Parents, anak-anak terutama mereka yang masih mudah atau usia dini, hanya bisa memikirkan dirinya sendiri. Jika hal ini dibiarkan begitu saja sampai besar, kekhawatiran yang besar adalah dirinya nanti tidak bisa bersosialisasi. Karena, salah satu kemampuan bersosialisasi yang baik adalah memiliki empati.
Dilansir dari buzzfeed, Amy McCready, pendiri dari Positive Parenting Solutions dan juga penulis dari The ‘Me, Me, Me’ Epidemic, Step-by-Step Guide to Raising Capable, Grateful Kids in an over-Entitled World, mengatakan menanamkan rasa empati pada anak kita, nantinya akan menolong mereka untuk berketerkaitan dengan orang-orang di luar sana.
Apa Itu Empati?
Empati adalah salah satu rasa yang perlu dipupuk dengan baik. Tapi, beberapa orang mungkin masih bingung bagaimana menerapkan empati pada tempatnya. Menurut Ann-Louise Lockhart, seorang psikolog, parenting coach, dan pemilik A New Day Pediatric Psychology, empati adalah kemampuan untuk mengetahui dan mengerti emosi orang lain.
Dengan mengetahui emosi orang lain, harapannya lawan bicara bisa memahami perspektif orang lain. Sehingga, dalam membangun sebuah hubungan, seseorang dengan rasa empati yang tinggi dengan mudah menyelesaikan masalah.
Masih menurut Ann, anak-anak yang ingin kita latih rasa empatinya perlu diperlihatkan dan dicontohkan kebaikan. Kebaikan dengan sesame manusia dan mahluk hidup lainnya. Akan tetapi, melatih anak-anak untuk mempunyai empati sekarang ini penuh dengan tantangan.
Tantangan Mengajarkan Empati ke Anak
Salah satu tantangan yang sering dihadapi oleh orang tua dalam mengajarkan empati ke anak adalah dunia digital. Dunia digital seperti pisau bermata dua. Satu sisi, hal tersebut baik untuk kemajuan umat manusia, tetapi sisi lainnya, bisa menghambat perkembangan manusia.
Michele Borba, seorang psikolog dan penulis dari Unselfie: Why Empathetic Kids Succeed in Our-All-About-Me World, mengatakan dunia digital membuat banyak anak-anak jarang mempunyai interaksi yang face to face. Sehingga, yang dipupuk malah rasa acuh. Fokus terhadap gawai membuat rasa acuh semakin kuat.
Jadi, Bagaimana Sebaiknya Mengajarkan Anak Soal Empati?
Cukup sederhana, tetapi interaksi langsung sangat diperlukan untuk mengajarkan anak soal empati. Secara tersirat, sudah disampaikan di atas sebelumnya, bahwa interaksi secara langsung adalah fundamentalnya.
Parents, kita bisa mulai mengajarkan anak rasa empati mulai dari bahasa-bahasa yang sederhana, seperti:
“Bagaimana perasaan kamu?”
Dengan frase sederhana tersebut, harapannya anak bisa mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi rasa dan perasaannya. Untuk anak dengan usia 2-4 tahun, ada 4 perasaan utama yang bisa mereka beritahu kepada orang tuanya, yaitu senang, sedih, marah, dan takut.
Parents, selain mengidentifikasi perasaan sendiri, kita bisa latih anak untuk mengetahui perasaan melalui ekspresi ibu atau bapak, atau mungkin hewan peliharaan. Misalnya, saat ibu sedih – ibu bisa ajak anak untuk bisa mengidentifikasi perasaannya. Harapannya, anak bisa bilang ibu sedang sedih.
Kemudian, setelah berhasil mengidentifikasi perasaan, Parents bisa melanjutkan dengan pertanyaan sedrhana selanjutnya, seperti:
“Menurut kamu, bagaimana perasaan mereka?”
Setelah anak mengerti apa perasaan yang dimaksud, Parents bisa menambahkan pertanyaan lagi yang menanyakan bagaimana perasaan orang-orang yang terkait. Harapannya, anak bisa mengetahui bahwa orang lain juga mempunyai perasaan yang harus dihargai dan dihormati.
Setidaknya, anak bisa berpikir bahwa yang mempunyai perasaan seperti itu tidak hanya dia sendiri saja, tetapi orang lain juga punya.
Setelah ini, Parents bisa tanyakan pertanyaan yang lebih rumit lagi, seperti:
“Apa yang bisa kita lakukan agar mereka nyaman?”
Untuk usia toddler mungkin mereka akan kesulitan menjawab pertanyaan ini, Parents. Tetapi, jika anak sudah masuk usia pre-teen, diharapkan mereka sudah bisa mempunyai jawaban dari pertanyaan tersebut.
Bahkan, lebih baik sekali jika mereka tahu apa yang mereka harus lakukan. Misalnya, anak pre-teen melihat bapaknya pulang kerja dan melihat siratan wajah bapak yang begitu letih, lalu pre-teen tersebut mengambilkan minum. Ini sudah next level sih Parents.
Tapi, jika hal tersebut terjadi, wow – it is amazing!
Contoh aksinya tidak hanya itu saja Parents. Misalnya si adik ingin mengajak kakaknya bermain, tapi ia melihat kakaknya sibuk mengerjakan pekerjaan rumah, adik bisa main sendiri tanpai mengganggu sang kakak, ini pun sudah luar biasa.
Sabar, Ini Proses Panjang
Pada akhirnya, semua orang berkemungkinan untuk saling berkaitan, berhubungan, dan lainnya. Sehingga, saling mengerti, menghargai, dan menghormati adalah perihal fundamental yang perlu dimiliki setiap individu.
Parents, mengajarkan empati ke anak adalah proses yang panjang. Sehingga, kesabaran adalah hal lain yang begitu berkaitan dengan topik rasa empati ini dan ini harga mati untuk kita sebagai orang tua.
Lagipula, jika semisal kita tidak sabar, berarti kita juga tidak punya empati ke anak ya? Setuju kah kalimat pertanyaan tersebut? Bahwasanya setiap individu ya Parents, tidak hanya anak-anak, tetapi kita juga perlu intropeksi diri.