Parents, bener ya, menikah itu bukan happy ending. Pas nikah ada aja masalahnya, salah satunya sih urusan ekonomi rumah tangga. Banyak banget yang mesti kita anggarin, apalagi kalau udah ada si Kecil. Beuh.. uang, uang, dan uang ;D.
Ketika sudah berkeluarga, ekonomi rumah tangga bukan masalah remeh. Berdasarkan dari sumber yang Mammin baca, sebanyak 28,8 persen perceraian dipicu faktor ekonomi. Lumayan juga ya, Parents, angkanya.
Ada beragam faktor dalam masalah ekonomi rumah tangga. Dari mulai pribadi yang boros, mendominasi terhadap uang, dan lain sebagainya. Supaya kita paham apa aja faktor masalah ekonomi yang sering ada di pernikahan, Mammin sebutkan dan jelaskan yaa..
Pembagian rencana keuangan
Biasanya kalau keduanya sama-sama bekerja, kebutuhan rumah tangga dan anak akan dibagi dua, sisanya baru deh jadi milik pribadi. Kedengerannya emang masuk akal ya, Parents. Tapi di balik itu ada aja dramanya.
Udah tahu kalau semua kebutuhan udah dibayar, sisanya jadi milik sendiri terserah mau diapain. Cuma ada aja pasangan yang mikir kita boros dalam menggunakan uang.
“Daripada beli tas, mending buat nyicil DP rumah sama dana pensiun.” Ceritanya pasangan malah nyindir begini. Nggak jarang akhirnya jadi berantem deh.
Belum lagi misalnya salah satu harus berhenti bekerja entah di-PHK atau ingin fokus mengurus anak di rumah. Jadi hal seperti ini harus dibicarakan benar-benar. Berapa sih uang yang perlu aku pakai buat belanja, rencana masa depan keuangan kita seperti apa, atau aku perlu bantu berapa untuk kebutuhan rumah tangga. Kuncinya, soal keuangan harus dibicarakan secara terbuka.
Hutang
Ini dia nih, yang paling krusial. Hutang itu bisa bikin kita rugi bandar kalau nggak bijak menggunakannya. Apalagi ya, kalau sebelum nikah itu hutangnya udah banyak, atau mungkin hutang mulai tumbuh saat menikah.
Urusan keuangan akan berubah seiring meningkatnya tahap kehidupan. Punya anak, anak sekolah, kebutuhan istri dan rumah tangga, memang memerlukan uang lebih. Tapi hutang bukan dianggap sebagai solusi utama ya. Ingat Parents, hutang itu menambah beban kita. Memang hutang bisa membantu, asalkan kita bijak dan bertanggung jawab.
Salah satu pasangan harus mengingatkan dampak negatif dari hutang. Kalau keduanya sama-sama punya hutang, akan sulit lunasinnya. Atau kalau ternyata pasangan kelilit hutang pasti kita terkena imbasnya. Hal seperti ini yang lama-lama bikin hubungan berujung pada perpisahan.
Kepribadian
Setiap orang itu beda-beda dalam memperlakukan uang, ada yang irit banget tapi ada juga yang nggak pake mikir, apa-apa langsung dibeli. Pasti sebel deh ngeliat pasangan yang boros, sedangkan kita itu suka berhemat.
Hal kaya gitu bisa bikin berantem dan beranggapan bahwa kita dan pasangan nggak cocok. Investopedia bilang, apapun tipe kepribadian pasangan, yang paling baik adalah mengenali kebiasaan buruk, mengatasinya, dan memoderasinya.
Merasa punya kekuatan
Mentang-mentang dia yang cari uang, anak orang kaya, penghasilan dia lebih besar, semua keuangan didikte habis sama pasangan.
Parents ada yang pernah merasakan hal tersebut? Ya, walaupun ada alasan yang logis untuk melacak pengeluaran kemana aja, di balik itu ada juga pasangan yang merasa berkuasa terhadap uang. Terkadang sampai pasangannya nggak dibolehin pegang uang.
Jangan sampai hal itu terjadi dalam rumah tangga ya, Parents. Bagaimanapun kita dan pasangan adalah satu tim, jadi harus saling percaya dan mendukung. Semua bisa didiskusikan dengan baik, kalau mau menurunkan ego.
Soal anak
Idealnya untuk punya anak kita nggak harus siap mental aja, tapi juga kudu siap secara ekonomi. Sebagai orang tua, kita nggak mau dong ngerawat anak dengan asal-asalan. Untuk memberikan yang terbaik mau ngga mau, semuanya perlu modal.
Bayangin begitu anak lahir kita harus bayar biaya persalinan, vaksin, peralatan bayi yang cukup lengkap. Belum lagi nanti kalau udah masuk sekolah, pasti banyak pengeluaran. Jadi ketika ingin punya anak, kita pikirkan kembali, apakah keuangan sudah siap?
Nggak sedikit hubungan pernikahan menjadi tegang karena kurang uang untuk mengurus si Kecil. Bukan bermaksud materialistis, tapi kenyataannya membesarkan anak perlu kasih sayang dan uang.
Keluarga besar
Nggak kaya lirik lagu ya, Parents, hidup serasa milik berdua. Kita dan pasangan juga punya keluarga yang perlu diberi perhatian juga. Terutama orang tua. Namanya anak, pengen dong bisa bantu atau bahagiain keluarga.
Cuma kondisi ini suka dijadiin pertimbangan, kayak daripada ajak keluarga makan di restoran, mending buat kita nabung.
Mammin pribadi sih ya, kalau sama orang tua atau keluarga nggak mau terlalu perhitungan. Yang penting semua masih sewajarnya dan sesuai dengan kemampuan. Kalau kita terlalu memaksakan keuangan, malah bisa menjadi masalah. Sedikit atau banyak, yang penting berkahnya ya, Parents.
Uang memang nggak bisa membeli kebahagiaan, tapi ketika keuangan lagi goyang, banyak hutang, banyak kebutuhan.. semua terasa lebih ringan kalau ada uang 😀 .
Makanya kita rencanakan keuangan dengan pasangan secara terbuka dan kompak. Kita harus punya tujuan keuangan yang ingin dicapai bersama. Itu dilakukan untuk menghindari masalah keuangan dalam rumah tangga.
Selain itu, Parents bisa belajar banyak tentang keuangan rumah tangga dengan para ahli. Banyak kok, ahli yang membagikan ilmu ekonomi rumah tangga, baik itu di artikel berita atau media sosial. Pastikan informasi yang didapat itu kredibel, yah.