Sebagian Ibu mungkin menganggap hal-hal yang bernuansa sains itu berat. Tapi, jangan sampai keengganan kamu terhadap sains juga berpengaruh ke anak, ya. Apalagi, menurut Pendiri IndonesiaMontessori.com (IMC) Elvina Lim Kusumo, sebaiknya orang tua mengenalkan Science, Technologies, Engineering+Arts, Math atau STEAM sejak usia dini, bahkan sejak si kecil berusia balita.
Namun, bukan berarti anak belajar berbagai cabang ilmu pengetahuan lewat soal-soal dril layaknya di sekolah formal. Ibu bisa mengenalkan STEAM lewat hal-hal sederhana yang ada di sekitar anak senatural mungkin.
Satu pengamatan membahas lintas ilmu
Mulai dari memperhatikan pelangi, mencampur-campurkan cat warna, mengamati hewan-hewan di sekitarnya, dan lain-lain. Satu pengamatan saja bisa membahas lintas ilmu.
Ibu: pelangi cantik, ya. Warnanya ada apa saja, sih?
Anak (atau bersama Ibu): merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu…
Ibu: kalau pelangi bentuknya apa, ya?
Anak (atau bersama ibu): seperti lingkaran yang dipotong setengah… Setengah lingkaran!
Dari percakapan di atas saja, ibu dan anak sudah mendiskusikan ilmu pengetahuan alam dan matematika (geometri).
STEAM ada di sekitar kita
Ibu juga bisa mengombinasikan seni atau Arts dengan sains dan matematika, lho.
“Kalau cat airnya encer, kertasnya lebih mudah menyerap, ya…”
“Sebelum menggambar, coba lihat, kertasmu berbentuk apa?”
Untuk Engineering (ilmu teknik), contoh kegiatannya bisa berupa percobaan batu-batuan guna menguji keseimbangan atau menyusun potongan kayu dan balok.
STEAM saling berhubungan
Tidak perlu mengaitkan STEAM secara menyeluruh. Anak cukup mendiskusikan beberapa cabang ilmu saja lewat satu kegiatan.
Menurut Elvina, STEAM sebaiknya menjadi patokan dalam setiap kegiatan maupun eksperimen untuk buah hati.
“Mungkin dulu saat SD dan SMA, STEAM itu dipisah-pisah dalam beberapa mata pelajaran. Menurut saya, kalau masa sekarang ini, lebih baik anak belajar STEAM terinterkoneksi agar anak mengenal ide-ide baru. Kita ingin STEAM menjadi satu kesatuan yang kita kenal,” jelas Elvina saat peluncuran buku IMC Little Sceintist pada 6 Januari 2018.
Berangkat dari ketertarikan anak
Sementara untuk jenis-jenis kegiatannya, Ibu bisa menyesuaikan dengan ketertarikan dan rasa ingin tahu anak saat itu. Karena itulah, orang tua perlu mengobservasi gerak-gerik juga menyimak ragam pertanyaan si kecil untuk mengenal minatnya. Elvina percaya, anak dapat belajar STEAM secara natural dan menyenangkan bila berangkat dari ketertarikan.
“Misal Caleb (anaknya) lagi suka matahari, saya ceritakan tentang matahari. Kalau dia punya pertanyaan, baru saya hubungkan,” ujar perempuan lulusan Food Science dan Food Manufacturing Operation dari Purdue University ini.
Usia dini lebih baik
Selain itu, anak dapat mudah menangkap konsep-konsep STEAM pada usia dini karena menginjak fase absorbent mind. Yakni, masa-masa keemasan ketika anak menyerap segala sesuatu bagaikan spons, persisnya saat anak berusia usia 0-6 tahun.
Namun, Ibu dapat mengenalkan hal-hal seputar STEAM sebagai wawasan saja. Seperti Elvina yang mengenalkan ragam bunyi-bunyian dan tekstur benda terlebih dulu saat Caleb berusia dua tahun.
Pengenalan STEAM disesuaikan dengan usia anak
Ibu juga bisa menunjukkan fenomena alam lalu bercerita tentangnya pada anak yang lebih muda. Jika sudah menginjak usia 5 tahun, ia akan lebih siap menerima fakta-fakta di baliknya. Sementara anak-anak berusia 8-9 tahun sudah bisa membaca sendiri untuk mencari tahu lebih banyak informasi seputar STEAM.
Dengan lebih membuka mata dan telinga kita, STEAM bisa ditemukan di mana-mana kok, Bu! Tinggal kita yang memperkenalkannya pada anak secara antusias.
(Febi/Dok. Febi Purnamasari & Pixabay)