Salah satu hal terberat ketika mengantarkan si kecil awal-awal masuk sekolah maupun daycare adalah separation anxiety atau kecemasan akan perpisahan. Mulai dari tak mau melepas gendongan sampai menangis meraung tak ingin ditinggal. Kalau sudah melihat pemandangan seperti itu, rasanya Ibu ingin ikut menangis, ya? Hehehe, jangan dong, Bu!
Parentalk pun merangkum tips menghadapi separation anxiety pada anak dari buku What To Expect The Second Year oleh Heidi Murkoff dan Sharon Mazel. Dengan begitu, Ayah atau Ibu lebih mudah menghadapi fase tersebut.
Pahami separation anxiety sebagai bagian dari perkembangan anak
Orang tua akan menyadari gelagat separation anxiety pada si kecil sejak ia berusia 9 bulan. Sebagian anak lainnya tergolong mudah menghadapi perpisahan, namun mulai begitu lekat dengan orang tuanya saat berusia 2 atau 3 tahun.
Bahkan, ada pula anak yang baru menunjukkan kecemasannya saat berusia 5 atau 6 tahun. Ada juga anak yang cemas di awal perpisahan saja, namun pada kesempatan berikutnya, ia tak keberatan ditinggal ayah maupun ibu.
Berikan perhatian penuh saat bersama
Perhatian layaknya sebungkus cokelat. Kamu bisa menghabiskannya kapan saja, tapi kamu cenderung enggan menyantap seluruh potongannya sekali waktu. Jika si kecil tahu kasih sayang dan perhatian Ibu selalu ada untuknya, ia tidak akan merasa kurang perhatian. Pada waktunya, ia akan merasa nyaman menjelajah di saat-saat terpisah dari ibu.
Jangan bicarakan perpisahan. Meski sebenarnya Ibu merana karena perpisahan dengan si kecil, berlakulah tenang. Ketika dalam perjalanan menuju sekolah atau daycare, hindari pembicaraan soal perpisahan tersebut.
Bahas hal-hal menyenangkan saja seperti kegiatan yang akan buah hati lakukan di sekolah maupun daycare, pemandangan menarik yang kalian dapati selama perjalanan, atau waktu persis Ibu akan menjemputnya dari sana (setelah makan siang, usai tidur siang, atau sebelum makan malam).
Bersikaplah santai
Saat Ibu hendak pergi, ternyata si kecil menangis sejadi-jadinya. Jangan berkata, “Hush, jangan cengeng. Malu-maluin aja,” atau “Awww, si bayi kecil masih ingin sama ibunya, ya.” Bersikaplah seakan tangisannya tidak mempengaruhi Ibu.
Bersikap positif
Tersenyumlah dan tunjukkan semangat, antusiasme, juga keceriaan. Anak-anak cenderung terbawa emosi dan tahu perasaan orang tuanya, lho. Dengan bersikap positif, pada waktunya, si kecil pun menjadi lebih tenang saat menghadapi perpisahan.
Segeralah pergi
Setibanya di sekolah atapun daycare, tersenyum dan ucapkanlah kalimat perpisahan. Setelah itu, jangan menoleh ke belakang lagi. Ibu tidak mau menyampaikan pesan bahwa semakin lama si kecil menangis, makin berlama-lama Ibu di sana, bukan?
Jangan merasa bersalah
Belajar untuk berpisah tentu berat bagi sebagian anak, namun menjadi pelajaran hidup yang penting. Ibu sebenarnya telah membantu si kecil belajar untuk tegar saat menghadapi perpisahan. Apalagi, jika anak ditangani oleh orang-orang yang tepat, tak ada alasan lagi untuk sedih dan murung usai beranjak dari daycare atau sekolahnya.
Ingat, selalu ada momen perpisahan sementara dengan anak.
Hari pertama sekolah.
Pengalaman perdana menginap di rumah sepupu atau teman.
Pengalaman pertama berkemah dengan teman-teman sekolah.
Kesimpulannya, separation anxiety hanyalah sebuah fase dalam kehidupan si kecil yang akan selalu datang dan pergi. Jadi, hadapilah dengan tenang dan santai.
(Febi/ Dok. Pixabay)