak responsif, dan menghindari momen bersama pasangan. Sedangkan di perilaku diam yang kedua, jika pasangan bertanya, maka ia akan cukup open dan responsif.
Oh gitu, kalau pasangan kita ternyata sering melakukan silent treatment terus tujuannya itu untuk ‘menghukum’, bagaimana kita menyikapinya?
- Menenangkan diri dulu sebelum berdiskusi. Biasanya upaya untuk berdiskusi tidak selalu berhasil di kesempatan pertama.
- Buka diskusi dengan memvalidasi emosi pasangan kita. Bahwa ia mungkin capek, lelah, dan berharap masalah ini tidak terjadi dalam relasi.
- Coba memahami apa yang membuat dia melakukan silent treatment. Apa masalah yang terjadi? Apa yang membuat pasangan kerap melakukan silent treatment?
- Jika tensi emosi pasangan sudah menurun, diskusikan bagaimana cara menyelesaikan masalah kedepannya tanpa melibatkan silent treatment didalamnya. Buat komitmen, apa yang perlu kita lakukan dan apa yang perlu pasangan lakukan.
- Biasanya silent treatment juga berkaitan dengan habit, kebiasaan, atau pola penyelesaian konflik. Jadi, upaya diskusi bukan hal yang akan berhasil di kesempatan pertama. Poinnya adalah perubahan butuh proses. Progres kecil punya makna besar utk relasi.
Daaan, hindari melabeli pasangan kita secara negatif karena silent treatment yang dia lakukan. Contoh: “Ah, dia tuh emang selalu gitu kalau marah. Menyusahkan.”. Karena itu hanya akan membuat penyelesaian konflik dengan pasangan bertambah berat. Bawaannya jadi pengin menghukum pasangan yang silent treatment dengan silent treatment lagi atau dengan perilaku agresif lainnya.
Masalahnya nih Mbak, gimana ya untuk break the silence dari silent treatment itu? Kadang udah nanya baik-baik masih dicuekin 😀
Seseorang yang sedang silent treatment seperti batu panas. Keras, tapi saat disentuh menyakitkan. Memang butuh waktu dan kegigihan untuk melunakan batu, serta butuh sesuatu untuk memadamkan baranya; melakukan sesuatu yang santai, fun, tidak berfokus ke masalah.
Kalau kitanya menggunakan pola menghindar atau malah berbalik melakukan silent treatment, maka panasnya malah semakin membara, silent treatment-nya lebih sulit lagi di break.
Misalnya kita sudah kelelahan, maka opsi keduanya adalah meminta bantuan seseorang sebagai mediator. Dengan catatan mediator adalah orang yang bisa dipercaya oleh kedua pasangan.
Dalam film ‘Nokta Merah Perkawinan’ yang sedang ramai dibahas, pasangan dalam film itu juga melakukan silent treatment. Apa pendapat Mbak Ega mengenai kondisi itu?
Nah, biasanya relasi dengan silent treatment akan membuat pasangan terjebak di pola demand-withdraw. Salah satu mengatakan pasangannya tidak available secara emotional indikasi pola menghindari atau (withdraw) dan yang lainnya mengeluhkan pasangan terlalu menuntut dan mudah marah (pola demand).
Si yang menghindar, menunjukkan perilaku diam dan unavailable. Si yang demand akan meledak-ledak dan mencoba menghukum pasangannya. Bukannya tambah dekat, malah tambah jauh.
Di film NMP, Gilang adalah pelaku withdraw dan Ambar adalah pelaku demand. Jadi, baik Gilang dan Ambar melakukan silent treatment secara bersamaan, setelah konflik besar yang terjadi sebulan yang lalu di pernikahan mereka.
Di media sosial itu seringkali orang memberikan saran untuk segera meninggalkan pasangan yang bersikap silent treatment karena itu red flag. Bagaimana menurut Mbak Ega?
Kalau dilakukan terus menerus, iya bisa jadi red flag bahwa relasi tidak sehat, yaaa. Dicuekin itu tuh gak enak. Kalau selalu dilakukan, malah akan semakin menambah kerenggangan hubungan. Bukannya selesai masalahnya, malah jadi terbiasa ‘jauh’.
Silent treatment digunakan untuk memanipulasi, menghukum, atau mengontrol pasangan berlebihan, maka masuk ke dalam perilaku tidak sehat dalam relasi. Selain itu, dampak silent treatment ke pasangan bisa sangat menyakitkan. Penelitian nya bisa merusak self-esteem, perasaan diterima, dan eksistensi seseorang. Jadi, bisa masuk ke perilaku abusive secara emosional.
Sesuatu yang red flags gak harus selalu “Yuk, langsung ditinggalin aja”. Ketika tahu ada red flags, upaya bersama untuk membenahi relasi dan perilaku masing-masing berarti dibutuhkan lebih atau ekstra, ya. Mulai dari upaya mandiri, sampai upaya dengan bantuan profesional (psikolog atau konselor pernikahan).
Manusia adalah makhluk yang tidak sempurna, maka tidak ada relasi yang sempurna juga. Berarti relasi adalah sesuatu yang harus dipelajari, dibenahi, dan diperjuangkan. Selain itu, relasi bisa jadi wadah untuk mengembangkan diri. Jadi, jangan buru-buru capcus kalau ada red flags dalam relasi, yaa.
Wahh, jadi paham ya Parents, mengenai pasangan yang silent treatment. Intinya sih, harus banyak sabar dan berusaha untuk memperbaiki cara menyelesaikan masalah dengan gak saling mendiamkan. Kuncinya, kalau udah gak sangguh hadapin sendiri coba ke bantuan profesional.