Kadang masih suka gemes mau cubit ketika melihat anak benar-benar tidak mendengar arahan kita. Mungkin, kita merasakan gemes tersebut karena sudah tahu apa akibat yang akan anak terima ketika susah dibilangi. Pada akhirnya, orang tua juga yang membereskan hal-hal tersebut.
Tapi, tidak apa ya – ini tanggung jawab kita sebagai orang tua.
Cubit, jewer, atau bahkan pukul – parenting VOC mungkin menganggap deretan hukuman fisik adalah hal yang normal dilakukan orang tua ke anaknya. Alih-alih mendidik, tapi mereka yang melakukan parenting VOC belum memikirkan akibatnya.
Bahkan, sebagian menganggap hukuman fisik merupakan pelatihan fisik dan mental. Harapannya, secara fisik dan mental anak akan menjadi kuat. Well, kita sepertinya tidak perlu menjustifikasi hal-hal seperti ini lagi ya.
Sebentar, sebelum terlalu jauh dan dalam untuk bahasan kali ini, kita sapa Parents terlebih dahulu ya. Halo Parents, apa kabar hari ini? Semoga hari ini dan seterusnya selalu dalam keadaan yang sehat dan segala urusannya diperlancar dan dipermudah ya.
Parents, kali ini kita akan membahas soal hukuman fisik. Klasik memang jika masih ada orang tua yang menggunakan hukuman fisik alih-alih mendidik anak. Tapi, justifikasi adalah hal yang sebaiknya juga tidak kita lakukan, ya.
Mungkin, di luar sana masih ada orang tua yang membuktikan kalau hukuman fisik adalah tindakan yang tepat untuk mendidik atau mengajarkan anak, terutama soal disiplin. Disiplin memang begitu identik dengan tindakan-tindakan yang tegas dan keras, menurut orang tua dengan tipe parenting VOC.
Tapi, sekarang ini, kita tetap bisa menerapkan disiplin tanpa menggunakan hukuman fisik atau tindakan sejenisnya.
Menurut Para Ahli…
Parents, hukuman fisik belum tentu bisa membuat anak sadar akan perilakunya yang salah. Maka, ada baiknya kita sebagai orang tua mencari dan menerapkan pendekatan lain.
Dilansir dari Kompas, menurut Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim M.Psi, sekarang ini orang tua yang melakukan hukuman fisik ke anak dan anak tersebut tidak berubah, itu artinya hukumannya tidak membuat anak jera dan mengubah perilakunya, sehingga perlu mencari pendekatan lain.
Dr. Rose juga menambahkan anak yang sering menerima hukuman fisik dan cenderung sudah berlebihan, berpotensi menjadi pemberang atau kasar di luar rumah karena melihat apa yang diperlakukan oleh orang tua kepadanya.
Lebih dalam lagi, dibalik sifat pemarah yang terbentuk dari hukuman fisik yang berlebihan, anak merasa tertekan. Karena merasa tertekan, kepercayaan dirinya rendah karena sering dipermalukan. Sehingga, sekarang kita sama-sama paham nih Parents jika menghukum anak, terlebih menggunakan hukuman fisik dan cenderung berlebihan, anak akan menerima banyak dampak psikologis.
Jadi, Apa yang Orang Tua Lakukan?
Parents, sederhananya kita bisa berpikir tentang sebab-akibat.
Misalnya untuk anak yang melanggar aturan. Kita perlu telisik lebih dalam, apakah perlakuan anak yang melanggar aturan benar-benar didasari rasa tidak tahu bahwa aturan tersebut harusnya dipatuhi atau jangan-jangan – mereka sengaja melanggar aturan agar dapat perhatian.
Kemungkinan kedua adalah bahaya. Bagaimana bisa seorang anak paham untuk mendapatkan atensi orang tuanya – ia harus melanggar aturan terlebih dahulu.
Dari penelisikan ini, kita bisa mengetahui langkah pertama yang bisa diambil adalah telusuri lebih dalam sebab-akibatnya. Jika memang anak memang benar-benar tidak tahu soal aturan tersebut, kita sebagai orang tua perlu memberitahunya dengan komprehensif.
Artinya dengan lengkap Parents. Memberitahu anak sebaiknya sepotong-potong dalam konteks memahami aturan. Beritahu mengapa mereka harus mentaati aturan tersebut dan apa konsekuensinya jika aturan tersebut dilanggar.
Lebih dalam lagi, menurut Dr. Rose – saat memberitahu anak, kita sebaiknya memberikan informasi pemahaman terlebih dahulu, lalu lanjut ke tingkat kognitifnya, afektif, lalu psikomotor. Tahapan ini begitu kompleks.
Satu hal yang tidak kalah penting dan melandasi semua hal ini adalah: kesabaran.
Parents, kesabaran adalah kunci untuk membuat semuanya lancar. Tapi, harapan untuk semuanya lancar jaya juga 50:50 – di mana artinya, kesabaran ini adalah dasar yang begitu penting.
Mengetahui bahwa hukuman fisik malah membuat anak menerima banyak dampak psikologis, apakah kita masih ingin menggunakan tindakan seperti ini?