Kerap kali kita mendengar dan membaca berita yang mengandung informasi tentang perilaku anak yang cenderung kriminal. Sebenarnya, apa yang membuat hal-hal seperti ini terjadi, ya?
Hola Parents! Apa kabar hari ini? Semoga selalu sehat dan lancar-lancar saja ya.
Dari judul dan prolog singkat di atas – sepertinya sudah tertebak ya kita akan membahas apa. Parents, kali ini kita akan membahas soal pola asuh. Pola asuh adalah salah satu fundamental yang akan begitu berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
Sehingga, pertanyaannya adalah pola asuh seperti apa yang bisa memberikan dampak baik untuk anak. Hal ini akan juga berpengaruh ke anak yang akan beranjak dewasa – yang nantinya – ia juga akan jadi orang tua terhadap anaknya nanti.
Pola asuh sepertinya terlihat sebagai rantai yang sulit untuk diputus. Maka, berbagai nilai yang ada di pola asuh sebelumnya, kerap akan terbawa di pola asuh berikutnya. Hal ini yang begitu rumit untuk dijabarkan.
Nah, Parents – rumit untuk dijelaskan bukan berarti sulit pula untuk dipahami, ya. Mari kita selami lebih dalam bagaimana pola asuh sebelumnya berpotensi atau cenderung bisa ikut menentukan pola asuh berikutnya.
Sebuah Realita…
Pertanyaan menggelitik untuk memulai penyelaman bahasan kali ini adalah:
Apakah semua anak sudah mendapatkan pola asuh yang tepat?
Dilansir dari Kompas, menurut Hasil Survei Sosial Ekonomi yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik di tahun 2020 lalu pada 15 provinsi di Indonesia, menyebutkan bahwa sebanyak 3,73% bayi dengan umur di bawah lima tahun atau bisa diklasifikasikan sebagai balita, pernah mendapatkan pola asuh yang tidak layak.
Data ini disampaikan oleh Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak dan Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rohika Kurniadi Sari – di mana menurutnya, saat ini masih banyak anak Indonesia yang cenderung tidak menerima pengasuhan yang layak.
Pada kenyataannya dan hal ini perlu kita ketahui bersama ya Parents, bahwasanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 telah mengamatkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pengasuhan yang layak dari orang tuanya.
Menurut Rohika, ada beberapa dampak yang cenderung timbul dari anak yang mendapatkan pengasuhan tidak layak, seperti:
- Perasaannya mudah tersinggung
- Kerap putus asa
- Daya juang yang lemah
Lalu, pertanyaan selanjutnya – bagaimana kita sebagai orang tua bisa mengetahui anak kita sudah menerima pengasuhan yang layak?
Jawabannya begitu sederhana, bahwa kita sebagai orang tua mesti paham dan sadar jenis pola pengasuhan apa yang sedang diterapkan. Sementara ini, gaya atau pola pengasuhan yang umum digunakan oleh banyak orang berlandaskan sebuah teori, yaitu Teori Baumrind.
Teori ini berasal dari seorang psikolog terkenal bernama Diana Baumrind, di mana teori ini menghasilkan beberapa jenis pola pengasuhan anak, seperti:
Authoritarian atau Otoriter
Pola atau gaya pengasuhan orang tua ke anak dengan cara authoritarian di mana gaya pengasuhan ini akan berujung ke sebuah harapan atau ekspektasi tentang anak yang akan menuruti segala perintah tanpa ada pengecualian.
Disiplin di atas segalanya merupakan salah satu ciri khas gaya pengasuhan yang otoriter. Ciri lainnya, seperti:
- Tidak responsif dengan kebutuhan anak.
- Mempunyai aturan yang sangat ketat.
- Mempunyai ekspektasi tinggi agar anak berperilaku baik.
Apa dampak yang dibawa atau muncul dari gaya pengasuhan ini? Anak berpotensi untuk merasakan kurangnya kasih sayang, atau mudah untuk memendam perasaan, dan juga jadi lebih tertutup.
Authoritative atau Suportif
Bukan berarti keterbalikan dari gaya pengasuhan yang pertama, ya – tetapi authoritative memang cenderung membuat orang tua cepat merespon segala kebutuhan anak. Akan tetapi, tetap ada batasan-batasan yang perlu ditaati oleh anak.
Pola pengasuhan yang suportif ini mempunyai ciri-ciri seperti:
- Adanya aturan yang jelas dan masuk akal
- Suportif dan responsif
- Menghargai setiap pendapat
Nah, jika Parents menerapkan gaya pengasuhan ini, kita bisa lho dekat dengan anak layaknya teman mereka. Akan tetapi, tetap ada batasan-batasan yang perlu diterapkan, ya. Pola pengasuhan ini akan membuat anak paham dengan segala konsekuensi dari pilihan yang ia pilih.
Permisif
Sepertinya masih asing ya Parents – ternyata ada pola asuh dengan istilah permisif, di mana pola pengasuhan ini biasanya membuat orang tua terlihat lemah atau tidak tegas di depan anak.
Hal tersebut dikarenakan oleh ciri-ciri yang dimiliki pola pengasuhan ini, seperti:
- Sangat responsif terhadap anak
- Sedikit aturan atau bahkan kerap tidak mempunyai aturan yang ketat
- Orang tua yang terlalu sabar
- Terlalu lemah lembut dan toleran
Dari ciri-ciri yang sudah disebutkan, pola asuh ini berpotensi untuk membuat anak mempunyai perilaku seperti kurang mandiri, tidak sabaran, dan terlalu manja.
Uninvolved atau Tidak Peduli
Dari nama istilahnya saja – sudah jelas terbaca bahwa pola pengasuhan ini yang sebaiknya kita hindari, Parents.
Pola asuh ini terlihat dari orang tua yang kerap kali bersikap dingin dan tidak responsif terhadap anak dan kebutuhannya, lalu tidak menerapkan peraturan apapun, bahkan tidak peduli dengan kehidupan anak.
Lalu, Pola Asuh Mana yang Bisa Diterapkan?
Idealnya, pola asuh yang bisa diterapkan adalah pola asuh yang sudah kita diskusikan terlebih dahulu. Sebagai orang tua dan pasangan suami-istri, kita bisa berdiskusi, seperti apa dulu kita sebagai anak diperlakukan.
Hal ini menghindari jika salah satu dari pasangan tersebut ternyata dahulu tidak mendapat pola asuh yang tepat, dan pola asuh yang tidak tepat itu turun lagi atau diteruskan ke anak. Dengan berunding atau berdiskusi serta mengidentifikasi diri kita terlebih dahulu soal pola asuh yang sudah diterima, kita bisa menyesuaikan hal tersebut dengan kebutuhan anak.
Terkait segala penjelasan yang sudah disebutkan di atas, Parents bisa nih nonton video di bawah ini: