Jadi gini, Pak – pandangan umum yang terjadi di masyarakat luas sekarang ini adalah orang tua laki-laki atau seorang ayah, mempunyai respon yang cukup berbeda ke anak perempuan daripada ke anak laki-laki.
Kenapa bisa seperti ini ya?
Apakah bawaan alam saja, atau ada faktor lain?
Bahasan kali ini akan lebih substansial karena akan berisi beberapa hasil riset yang sudah dilakukan oleh sejumlah peneliti dari Emory University School of Medicine di Atlanta, Amerika Serikat.
Artikel kali ini, seperti biasa dengan objective informatif dan hanya menambah referensi Parents terkait dunia parenting.
Klaim pertama dari para peneliti – sebelumnya sudah bertanya kepada 52 ayah dengan rentang usia 21-55 tahun dan memiliki anak berusia 1-3 tahun, dengan jawaban dari mereka rata-rata adalah pengakuan kalau tidak membedakan respon untuk anak perempuan dan anak laki-laki.
Akan tetapi, hal yang mengejutkan terjadi ketika para peneliti menggunakan tools untuk mengetahui hasil yang lebih dalam.
Dikutip dari Live Science – para peneliti menemukan bahwa seorang ayah yang mempunyai anak perempuan, menggunakan bahasa serta perhatian yang berbeda daripada ke anak laki-laki terhadap apa yang anak tersebut butuhkan.
Temuan ini semakin menguat ketika para peneliti menggunakan alat khusus untuk memperdalam hasil sementaranya. Alat tersebut merupakan alat perekam yang diletakan di ikat pinggang sang ayah.
Alat ini diatur sedemikian rupa – sehingga, sang ayah ataupun sang anak, tidak mengetahui kapan alat ini bekerja. Secara sederhana – alat ini akan merekam potongan suara berdurasi 50 detik setiap 9 menitnya.
Dalam salinan rekaman yang sudah diambil, para peneliti menganalisis dan mengevaluasi perhatian, perilaku, dan bahasa yang digunakan oleh sang ayah saat berkomunikasi atau berinteraksi dengan anak perempuan dan anak laki mereka.
Berikut beberapa temuan dari riset ini:
- Ayah akan lebih banyak bernyanyi untuk anak perempuannya daripada untuk anak laki-lakinya.
- Ayah lebih banyak menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan kesedihan seperti “menangis, sedih, air mata, dan kesepian” ke anak perempuan mereka – dan menggunakan bahasa yang merujuk ke anggota tubuh seperti “perut dan kaki” ke anak laki-laki.
- Ayah lebih sering menggunakan kata-kata yang sifatnya analitis seperti “lebih baik”, “lebih banyak” ke anak perempuannya.
- Ayah lebih sering menggunakan kata-kata yang berorientasi kepada prestasi seperti “menang” dan “bangga” ke anak laki-lakinya.
- Ayah lebih responsif ke kebutuhan anak perempuannya daripada ke kebutuhan anak laki-lakinya.
Insight Dari Berbagai Temuannya
Jennifer Mascaro, Asisten Professor Kedokteran Keluarga dan Pencegahan di Emory University School of Medicine Atlanta menjelaskan insight dari berbagai temuan riset ini.
Salah satu menurut Mascaro yang fundamental dari perbedaan respon ayah baik perilaku atau ekspresi ke anak perempuan dan ke anak laki-lakinya adalah faktor biologis. Faktor biologis ini mengartikan bahwa laki-laki dapat terprogram untuk merespons secara berbeda terhadap anak perempuan dan anak laki-laki.
Kemudian, Mascaro juga menjelaskan bahwa ada beberapa faktor lain yang memengaruhi perbedaan respons sang ayah terhadap anak perempuan dan anak laki-lakinya. Beberapa faktor tersebut seperti norma sosial, budaya, dan yang pasti identitas gender.
Disclaimer dari Mascaro – penelitian ini tidak berkaitan dengan proses intelektualisasi sang anak dan apapun terlebih dalam jangka panjang. Akan ada banyak faktor yang memengaruhi orang tua laki-laki dengan responnya terhadap anak-anak.
Sehingga, yang Bisa Kita Ketahui Adalah…
Parents, faktor biologis jadi penentu kenapa pandangan umum yang sekarang ada tentang perbedaan respon ayah terhadap anak perempuan dan anak laki-lakinya kerap terjadi. Mungkin prediksi ‘bawaan alam’ di awal artikel ini lumayan presisi.
Lalu, faktor eksternalnya juga ternyata memengaruhi, mungkin yang jelas adalah norma sosial budaya. Akan lebih menarik jika bisa mengetahui lebih dalam untuk bagian ini, mungkin akan tereskplorisasi di penelitian selanjutnya.
Tapi, ada satu fundamental yang perlu kita sadari bersama, bahwasanya anak perempuan dan anak laki-laki, walau berbeda secara identitas gender – tapi kasih sayang dan cinta tetap harus sama. Equality dan Equity di setiap keluarga sepertinya perlu didemokratisasi dengan baik.
Sehingga, harapannya – walau secara pandangan umum jelas ada perbedaan, tetapi internally – kita sebagai orang tua tetap menyayangi dan mencintai anak-anak tanpa segala perbedaan.